Pagi selepas menyusuri lapangan Bajra Sandhi untuk mengeluarkan keringat, tiba-tiba kepikiran ke Pantai Matahari Terbit untuk bersantai ria. Selama perjalanan ragu-ragu, apa bakalan macet ya di by pas atau malah lenggang.
Sesampai lampu merah yang rawan macet itu, saya sudah mewanti-wanti ini terjadi mengingat beberapa kali ada perbaikan jalan sehingga menghambat perjalanan. Nah, betul saja macet betulll baru belok saja macet gimana jalan uhhh…..
Dengan kesabaran dan rasa haus, memilih untuk melanjutkan perjalanan hingga pantai Matahari Terbit yang sayangnya harus putar balik dengan jarak yang cukup jauh dari jalan karena banyak sekali mobil-mobil dengan muatan satu dua orang di dalamnya ikut mengantri sehingga untuk mengambil jalur kanan untuk belok pun tidak ada ruang sama sekali.
Dalam hati sudah geram, mengapa menggunakan mobil jika tidak membawa muatan yang banyak. Mengapa tidak menggunakan transportasi publik atau paling tidak motor gitu uhhh
Melihat kemacetan ini, jadi teringat beberapa postingan di medsos mengenai kemacetan di sanur dan yang saya fokuskan bukan deretan motor, mobil ataupun kendaraan besar lainnya tetapi celotehan dari warganet, kurang lebih isinya begini….
“Buset, banyak amat ta motor berhenti tidak pada tempatnya,” ujar salah satu warganet pada akun instagram @balebengong.
‘Uyak macet,” ujar warganet lainnya.
Sepintas di kepala memikirkan keadaan Sanur saat saya masih kecil dulu yang lenggang, udaranya masih segar dan tidak dipenuhi oleh kotornya debu ataupun deringnya klakson kendaraan.
Kembalikan Sanur yang dulu….
Inilah kondisi Pantai Matahari Terbit belakangan ini. Sesak, dipenuhi oleh banyaknya mobil-mobil yang berlalu-lalang tanpa tujuan hingga berhenti di badan jalan yang tidak seberapa itu. Kondisi Sanur yang berdekatan dengan pelabuhan mengakibatkan banyak oknum-oknum yang memanfaatkan hal itu untuk mencari pundi-pundi rupiah. Seperti halnya, banyak mobil atau tour guide yang menggunakan plat luar Bali entah sudah berizin atau tidak.
Berdiri mengamati kendaraan lalu-lalang membuat saya bertanya-tanya, lahan parkir itu milik siapa ya? Mobil-mobil kok bebas masuk dan menginap di sana ya? Sudah berizin atau tidak ya? Apa ada yang menjaga saat kendaraan tersebut dititipkan berhari-hari? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang saya pikirkan saat melihat banyaknya wisatawan yang diturunkan atau menitipkan kendaraannya.
Hingga saat tengah mengamati lahan parkir dan padatnya daerah itu, saya dihampiri oleh warga.
“Kamu liat parkir itu? Itu lahan parkir milik pribadi tapi dimanfaatkan untuk tempat parkir dan kadang sampai menginap,” ujar salah satu warga yang sedang bertugas.
Warga tersebut bercerita bahwa belakangan ini Sanur dan sekitarnya semakin padat, bahkan jalur pantai Matahari Terbit dipenuhi oleh wisatawan asing maupun lokal yang entah menggunakan kendaraan yang dibawanya dari daerah asal atau menggunakan jasa rental sehingga tak jarang akan menemukan kendaraan dengan plat yang beragam.
Berdiam lama di sana membuat saya teringat salah satu lagu Nosstress yang berisikan kritikan terhadap kondisi lingkungan Bali yang semakin tidak ramah ataupun nyaman, lagu tersebut berisikan ajakan untuk pendengarnya untuk menjaga agar lingkungan tetap nyaman dan tenang.
Kalau kata Nostress, “Bali aku pergi sebentar ya, pergi dari jalanmu yang mulai macet, mulai nggak nyaman.”
situs mahjong