Sabtu (7/1) malam nanti, Komunitas Kreatif Bali atau Bali Creative Community (BCC) akan mengadakan pesta peluncuran buku Blantika Linimasa, Kaleidoskop Musik Non-Trad Bali. Pesta ini menggenapi peluncuran buku tentang perjalanan musik Bali non-tradisi yang sudah diluncurkan secara terbatas pada Bali Creative Festival Desember lalu di Denpasar.
Selain diskusi buku karya Rudolf Dethu dan kawan-kawan, pada kegiatan ini juga akan ada penampilan dari para pusisi Bali dari beragam generasi. Beberapa musisi Bali dari zaman 1970-an hingga generasi 2010-an akan hadir tampil di acara tersebut. Seluruh pesta tersebut akan digelar di Serambi Arts Antida, Kesiman.
Menurut Rudolf Dethu, penulis buku ini, buku Blantika Linimasa mencatat perjalanan skena musik non tradisional di Bali sejak kehadirannya sampai titik teraktual. Rudolf Dethu yang menggagas penerbitan buku ini melakukan nomenklatur bagi musik populer di Bali menjadi dua: BaliBali dan Balinesia.
Tata penamaan ini lebih memudahkan untuk pemetaan, dengan pengategorian dasar pada bahasa lirik, bukan genre. BaliBali untuk musisi yang berlagu dalam bahasa Bali, dan Balinesia untuk mereka yang berlirik dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Nomenklatur lintas genre ini menarik karena –mungkin hanya terjadi di Bali- banyak musisi menggunakan bahasa lokal untuk musik yang tidak tradisional, seperti band punk rock atau reggae berbahasa Bali.
Ini bukan sekadar bahasa. Karena musisi BaliBali bisa punya sejarah luar biasa, seperti Lolot yang penjualan albumnya pernah mencatat 70.000 kopi, angka yang bahkan sulit dicapai oleh musisi nasional saat ini. Yah, Bali memang punya banyak anomali.
Selain tata penamaannya yang menarik, kehadiran buku ini saja sudah sangat menarik. Mungkin ini buku pertama di Indonesia yang mendokumentasi skena musik lokal daerah. Buku ini dikerjakan oleh dua wartawan, bukan dari skena musik, Anton Muhajir dan Alfred Pasifico. Penulis ketiga Gede Robi Supriyanto, vokalis Navicula, memberi bobot lebih terutama tentang bagaimana dia mengenal lagu pop Bali ketika tinggal di luar Bali (Palu) sampai menjadi pelaku aktif skena musik Bali kini.
Proses awal penulisan buku ini dimulai dari diskusi tim penulis dengan beberapa pemangku (atau pelaku) kepentingan skena musik di Bali. Mereka adalah musisi, jurnalis senior, orang dapur rekaman, dan label rekaman lokal. Diskusi ini untuk menjadi dasar dalam pemetaan awal, agar tidak ada narasi penting yang tercecer karena ketidaktahuan tim penulis.
Kehadiran buku ini diharapkan akan melahirkan pencatatan yang lebih komprehensif, juga pelurusan bila ada yang bengkok di sana-sini. Dan yang lebih terpenting buku ini diharapkan akan mengundang upaya serupa di daerah lain. Sebab sejarah hanya milik mereka yang menulis.
Pesta peluncuran buku juga akan diisi diskusi dengan moderator Soleh Solihun, wartawan Rolling Stone Indonesia. Akan ada pula pemutaran film karya Ridwan Rudianto, yaitu Berdiri Lagi dan Menolak Mati yang menceritakan tentang buku ini maupun perjalanan musik Bali.
Beberapa musisi sudah siap tampil pada pesta ini, seperti Superman Is Dead, Navicula, Ayu Laksmi, Ayu Handayani, Crazy Horse, Riwin and Tropical Transit, Lolot, Nymphea, Discotion Pill, Joni Agung and Double T, dan Something Like Crazy.
Berikut susunan acara pesta peluncuran buku Sabtu nanti.
5pm – Opening by Marlowe Bandem:
? Welcoming special guests Bali’s music living legends
? Introducing the conceptor and editor Rudolf Dethu, the writers Anton Muhajir, Alfred Pasifico Ginting, Gede Robi Supriyanto
? Marlowe’s point of view about the significant impact of the book
5.30pm – Book discussion moderated by Soleh Solihun of Rolling Stone Indonesia magazine
6.30pm – Questions and answers
7pm – Movie screening of “Berdiri Lagi dan Menolak Mati” directed by Ridwan Rudianto
7.30pm – Music concert featuring Superman Is Dead, Navicula, Ayu Laksmi, Ayu Handayani, Yong Sagita, Crazy Horse, Riwin and Tropical Transit, Lolot, Nymphea, Discotion Pill, Joni Agung and Double T, Something Like Crazy.
11pm – DJ Kas presents Indonesian music hit list
Teks dan ilustrasi dikirim Bali Creative Community (BCC).