Teks Putu Adi Susanta, Foto Flickr
The Living End, grup band beraliran Rockabilly dari Australia sukses mengguncang Kuta Sabtu malam pekan lalu.
Lalu lintas jalan by pass Ngurah Rai Kuta-Tuban terutama di depan Boshe VVIP Club Bali mendadak macet. Pasalnya band rockabilly tersohor sejagad raya The Living End tampil mengguncang panggung club malam yang baru berdiri kurang dari enam bulan ini.
Band Trio asal kota Melbourne, negara bagian Victoria, Australia ini tampil bersama The SIGIT, band Rock asal Bandung, dan Superman Is Dead, band Punk Rock lokal Bali yang telah sukses go nasional dan menjadi kebanggaan rakyat Bali.
The Living End malam itu tampil lengkap. Chris Cheney Gitar Vocal, Scott Owen Standing Bass Backing Vocal, dan Andy Strachan Drums Backing Vocal, tak henti-henti mengoyang pengunjung yang memadati arena.
Tampil penuh energi selama kurang lebih 1,5 jam The Living End total membawakan lebih dari 15 lagu. Lagu Roll On, Uncle Harry, Prisoner of Society, All Torn Down, Who’s Gonna Save Us, West End riot, Second Solution hingga What’s On Your Radio mengalir lancar. Mereka juga menyanyikan tembang lain termasuk juga satu tembang baru yang belum rilis. Chris mengatakan tembang ini sebagai hadiah untuk seluruh penonton yang telah membuat suasana konser tampak meriah dan semangat.
Selain The Living End, The SIGIT juga unjuk gigi tampil diurutan kedua setelah Superman Is Dead. Penampilan band rock asal Bandung ini cukup memanaskan suasana terutama atraksi sang gitaris diakhir acara yang menyayat gitarnya ke bibir panggung sehingga menghasilkan suara sedemikian rupa. Lalu, dia mengakhirinya dengan membuang begitu saja dawai senar enam itu. Aplause penonton membahana diselingi riuh teriakan bak kesetanan.
Lain lagi atraksi sang vokalis yang berguling-guling saat mencabik senar serta sempat terjun dari panggung atas ke bawah sembari jari masih memainkan melodi, membuat animo penonton semakin panas. Gahar, Kang!
Konser sendiri dibuka oleh penampilan Superman Is Dead pukul 20.00 tepat. Saya sendiri telat 30 menit sehingga tidak sempat menonton aksi SID dari awal. Ketika saya datang Jerinx sedang berakustik solo memainkan lagu Lady Rose. “Jika Kami Bersama” dimainkan Bobby Cool Cs sebagai tembang pamungkas mengakhiri penampilan mereka selama satu jam.
Menonton ketiga band ini ibarat memuaskaan nafsu menonton konser musik selama setahun. Cukup sekali menonton cukup sudah tidak menonton konser lagi selama setahun. Lebay? Bolehlah dibilang begitu, yang jelas permainan ketiga band ini betul-betul prima, rapi, bersih dan sangat gahar. Betul-betul ultimate stress release. [b]
wah, tulisannya keren bli. tp foto yg dipake kok gak foto yg di Boshe?
Kebetulan saya suka dengan semua pengisi acara tersebut diatas… Sejak SMP (10 tahun yg lalu) saya sudah mendengar lagu2 dari The Living End, SID, dan SIGIT (nyusul)… Memang mantap top markotop pokoknya…