Memiliki buah hati yang bisa berkembang dengan baik merupakan dambaan setiap orang tua.
Namun, ada beberapa anak-anak yang mengalami keterlambatan proses tumbuh kembang. Salah satunya adalah terlambat bicara. Di Bali, secara tradisional banyak “ritual” bisa dilakukan untuk mengobati masalah ini. Salah satunya adalah dengan cara melukat.
Di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, tepatnya di wilayah lingkungan Banjar Adat Gegadon terdapat tempat melukat khusus untuk anak-anak dengan keterlambatan tumbuh kembang yaitu terlambat bicara. Tempat melukat ini berupa pelinggih Sang Hyang Iswara dengan terdapat sungai kecil (telabah).
Menurut penuturan Kelian Adat Br. Gegadon I Ketut Sutha, pelinggih ini awalnya adalah tempat pembagi air (temuku). Sejak dahulu ada kebiasaan terutama warga Br. Gegadon untuk melukat anak-anak terutama untuk yang terlambat bicara. Karena banyaknya anak-anak yang akhirnya bisa lancar bicara, maka kabar ini menyebar dari mulut ke mulut. Warga pun banyak yang mengajak anaknya melukat di sini. Yang berstana atau dipuja disini adalah Sang Hyang Iswara.
Lokasi pelinggih atau tempat melukat ini sangat mudah untuk dijangkau. Lokasinya di pinggir jalan. Kalau dari arah Denpasar, setelah jembatan menuju pasar Beringkit terdapat jalan ke arah selatan. Persis di sebelah barat Alfamart. Ikuti saja jalan ini, nanti akan menemukan lokasi melukat.
I Ketut Sutha menyebutkan kalau anak-anak yang melukat di sini umumnya balita meskipun tidak ada batasan atau syarat umur. Mengenai khasiat Sutha mengatakan banyak pemedek bercerita mengenai keberhasilannya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pemedek yang menghaturkan sesangi atau sesaudan untuk mengucapkan rasa syukur karena anak mereka saat ini sudah lancar bicara.
<iframe src="https://www.google.com/maps/embed?pb=!1m14!1m8!1m3!1d15780.76277121792!2d115.1725953!3d-8.5776558!3m2!1i1024!2i768!4f13.1!3m3!1m2!1s0x0%3A0x4ce2bd0377d4e12f!2sPelinggih%20Sang%20Hyang%20Iswara%20Melukat%20Anak%20Gegadon!5e0!3m2!1sen!2sid!4v1614746570716!5m2!1sen!2sid" width="600" height="450" style="border:0;" allowfullscreen="" loading="lazy"></iframe>
Sarana Upakara
Untuk melukat di sini tidak bisa dilakukan setiap hari. Hanya bisa saat rahinan Kajeng Kliwon. Hal ini menurut I Ketut Sutha karena pemujaan di Pelinggih ini sejak awal jatuh pada Rahinan Kajeng Kliwon.
Untuk sarana upakara atau banten adalah Peras Daksina Pejati yang dihaturkan di pelinggih ini. Tahapan melukatnya saat pemedek datang banten atau sarana upakara yang dibawa ditempatkan di tempat banten di depan pelinggih. Setelah Jro Mangku menghaturkan banten, para pemedek melakukan persembahyangan bersama. Berdoa apa yang menjadi tujuan melukat di sini.
Setelah sembahyang, pemedek yang mengantarkan anak nunas tirta, anak yang akan melukat tidak perlu nunas tirta. Kemudian anak melakukan melukat di telabah dan pancuran kecil. Setelah anak melukat baru kemudian anak nunas tirta. Tirta juga bisa dibawa pulang untuk diperciki dan diminum oleh anak yang melukat untuk setiap hari.
Jro Mangku yang bertugas adalah Jro Mangku dari Br. Gegadon. Sutha menuturkan hal ini sesuai dengan keputusan bersama warga Br. Gegadon. Warga sepakat menunjuk Jro Mangku di Br. Gegadon untuk bergiliran bertugas (ngaturang ayah). “Kurang lebih terdapat 12 Jro Mangku Lanang Istri,” kata Bapak I Ketut Sutha.
Tempat melukat ini lokasinya tidaklah besar atau luas. Warga Br. Gegadon sempat memiliki rencana untuk merenovasi atau merelokasi tempat melukat ini. Namun, akhirnya mengurungkan niatnya karena dirasa tidak mungkin untuk memindahkan lokasi yang sudah pingit atau bertuah ini.
Sutha sebagai Kelian Adat Br. Gegadon hanya bisa mengimbau masyrakat atau pemedek untuk memaklumi keadaan lokasi tempat melukat. Selain itu, dalam masa pandemi ini untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. [b]
situs mahjong
Bagaimana jika sudah tewasa tapi gugup berbicara apakah bisa melukat disana?