Lima judul film untuk menggambarkan perjuangan perempuan.
Kisah-kisah perempuan dengan beragam latar dan budayanya, dari Indonesia dan mancanegara, kembali ditayangkan di Bentara Budaya Bali (BBB) selaras program Sinema Bentara. Mulai dari cerita rahasia ibu dan anak perempuannya, upaya pencarian jati diri, pergulatan batin sang aktris panggung, hingga kisah seorang penari Ronggeng.
Merujuk tajuk “Sepilih Kisah Perempuan Terpilih”, agenda berkala bulanan di BBB ini memang secara khusus diniatkan memaknai Hari Kartini yang jatuh pada April. Adapun pemutaran berlangsung pada Sabtu (28/4) dan Minggu (29/4) di Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Gianyar.
Terdapat lima judul film yang ditayangkan, terdiri dari film fiksi panjang dan film pendek, juga dokumenter. Film-film tersebut antara lain: Queen (India, Vikas Bahl, 2014), Ibu dan Anak Perempuannya (Indonesia, appy Salma dan Gatot Subroto, 2016), Sang Penari (Indonesia, Ifa Isfansyah, 2011), In His Shoes (UAE, Agnieszka Rudnicka, 2015) dan Barbara (Perancis, Mathieu Amalric, 2017).
Adapun program ini didukung oleh Salto Films, Indian Cultural Centre Bali dan Konsulat Jenderal India di Denpasar, Pusat Kebudayaan Prancis Institut Français d’Indonésie, Alliance Française Bali, Gooshiworld Productions dan Udayana Science Club.
Sebagaimana sebelumnya, program Sinema Bentara kali ini masih mengedepankan konsep misbar, suasana nonton film bersama yang guyub, hangat dan akrab dengan layar lebar. Turut memeriahkan acara ini ada pula Pasar Kreatif Misbar serta penampilan musik oleh kelompok anak muda kreatif di Bali, yakni Athena Accoustic dan Stargazing Accoustic.
Pada hari kedua secara khusus digelar pula diskusi sinema bersama sutradara film In His Shoes, Agnieszka Rudnicka. Selain sebagai sutradara, Agnieszka Rudnicka juga fotografer, jurnalis foto, dan seniman asal Polandia.
Pemenang Award of Merit di Festival Film Los Angeles Hollywood (2010) ini juga menjadi finalis kompetisi foto Internasional Hamdan Bin Mohammed Bin Rashid Al Maktoum (HIPA) (2013), finalis best documentary film di Hollywood Film Festival (2015).
Film terkininya, In His Shoes telah diputar pada Cannes Film Festival SFC dan Hollywood Film Festival, merupakan salah satu dari lima film dokumenter terbaik kategori “Image and Justice”.
Dalam diskusi ia mengetengahkan bahwa film dokumenter pendeknya, In His Shoes, dikerjakan selama satu tahun. Kala itu, ia bekerja pada pemerintah di UAE sebagai seorang psikolog, therapist, khususnya bagi anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental seperti autis dan tunagrahita.
“Saya ingin berbagi cerita kepada orang-orang yang lebih banyak, termasuk memberikan kesadaran baru bagi masyarakat tentang anak dengan kasus keterbelakangan intelektual,“ ungkapnya.
Agnieszka telah melakukan perjalanan lintas benua ke tempat-tempat terpencil di Asia Tengah, Timur dan Tenggara, Timur Tengah dan Amerika Selatan guna mengembangkan penelitian fotografinya maupun membuat film dokumenter. Ia ingin membagikan kisah inspiratif dan menarik kepada publik yang lebih luas.
Fokus utamanya adalah masyarakat adat (indigenous people). Menurutnya, masyarakat adat ini memiliki pengetahuan lokal yang luar biasa untuk bertahan hidup dan itu merupakan hal yang utama, kini di berbagai kota/ daerah urban, sudah banyak ditinggalkan. [b]