Teks Anton Muhajir, Foto Luh De Suriyani
Makan siang Selasa (06/10) kemarin benar-benar sempurna. Menunya nasi putih dengan lauk ikan mujahir goreng dan kuah basa genep berisi daging ayam kampung. Sayurnya plecing kacang panjang. Ikan mujahir gorengnya yang gurih dan kriuk-kriuk benar-benar dahsyat. Saya sampai makan tiga potong ikan mujahir berwarna kecoklatan karena digoreng kering ini.
Namun bagian paling enak dari menu kemarin adalah suasana dan lokasinya. Suhu dingin, berkisar belasan derajat, dengan kabut tipis membuat makanan yang tersaji hangat itu terasa sangat nikmat. Lalu kami menikmati menu itu di tepi tebing. Ada ngarai di bawah kami dan tebing lain di seberang ngarai tersebut. Pohon dan perdu menghijau di sekeliling.
Agak jauh di sisi barat laut, kami melihat deretan pegunungan Batur yang membentuk grafik naik turun. Di sisi timur, kami bisa melihat puncak Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali.
Kami berada di Ashram Landih. Lokasinya di Desa Landih Kecamatan Kintamani, berjarak sekitar 15 km di utara kota Bangli.
Dari Denpasar kami perlu waktu sekitar 1,5 jam ke arah Kintamani melewati kota Bangli. Setelah jalan raya Bangli – Kintamani, belok ke kanan ketika ada papan nama Pasar Bulan Palapa di kiri jalan. Setelah itu kami melewati jalan naik turun sampai ketemu pasar. Dari pasar ini ada papan petunjuk ke arah ashram di kiri jalan pertigaan kecil.
Ashram, sebenarnya, adalah tempat orang untuk belajar tentang agama. Tapi di beberapa tempat di Bali, ashram juga bisa jadi tempat liburan. Begitu pula dengan Ashram Landih. Di ashram ini terdapat beberapa kamar ataupun vila yang disewakan untuk umum. Tak hanya untuk keperluan spiritual seperti yoga tapi juga untuk bekerja dan liburan.
Sekitar sebulan lalu, saya sudah ke tempat ini bareng beberapa teman blogger seperti Saylow dan Gus Tulank. Jalan-jalan akhir pekan itu asik banget. Selain karena tempatnya juga karena dikasih gratis sama yang punya berkat rayuan maut Saylow. ? Sayangnya kurang maksimal karena waktunya agak singkat: kami datang sekitar pukul 7.30 malam dan balik pukul 11an. Juga karena saya pas lagi puasa jadi hanya bisa ikut menikmati makan malam.
Nah, untuk kunjungan sambil bekerja kali ini lebih leluasa. Saya datang bersama teman-teman dari kantor tempat kerja part time, VECO Indonesia. Agendanya pertemuan enam bulanan kantor sambil outbond. Waktunya dua hari satu malam.
Selain waktu yang lebih lama, pelayanannya juga lebih sempurna. Maklumlah, kali ini kami bayar untuk menikmati layanan tersebut.
Ashram Landih ini milik pengusaha Hartawijaya dan Laksmini. Keduanya memiliki lahan seluas total 15 hektar di kawasan ini. Ashram sendiri menempati “hanya” tiga hektar dari total 15 hektar area mereka.
Di ashram ini terdapat beberapa bangunan seperti vila. Tiap vila atau cottages ini punya nama sendiri-sendiri seperti Bale Landep dan Bale Tumpang. Bale dengan 2-3 kamar ini disewakan sekitar Rp 1 juta per malam. Selain itu ada pula kamar-kamar berderet di satu bale yang disewakan Rp 250 ribu per kamar per malam. Kalau makan, selain sarapan, masih tambah Rp 25 ribu per orang.
Total ada 18 kamar di Ashram Landih dengan dua bungalow dan satu vila. Selain itu ada pula beberapa bale lain yang bisa dipakai untuk meditasi atau pertemuan. Pada agenda kantor kali ini misalnya kami menggunakan salah satu bale sebagai ruang pertemuan. Suasananya asik karena rapat tentang kantor tapi sambil menikmati cuaca dingin dan kabut putih berarak di sekitar bale ini.
Banyak areal luas di ashram yang bisa dipakai untuk outbond pula. Pada akhir agenda kantor misalnya kami mengadakan permainan untuk melatih kerja sama tim. Kegiatan ini dilakukan di lapangan rumput ashram sampe puas.
Di dua tempat ada pula ayunan yang bisa dipake mainan anak-anak atau mereka yang sekadar ingin mengenang masa kecil kurang bahagia. :p
Selain itu ada satu rumah pohon berukuran sekitar 3×3 meter persegi yang menempel di pohon setinggi sekitar 2 meter. Bangunan ini berada di sisi timur ashram. Ada pula tempat untuk membuat api unggun, lengkap dengan kursi dari potongan kayu mengelilingi titik untuk membakar kayu. Kami menggunakannya sambil menghangatkan badan malam-malam.
Salah satu bagian paling menarik dari ashram ini adalah bale di bagian utara ashram. Selain menyediakan alat-alat musik seperti rindik dan gamelan, bale ini juga dihiasi foto-foto tua para pejuang Bali pada masa Revolusi tahun 1940an. Ada foto I Gusti Ngurah Rai, pejuang Bali yang sudah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Ada pula para pejuang ketika bertemu dengan Presiden Soekarno di Istana Negara.
Bagian paling menarik bagi saya adalah foto-foto pejuang pada masa Revolusi Kemerdekaan itu saat para perjuang berada di medan perjuangan. Ketika pertama kali melihat foto pejuang yang lagi nenteng senapan itu, saya sempat mikir, “Kok ya mereka ini sempat-sempatnya berfoto ria di tengah zaman perjuangan. Ternyata para pejuang zaman itu sudah narsis juga.” Hehe..
Di antara para pejuang itu, ada satu wajah yang agak berbeda. Tubuh jangkungnya terlihat menonjol di antara pejuang lainnya. Wajahnya juga terlihat agak indo dengan kulit lebih terang dibanding lainnya.
Menurut Hartawijaya, pemilik ashram ini, pejuang tersebut memang indo. Bapaknya orang Israel, ibunya orang Bali. Orang Israel tersebut salah satu pedagang kopi di Singaraja yang menikah dengan perempuan Bali sebelum kemudian kembali ke negaranya. Anaknya malah jadi salah satu pejuang.
Jadi kalau jalan-jalan ke sini, kita tak hanya bisa menikmati suasana dan makanan yang mak nyus. Kita juga bisa tahu tentang sejarah perjuangan di Bali. Ternyata keturunan Israel pun turut serta dalam perjuangan memerdekakan Indonesia. Ini penggalan sejarah perjuangan di Bali, atau bahkan Indonesia yang sepertinya belum banyak ditulis. [b]