Menikmati keindahan pulau Bali bukan melulu di pantai.
Mengejar matahari terbit di Desa Pinggan bisa menjadi pilihan menikmati keindahan alam Bali. Bukan hanya berjemur di bawah terik matahari pantai Pandawa atau menikmati senja di tengah keramaian pantai Kuta.
Merasakan sensasi mengejar matahari terbit di Desa Pinggan bisa jadi pilihan tepat untuk mencari ketenangan di akhir pekan saat lelah dengan rutinitas harian.
Hari itu Sabtu (15/4), saya bersama dua kawan lain sepakat mengisi hari libur perkuliahan saat itu dengan berburu matahari terbit di Desa Pinggan, Kintamani.
Di antara kami sebelumnya belum pernah ada yang ke sana. Dengan demikian kami mempersiapkan segalanya sebaik mungkin. Mulai dari informasi mengenai Desa Pinggan, bagaimana rute menuju ke sana, perkiraan waktu tempuh, kondisi jalan, hingga prediksi suhu dan cuaca Kintamani.
Kami berangkat pukul tiga dini hari dari Singaraja. Jalanan kota saat itu masih begitu lengang. Hanya beberapa kendaraan motor terlihat lalu lalang.
Setelah hampir satu setengah jam berkendara ke timur lalu ke selatan, akhirnya memasuki wilayah Kintamani. Kanan kiri hanya ada hutan dan sesekali berjumpa rumah-rumah warga dengan jarak agak berjauhan.
Kami disambut dengan kabut tebal, hawa dingin dan jalanan agak licin. Hawa dingin menjelang pagi itu cukup membuat badan kami yang dibungkus jaket seadanya menggigil.
Tiga puluh menit kemudian kami tiba di Pura Puncak Penulisan. Jalan di selatan Pura Puncak Penulisan adalah jalan menuju Desa Pinggan yang akan kami tuju. Kami berbelok dan melanjutkan perjalanan.
Medan jalan menuju Desa Pinggan naik turun, penuh kerikil dan berliku-liku. Kami melaju dengan pelan-pelan.
Lima belas menit kemudian kami sampai di Desa Pinggan. Setelah lebih dari dua jam perjalanan akhirnya tiba juga.
Lokasi untuk menunggu matahari terbit berada di bukit Cinta. Bukit Cinta terletak di selatan jalan utama menuju Desa Pinggan. Tidak ada penanda apa-apa di sana. Hanya ada beberapa meter lahan kosong untuk parkir dan jalan setapak.
Desa Pinggan berada di lembah gunung Batur. Desa Pinggan juga merupakan kawasan yang berada di dataran tinggi Kintamani. Dengan demikian kami tidak perlu lagi mendaki untuk menuju lokasi menikmati sunrise tersebut. Hanya perlu berjalan barang dua menit menyusuri jalan setapak.
Saat tiba di sana suasana saat itu masih cukup gelap. Dari atas bukit terlihat areal perkampungan warga dengan lampu-lampu menyala megintip dari balik tebalnya kabut.
Di atas langit yang gelap terlihat bulan dan bintang. Ini artinya langit sedang cerah. Kami beristirahat sejenak, menikmati pemandangan tersebut sembari menyantap bekal yang sudah dipersiapkan.
Sekitar pukul setengah enam semburat kuning keemasan di ufuk timur mulai nampak. Langit mulai membiru.
Tak berapa lama kemudian matahari perlahan menampakkan diri. Sinarnya dengan ramah menyapa kembali penghuni bumi.
Hijau hamparan tanaman ladang di bawah bukit yang tadinya diselimuti kabut mulai tersibak. Siluet tiga gunung; Gunung Batur, Gunung Agung, dan Gunung Ambang terlihat cukup jelas.
Tak ingin melewatkan momen tersebut begitu saja, dengan segera kami mengabadikan landskap yang menawan itu.
“Buat nambah feed di instagam,” ujar Afif, salah satu kawan yang ikut.
Tak lupa kami bergantian berfoto dengan background hamparan pemandangan itu. Puas berfoto kami memandangi dengan detail pemandangan pagi itu. Agar terekam dengan jelas di benak masing-masing.
Pukul setengah delapan semburat kuning keemasan habis berganti terik matahari. Ketenangan yang kami cari sudah kami dapatkan dan kami kantongi sendiri-sendiri. [b]