“Laut itu rumahku, cuma di sana aku bisa mengadu dan berkeluh kesah,” ujar Wayan Manik.
Pemuda Hindu asli Bali yang biasa diapanggil Yanik itu bercerita kepada Samihi, temannya yang Muslim. Persahabatan beda latar belakang memang menjadi bumbu utama cerita ini. Namun, perbedaan itu tidak menyurutkan niat keduanya untuk tetap bersama.
Bermula dari pertolongan Wayan Manik kepada Samihi saat sekelompok anak nakal berniat mengambil sepeda Samihi, mereka kemudian berteman. Hangat dan akrabnya pertemanan mereka terasa dari hal-hal kecil yang mereka lakukan. Misalnya seperti canda gurau Yanik tentang ketakutan Samihi terhadap air, bagaimana Yanik mengarahkan Samihi untuk belajar kidung Bali agar menang di lomba baca Al-Quran hingga mengajari Samihi berenang.
Namun ternyata hal indah memang tak bertahan terlalu lama.
Yanik menyimpan masa lalu kelam yang ia berusaha sembunyikan. Ia akhirnya bercerita pada Samihi: Yanik pernah menjadi korban pedofilia seorang pria asing bernama Andrew. Suatu hari ia mencuri alat perekam Andrew dan ditangkap karenanya. Samihi, yang khawatir terhadap Yanik memanggil orang dewasa untuk menolong Yanik dan terbongkarlah rahasia kelam Yanik.
Sejak itu Yanik kerap menghilang hingga berita Bom Bali tiba mengatakan ayah Yanik menjadi salah satu korban. Yanik berubah menjadi pemurung dan pelamun. Ia kerap memiliki pikiran sendiri. Hingga akhirnya suatu hari Samihi mendapati rumah Yanik kosong melompong.
Beberapa tahun berlalu dan Samihi, yang kini menjadi surfer profesional, sudah hidup di Australia meninggalkan ayah dan adik perempuannya. Yanik muncul kembali dan membantu ayah Samihi yang makin tua. Dia pun menjalin hubungan asmara dengan adik Samihi.
Namun seperti biasa, Yanik tetap mempunyai pikiran sendiri. Saat terdengar desas-desus tentang kepindahan adik Samihi untuk mengikuti kakaknya ke Australia, Yanik berasumsi ia akan ditinggalkan. Dia merasa hidupnya sudah tak lagi ada artinya. Apakah yang akan ia lakukan? Mengejar Samihi atau kembali ke kehidupannya yang hilang timbul seperti sebelumnya? Silakan nikmati akhir cerita film ini.
Film garapan sutradara Erwin Arnada ini cukup apik membungkus tema persahabatan beda latar belakang. Kehidupan mereka yang harmonis dan layaknya sahabat biasa jelas membuat miris jika kita melihat kenyataan sekarang di mana banyak orang justru menjadikan perbedaan sebagai pertentangan.
Film yang resmi ditayangkan di seluruh Indonesia pada 30 Agustus lalu ini salah satu gambaran nyata yang terjadi tentang toleransi yang bisa dan seharusnya dibangun. Berlokasi di Buleleng, Bali membuat kita bisa puas melihat adegan demi adegan pantai yang menjadi sebagian besar latar cerita. Pengambilan gambarnya sendiri cukup unik dengan permainan siluet yang memberi perspektif baru dan jauh dari kesan datar. [b]