Melawan lupa! 30 September 2022, malam itu aku melihat salah satu postingan di akun Instagram @agungalitfairtrade, disana beliau berbagi kisah mendiang sang ayah dengan latar belakang peristiwa genosida 65 di Bali.
Untuk mengenang hal itu, beliau membangun sebuah taman. Taman 65 namanya, dalam caption-nya ia berkata “Taman 65 kami bangun di atas lahan bekas rumah Ayah. Rumah kecil di Desa Adat Kesiman, tempat Ayah lahir, tumbuh, berkembang hingga bercengkrama dengan buku untuk meraih cita-cita menjadi guru”. Taman 65 menjadi rumah sekaligus wadah untuk bertegur sapa, juga sebagai pengingat agar peristiwa sejarah yang tejadi pada rentang tahun 65-66 di Bali tidak menguap dan hilang begitu saja.
Rasa penasaranku tidak berhenti sampai di sana, malam itu juga aku langsung mencari tahu tentang komunitas Taman 65. Kanal Youtube Taman 65 menjadi tempat berlabuh selanjutnya. Aku menghabiskan malam itu dengan menonton semua video, salah satunya adalah film Sekeping Kenangan. Kemana saja aku selama ini? tanyaku dengan rasa sesak di dada setelah menonton film dokumenter itu.
20 tahun aku hidup, telat kusadari ternyata peristiwa 65 memakan puluhan ribu korban jiwa di Bali. Tak pernah dituangkan dalam buku-buku sejarah di sekolah, mungkin karena sejarah selalu ditulis oleh para pemenang?
Film dengan durasi kurang lebih sekitar 50 menit itu berhasil membuka lebar mata ku tentang peristiwa kelam yang pernah terjadi di tanah Pulau Dewata. Komunitas Taman 65 melalui film ini mencoba untuk merekam serpihan-serpihan ingatan mereka yang pernah dipenjarakan. Sekeping Kenangan, merekam dengan indah setiap percakapan bersama para eks “Tapol” (Tahanan politik) pada masa itu.
Mereka (Para tahanan politik) dimasukan ke dalam bui secara paksa tanpa mendapat pengadilan yang layak. Dalam percakapan itu, selain memori pilu yang mereka ingat, lagu-lagu yang sering mereka nyanyikan ketika di pejara juga selalu muncul dalam ingatannya yang mulai memudar. Terdapat enam lagu yang berhasil ditelusuri, kemudian dibuatkan sebuah album yang bertajuk Prison Songs (Nyanyian yang dibungkam).
Sebagian besar dari lagu-lagu yang tertuang dalam film itu berkisah tentang keluarga yang ditinggalkan, istri, anak, dan segala bentuk ketidak pastian yang melanda. Setiap lagu memiliki makna dan ceritanya tersendiri. Tini dan Yanti menjadi lagu favoritku, diciptakan oleh Bapak Ida Bagus Santoso. Lagu itu sebenarnya adalah curhatan hati beliau yang ditulis di dinding tembok penjara untuk Tini Sang Istri dan anaknya yang masih di dalam kandungan yang beliau bayangkan bernama Yanti. Untungnya tulisan itu berhasil dilihat oleh Pak Amir yang kemudian menggubah dan menjadikannya sebagai lagu.
Tini dan Yanti
Kepergianku
Buat kehadiran di hari esok
Yang gemilang
Jangan kecewa
Meski derita menantang
Itu adalah mulia
Tiada bingkisan
Hanya kecintaan
Akan kebebasan mendatang
La historia me absolvera
La historia me absolvera (sejarah akan membebaskanku) seperti arti dari lirik lagu itu, begitulah harapan yang terbesit dalam benak para korban.
Film sekeping Kenangan berhasil dibingkai dengan indah oleh Hadhi Kusuma dan kawan-kawan Taman 65. Gaya bertutur yang sederhana dan apa adanya membuat film ini sarat akan makna dan berasa begitu magis, terlebih saat para penyintas menceritakan masa lalunya ketika masih mendekam di sel tahanan Pekambingan. Film ini layak untuk ditonton agar pemahaman dan sudut pandang kita tentang peristiwa 65 tidak hanya sebatas pada film yang dibuat oleh yang berkuasa.