Nengah Putu sedang memantau proses pembuatan arak di rumahnya. Foto oleh: Risky dan Sepi
Penulis: Ketut Sepi dan I Gede Riski Ariawan
Sepanjang jalan Desa Sukadana dikelilingi oleh pepohonan lontar yang menjulang tinggi. Sejauh mata memandang, kanan dan kiri jalan penuh dengan pohon lontar. Ternyata pohon lontar ini diolah menjadi beragam produk yang memiliki nilai jual, salah satunya adalah arak. Arak terkenal sebagai salah satu minuman beralkohol khas Bali.
Arak lontar menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi warga Desa Sukadana. Nengah Putu merupakan salah satu pembuat arak lontar dari Desa Adat Munduksari. Bagian yang diambil dari pohon lontar untuk pembuatan arak adalah air pohonnya. Air pohon lontar diambil dengan cara meletakkan tempat penampung air di pucuk pohon lontar. Biasanya, air dari pohon lontar akan banyak menetes ketika bulan Juni dan Juli.
Air pohon lontar sebelum proses fermentasi. Foto oleh: Risky dan Sepi
Nengah Putu menjelaskan bahwa ia harus mendiamkan wadah tersebut selama semalaman untuk menampung air yang menetes. Air tersebut kemudian difermentasi selama tiga hari. Setelah tiga hari, air yang telah difermentasi akan dimasak selama tujuh jam. Proses ini disebut penyulingan untuk mengambil uap air. Uap air inilah yang kemudian menghasilkan air arak.
Modal yang dikeluarkan dalam pembuatan arak tersebut berkisar kurang lebih Rp70 ribu, dengan rincian Rp50 ribu untuk air lontar dan Rp22 ribu untuk gas LPG. Dalam sehari, Nengah Putu menghasilkan lima botol arak yang dijual seharga Rp16 ribu per botolnya.
Sayangnya, Nengah Putu hanya memasarkan arak tersebut di sekitaran desa. Ia tidak memiliki akses untuk menjual arak tersebut di luar daerah. Jika dihitung berdasarkan modal yang disampaikan Nengah Putu untuk pembuatan arak, ia hanya bisa mendapatkan laba Rp10 ribu. Penjualan arak tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
“Kalau yang lainnya kayak beli sepeda motor itu aduh nggak bisa karena ini uangnya kan dikit dapat,” tutur Nengah Putu ketika ditemui di kediamannya. Meski memiliki potensi dan nilai jual, sangat disayangkan pemasaran arak lontar dari Desa Adat Munduksari tidak diluaskan dan hanya sekadar dipasarkan di sekitar desa tersebut.