
Sebelum pandemi, salah satu penggerak terbesar ekonomi Bali adalah para wisman dari Australia.
Namun, seberapa kenalkah kita pada negara tetangga di selatan itu? Pada 18 Juni 2021 lalu, Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) kembali hadir tetapi dengan format daring mengingat kita masih berada di tengah pandemi.
Film pembuka FSAI 2021 adalah The Furnace. Ia mengisahkan pertemuan seorang penuntun unta asal Afghanistan, Hanif (Ahmed Malek). Dia berada di Australia Barat di pengujung abad ke-19 dengan Mal (David Wenham), seorang pria kulit putih yang terluka dan membawa emas curian dengan simbol mahkota Ratu Inggris pada batangnya. Mereka sepakat untuk melakukan perjalanan bersama ke Kalgoorlie untuk bertemu dengan Jimmy yang memiliki peralatan pelebur emas agar tidak dicurigai oleh aparat berwenang.
The Furnace jelas merupakan film bergenre Western, tetapi latar Australia di era kolonial mengaburkan siapa yang baik dan siapa yang jahat. Ya, Mal adalah seorang buronan karena dia mencuri emas tetapi apakah aparat penegak hukum Australia Barat adalah orang-orang yang baik?
Aparat penegak hukum (sepanjang film, istilah ‘polisi’ sama sekali tidak digunakan) bertindak untuk kepentingan Ratu di Inggris. Inggris sendiri menjadikan Australia sebagai koloni dan menjarah sumber daya alamnya serta membunuh penduduk Aborigin demi kemakmuran kaum mereka sendiri.
Pertanyaannya sekarang, apakah emas curian bersimbol mahkota Ratu Inggris benar-benar milik Ratu Inggris? Ataukah sebenarnya itu emas yang dicuri orang-orang yang mewakili Ratu Inggris dari suku Aborigin yang memiliki dan menghuni tanah di mana emas tersebut ditemukan?

Hanif bisa berada di Australia karena kampung halamannya, Afghanistan, berada di bawah jajahan Inggris kala itu. Begitu pula dengan orang-orang keturunan India seperti kawan Hanif, Jundah. Mereka di sana untuk membantu orang-orang kulit putih tetapi tidak dianggap setara karena mereka melakukan pekerjaan yang tidak ingin dilakukan oleh orang-orang kulit putih dan dianggap terlalu rendah.
Pendekatan mereka terhadap orang-orang Aborigin pun berbeda dibandingkan orang-orang kulit putih. Hanif, misalnya, mempelajari bahasa suku setempat dan menjalin persahabatan dengan suku tersebut. Perbedaan pendekatan inilah yang membuat nama-nama Afghan dan Sikh masih digunakan oleh beberapa suku Aborigin untuk menamakan anak mereka.
Meski film Western kerap didominasi oleh laki-laki, ada dobrakan feminis dalam The Furnace. Tokoh Jimmy ternyata adalah seorang wanita yang sebetulnya bernama Zhang Mei (kemungkinan Mal salah dengar namanya). Dia adalah pemimpin kelompok Tionghoa yang berada di pedalaman gurun dekat Kalgoorlie. Kaum Tionghoa sendiri sudah berada di Australia untuk memperbaiki nasib saat Demam Emas melanda Australia di abad ke-19 dan seperti kaum Afghan dan India, mereka tidak diperlakukan secara setara oleh kaum kulit putih.
Dapat dikatakan bahwa sejak masih menjadi koloni, Australia bukanlah entitas homogen kulit putih, tetapi negeri yang multikultur.
FSAI 2021 masih akan memutar film-film lainnya dari Australia maupun Indonesia hingga 27 Juni 2021 secara gratis. The Furnace juga akan kembali tayang pada 27 Juni 2021 pukul 14.00 WITA.
Sembari menunggu wisman asal Australia kembali berlibur di Bali, tidak ada salahnya kita mengenal budaya dan sejarah mereka lewat film-film Australia. [b]
situs mahjong