Bosan berwisata di Bali Selatan?
Maka, berwisatalah ke Bali Barat. Jembrana, kabupaten paling barat di Bali memiliki banyak tempat wisata. Salah satu yang terbaru adalah wisata air di Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan. Lokasinya sekitar 2 jam perjalanan dari Denpasar.
Impian Gede Sudarma menyulap muara sungai (bene) Desa Gumbrih, Jembrana menjadi obyek wisata perahu (jukung) tradisional akhirnya terwujud.
Pada hari purnama kemarin, seluruh sarana dan fasilitas diupacarai secara Hindu. Sore itu cuaca sangat cerah. Ibu-ibu berpakaian adat madya dari sekehe (kelompok) jukung sibuk mempersiapan jajanan tradisional untuk disajikan kepada pejabat daerah, camat, serta undangan lainnya yang hadir dalam peresmian Obyek Wisata Tirta Lestari.
Kelompok laki-laki tidak kalah sibuk. Mereka mengutak-atik perangkat jukung yang akan ditumpangi bupati ketika acara peresmian berlangsung. Beberapa masyarakat juga mencoba merasakan serunya naik jukung berkeliling muara sungai. Undangan yang hadir terlihat tidak sabar dan penasaran untuk menikmati serunya berkeliling menyusuri muara.
“Mumpung masih gratis,” kata seorang bocah SMP yang mengaku memperoleh informasi Wisata Air ini dari gurunya.
Sesuai surat sambutan yang diketik dua halaman disebutkan bahwa Bupati dan Wakil Bupati selaku tamu kehormatan akan turut hadir dalam acara peresmian. Seluruh acara diatur panitia sedemikian rupa agar semua berlangsung lancar dan aman. Tak ketinggalan, sejumlah mahasiswa dari Universitas Udayana yang kebetulan melakukan KKN di desa Gumbrih juga hadir.
Alunanan musik tradisional jegog khas Jembrana terus membahana dari pengeras suara yang diikatkan pada pohon menghadap ke arah laut. Satu persatu tamu undangan datang menggunakan kendaraan roda empat ataupun roda dua. Ada yang berplat merah dan ada pula yang menggunakan kendaraan pribadi. Beberapa perwakilan dari pengusaha vila juga hadir sambil membawa turis asing.
Kehadiran para pedagang bermotor pun silih berganti datang memanfaatkan momen tersebut untuk mencari untung. Lahan kosong yang dulunya akan dijadikan pasar hewan kini serentak ramai.
Tidak jauh dari lokasi, sejumlah polisi berpakaian rompi hijau kontras tengah bersiaga mengatur jalur lintasan Denpasar – Gilimanuk. Mereka mengamankan pengunjung yang menyeberang jalan. Hal ini membuat beberapa pengguna jalan terkecoh. Mereka menyangka ada razia gabungan. Tak sedikit pengendara yang berbalik arah. Bahkan ada yang sengaja kembali ke rumahnya untuk mengambil helm.
Matahari semakin sejuk. Salah seorang warga membawa informasi dari panitia. Bupati beserta wakilnya batal hadir lantaran masih menghadiri kegiatan di Pura Jagadnatha, Jembrana. Gede Sudarma yang sedianya akan membacakan sambutan terlihat kelimpungan sembari moncorat-coret surat sambutan yang akan dibacakannya dalam sampul putih. Petugas MC pun demikian, mencoret serta mengganti yang tidak perlu dibaca.
Lantunan jegog mendadak terhenti. Suara merdu dari seorang perempuan terdengar sesaat setelah mobil Avanza warna “tasak mangis“ memasuki tempat kegiatan. Dari dalam mobil keluar Camat Pekutatan menggunakan busana ke pura.
Di hadapan perwakilan pejabat Pemkab, Camat Pekutatan, Kapolsek Pekutatan, Kepala Desa Gumbrih, mahasiswa dan masyarakat, Gede Sudarma membacakan sambutannya.
“Latar belakang terwujudnya kelompok ini berawal dari sebuah gagasan. Bahwasannya sungai yang selama ini nyaris tak terurus, jika dikelola dengan sumber daya manusia dapat memberikan suatu berkah kepada lingkungan masyarakat. Maka terbentuklah kelompok dengan beranggotakan 36 orang. Dengan swadaya mengumpulkan sumber dana melalui iuran terkumpulah dana Rp 15 juta yang selanjutnya dijadikan modal membeli jukung tradisional sebanyak lima buah,“ kurang lebih seperti itulah dikatakannya dalam pidato sambutan.
Ramboo
Usai sambutan, kami pun naik jukung sambil mengarungi muara sungai. Air relatif tenang, sepi, dan bersih dari sampah plastik. Saya terbawa sensasi dalam sebuah tayangan film Ramboo yang mengambil syuting di sungai Mekong, Vietnam. Alur sungai yang berkelok dan jenis tanaman di kawasan lingkungan ini sangat menakjubkan.
Panjang trek yang dilalui oleh pengunjung jukung panjangnya sekitar 1,5 Km. Menggunakan jukung bermesin membutuhkan waktu rata-rata 20 menit sampai kembali ke tempat semula. Sepanjang perjalanan pengunjung akan melihat tanaman buyuk, tanaman waru, ladang kelapa milik warga. Selain itu dikawasan lingkungan tak jarang muncul beberapa hewan, seperti burung, biawak, ikan air payau, dan ular.
Jika ingin suasana lebih hening dan romantik, pengunjung dapat menyewa jukung tanpa mesin berukuran kecil. Yang bisa didengar hanyalah suara air dari gerak dayung perahu. Suasana seperti ini biasanya akan terasa lengkap sambil ditemani kicauan burung yang terbang bebas. Dan, jangan kaget, sepanjang alur yang dilintasi kerap kali menemui orang memancing ikan dari balik rerimbunan. Beberapa dari mereka akan menyapa anda dengan senyuman atau lambaian tangan.
Muara sungai ini merupakan kawasan sungai yang cukup dalam. Dia memiliki bagian hulu dari Desa Pangyangan sampai berujung mentok tepat berbatasan dengan laut yang terhalang gundukan pasir tebal berwarna hitam. Dengan demikian airnya selalu tenang dan tak berarus. Bagi yang tidak menguasai renang tidak usah khawatir, karena pihak penyelenggara menyediakan jaket pelampung sebanyak 10 biji bantuan dari dinas kelautan, Kabupaten Jembrana.
Untuk dapat menikmati wahana ini, pengunjung akan dilayani kapan saja dan buka setiap hari. Karena dua orang akan di tugaskan secara bergantian untuk selalu stand bye di tempat lokasi.
Anda berminat untuk mencoba sensasi berlayar menggunakan jukung mengarungi lautan luas? Siapkan saja kocek Rp 5.000 per orang. Karena pihak penyelenggara masih memberlakukan harga promo. Sebagai pusat layanan informasi dapat menghubungi ke nomor hotline 085 739 936 313. [b]
jadi, ini rutenya ke arah laut atau di sungai yg di dalam hutan? sepertinya asyik kalau sekali2 nyoba ke sana. tapi kamu jd pemandunya ya, ka. 🙂
boleh bos, asal pengunjungnya menguasaai renang…karena jika saya sbg guide, tidak punya tehnik dasr renang, hanya gaya bebas, sebebas bebasnya 🙂