• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Saturday, June 14, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Esai

Kecanduan “Permainan Mendalam” Bersama Gawai

Angga Wijaya by Angga Wijaya
26 February 2021
in Esai, Kabar Baru
0 0
0
Mural Karya REbelline, menyoroti pengaruh media sosial di masa kini.

Di mana-mana, kita melihat orang-orang yang tampak asyik dengan gawai.

Entah melihat media sosial, menonton video, bermain game, atau terlibat dalam percakapan virtual. Bahkan mereka hingga tak peduli dengan lingkungan sekitar atau lawan bicara, jika mereka sedang berkumpul bersama.

Fenomena ini mengingatkan saya pada Clifford Geertz, antropolog kawakan yang puluhan tahun silam meneliti dan menulis tentang sabung ayam di Bali. Ia menyebut aktivitas itu sebagai “Deep Play” atau “Permainan Mendalam”.

Sabung ayam, menurutnya tak sekadar pertarungan ayam jago. Ia juga soal status, harga diri, bahkan keinginan berkuasa yang tak tampak dari pelaku tradisi tersebut. Pada titik ini, tak berlebihan jika kita bandingkan dengan kebiasaan”bermain gawai” pada masyarakat di masa sekarang.

Gawai kini menjadi barang wajib yang dimiliki, jika ingin disebut manusia modern. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2019-2020 sebanyak 196.71 juta jiwa atau 73,7 % dari 266.91 juta jiwa, total populasi penduduk Indonesia. Apa yang membuat masyarakat kita begitu lekat pada internet? Jawaban atas pertanyaan ini tentu beragam.

Obyek permainan bisa berlainan. Jika dulu misalnya ayam jago kini berubah ke sesuatu yang lain, gawai. Seorang musisi terkenal menciptakan lagu bagus tentang ini. Kecanduan internet digambarkannya dengan satire (bahkan) di tempat ibadah kita sibuk dengan gawai. Internet disebutnya sebagai Dajjal, sosok yang kerap disebut dalam kitab suci sebuah agama.

Teknologi memang bagai mata pisau. Kini tergantung kita, larut dalam permainan atau menjaga jarak dengannya. Perlu interpretasi akan hal ini. Apakah kebiasaan bermain gawai hanyalah bentuk budaya baru atau ancaman terhadap peradaban manusia. Sebab, kecanduan gawai dan internet membuat komunikasi di kehidupan nyata berkurang atau bahkan bisa hilang sama sekali.

Ceracau

Di sisi lain, media sosial, salah satu fitur dalam gawai kini memang menjadi permainan yang mengasyikkan bagi kebanyakan orang, termasuk para penulis. Menjadi wadah ekspresi tempat berbagi pemikiran dan karya, melalui tulisan pendek dan panjang atau sekadar status yang hanya terdiri dari beberapa kata.

Ruang interaktif yang menjadi ciri khas media ini membuat setiap tulisan bisa dikomentari pengguna lain. Dia menghadirkan suasana hampir mirip dengan kehidupan nyata. Hiperrealitas, meminjam istilah seorang pemikir.

Saya perhatikan, beberapa kawan penulis yang aktif di media sosial juga aktif menghasilkan karya misalkan menulis buku. Awalnya saya berasumsi media sosial menjadi godaan besar penulis. Karena bisa menyita waktu produktif dengan saling berbalas komentar atau terlibat dalam diskusi dan obrolan tentang sebuah isu atau fenomena yang hangat dibicarakan.

Bagi penulis yang jeli dan cerdas, media sosial bisa jadi menjadi sumber inspirasi dalam menulis. Sayangnya, tak banyak seperti itu. Banyak penulis justru terjebak dengan menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari dengan aktivitas di media sosial. Membalas setiap komentar pada kiriman miliknya atau kawan lain. Tak jarang dia jatuh pada pergunjingan dan debat kusir. Menghabiskan waktu dan energi yang sebenarnya bisa digunakan untuk hal yang produktif.

Jika hanya 2-5 kiriman di akun pribadi setiap hari, itu masih tergolong normal. Tapi bagaimana jika 10-15? Hal itu hanya menunjukkan sebuah kondisi mental-emosional yang kurang stabil. Bisa jadi sedang gelisah, marah, atau sedih. Kondisi itu membutuhkan perhatian dari orang lain sesama pengguna media sosial.

Namun, bagaimana jika itu menjadi sebuah kebiasaan? Tentu hal tersebut kurang baik. Bisa membuat kawan-kawan media sosial menjadi tak nyaman dengan kita. Niat awal berbagi rasa dan pemikiran akhirnya hanya menjadi “gerundelan” bahkan racauan, berasal dari sampah-sampah pikiran yang kita kira menemukan saluran tepat, tapi sayangnya tidak demikian.

Ada baiknya energi kreatif tersebut digunakan untuk menulis buku. Atau, jika dirasa berat, sebuah artikel, esai, cerpen dan puisi. Banyak jenis tulisan yang bisa dipilih. Pun, media konvensional (koran, majalah, tabloid, buletin) atau yang kini menjadi tren, media daring, siap memuat tulisan kita sesuai segmen dan genre pembaca yang beragam.

Tulisan yang tersebar di media massa dan juga buku menjadikan aktivitas dan energi kreativitas menjadi tidak sia-sia. Sekadar “berkicau” atau bahkan menceracau di media sosial. [b]

Tags: BudayaTeknologi
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Angga Wijaya

Angga Wijaya

Bernama lengkap I Ketut Angga Wijaya. Lahir di Negara, Bali, 14 Februari 1984. Menyukai dunia literasi sejak SMA. Pernah kuliah Prodi Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana. Bekerja sebagai wartawan di Denpasar.

Related Posts

Budaya Ngayah Makin Langah

Budaya Ngayah Makin Langah

13 June 2025
Apa yang Orang Tua tidak Paham dari Aktivitas Online Generasi Z dan Generasi Alpha

Apa yang Orang Tua tidak Paham dari Aktivitas Online Generasi Z dan Generasi Alpha

30 May 2025

Bali Hampir Habis, Semenjana dan Tergantikan

4 January 2025
Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

22 July 2024
Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Next Post
melukat gegadon

Pelinggih Sang Hyang Iswara, Tempat Melukat Anak Telat Bicara

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

[Matan Ai] Bali dan Pembusukan Pembangunan

Penciptaan Ancaman di Pulau Para Jagoan

14 June 2025
Menimbang Program Ecobrick di Sekolah Jembrana

Menimbang Program Ecobrick di Sekolah Jembrana

13 June 2025
Budaya Ngayah Makin Langah

Budaya Ngayah Makin Langah

13 June 2025
Temu Teknologi di Serangan

Temu Teknologi di Serangan

12 June 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia