Pembangunan bisa memusnahkan ekosistem laut dan mengubah.
Komisi III DPRD Provinsi Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pembangunan Jalan Di atas Perairan (JDP) Senin kemarin. Sidak dipimpin Sekretaris Komisi III I GM Suryantha Putra bersama anggota komisi III. Hadir pula Dinas Kehutanan Provinsi Bali, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Dinas Pekerjaan Umum, PU dan WALHI Bali.
Pembangunan jalan tol di atas air ini akan menghubungkan Denpasar dengan Nusa Dua maupun Bandara Ngurah Rai. Saat ini pembangunan sudah mulai dilaksanakan di dekat Pelabuhan Beno maupun di dekat Bandara Ngurah Rai Bali.
Dalam sidak lapangan, I GM Suryantha Putra menanyakan dasar pertimbangan pelaksana proyek yang melakukan pengurugan dalam konstruksi pembangunan JDP. Pelaksana proyek diwakili Humas PT Jasa Marga. ”Pengurugan adalah jalan satu-satunya untuk mempercepat proses pembangunan ini karena tidak memungkinkan menggunakan kapal ponton dengan ketinggian air maksimal 1,2 meter dan waktu singkat,” ujar Drajad Hari Suseno, Humas PT Jasa Marga.
Drajad mengakui bahwa pembangunan JDP ini seharusnya menggunakan tiang pancang, bukan pengurugan. ”Memang pembangunan JDP seharusnya menggunakan tiang pancang. Namun, pengurugan tidak akan menimbulkan kerusakan lingkungan karena material akan diangkat kembali,” jelasnya.
Menanggapi keterangan tersebut, I GM Suryantha Putra menyatakan bahwa selama ini tidak ada penjelasan tentang pengurugan ini kepada masyarakat Bali. Padahal, pengurugan sangat besar ini berpengaruh kepada ekosistem laut kita dan pasti berdampak negatif terhadao hutan bakau karena keasaman laut akan naik.
“Per hari ini pun, peta Bali telah berubah akibat pengurugan ini,’’ tegasnya.
Untuk menindaklanjuti hal ini, Komisi III DPRD Bali akan melakukan rapat lebih lanjut untuk meminta penjelasan terkait pengurugan ini. Selain itu juga akan dilakukan kajian lingkungan yang komprehensif terkait kerusakan lingkungan akibat pembangunan ini. ”Sebulan-dua bulan mungkin tidak kelihatan dampaknya. Tapi bagaimana kalau limestone ini bertahan sampai 6 bulan ke depan?” tanya Suryantha.
Sementara itu, anggota komisi III yang lain menyarankan agar investor pelaksana proyek JDP ini dipanggil dalam rapat resmi Komisi III DPRD. Rapat ini juga mengundang seluruh pemangku kepentingan agar mendapat penjelasan komprehensif terkait pola pengurugan tersebut.
Dalam sidak sekitar 2 jam tersebut juga terlihat jelas endapan limestone yang juga memperkeruh air laut di kawasan tersebut.
Suriadi, Deputi Direktur Walhi Bali mengingatkan akan dampak reklamasi seperti di Pulau Serangan, Denpasar Selatan. Reklamasi di Serangan yang menyebabkan kepunahan ekosistem laut ini seharusnya menjadi pelajaran berharga agar tidak terulang kembali. “Sesedikit apapun pengurugan di laut, apalagi menggunakan limestone, akan mempunyai daya rusak luar biasa,” ujar Suriadi.
Menurut Suriadi ketika teknik pembanguan ini berubah, mereka yakin ada main-main dalam studi kelayakan sehingga lingkungan hidup menjadi korban. “Penghancuran ekologis secara sistematis di Bali dimulai dari sekarang,” lanjutnya.
Sebelumnya, pekan lalu Walhi Bali bersama FRONTIER Bali dan LPM Kertha Aksara Fakultas Hukum Universitas Udayana mendatangi Komisi III DPRD Provinsi Bali. Koalisi ini melaporkan teknik pengurugan dalam proses pembangunan JDP. Dalam pertemuan yang juga di hadiri Dinas Kehutanan, BLH, dan juga Dinas PU Provinsi Bali tersebut mereka menduga bahwa upaya pengurugan yang dilakukan dalam percepatan pembanguanan JDP telah menyalahi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pembangunan ini berpotensi kuat mencemari dan merusak keankaragaman hayati di kawasan tersebut. [b]
gangsaran tindak,kuangan daya (bertidak tergesa2, tanpa pemikiran matang). beginilah kalau pembangunan hanya dilihat dari sisi ekonomi. Aspek lainnya harus dikorbankan. Menurut saya, lebih baik kalo jalan tol ke Nusa dua dibuat di atas jalan sekarang, dengan teknik Sosrobahu. Dengan begitu hutan bakau akan selamat, dan ekosistem pesisir tidak mengalami perubahan drastis. Soal penolakan dengan alasan kultural (masyarakat melasti harus lewat mana, dsb.nya), saya kira bisa dikaji secara teks agama dengan lebih aktual. Ini tugas PHDI untuk memberikan pemaknaan soal kesucian (sakral, leteh) yang lebih modern.
Pendek kata apa yang berjalan sekarang dengan mengurug bakau dsbnya, tak lebih karena pemerintah dan investor ingin tergesa-gesa menyelesaikan proyek ini, agar bisa selesai sebelum perhelatan akbar APEC 2013..
persetan dgn lingkungan hidup,laut indonesia sangat luas jd jgn berfikiran sempit .arab saudi aja tiap hari nambak laut tdk ada yg protes