• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, May 12, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Menghitung Perkiraan Sampah yang Sulit Dikompos dari Sisa Banten

I Gusti Ayu Septiari by I Gusti Ayu Septiari
1 May 2025
in Kabar Baru, Lingkungan
0 0
0
Sampah sisa persembahyangan di Pura Ulun Danu Batur

Penggunaan bahan-bahan yang sulit terurai pada banten kian menjadi perdebatan. Bukan hanya plastik, tapi juga bahan-bahan lainnya yang menghasilkan sampah residu, yaitu dupa, busung ibung, rokok, permen, dan residu lainnya. Sampah-sampah ini makin hari makin menumpuk karena sulit terurai oleh mikroorganisme.

Dalam artikel BaleBengong sebelumnya, kami membahas tentang sampah tidak terurai yang dihasilkan dari banten. Artikel tersebut menyebutkan temuan Merah Putih Hijau (MPH) ketika piodalan Pura Dalem Desa Adat Kota Tabanan yang mengumpulkan 2.775 kg sampah dalam sekali piodalan. Dari total sampah tersebut, hanya 22% sampah atau 612 kg sampah organik yang dapat diselamatkan. Sisanya adalah sampah yang tercampur, yaitu sebanyak 2.163 kg.

Data tersebut hanya berasal dari satu piodalan di salah satu pura kahyangan tiga di Bali. Provinsi Bali yang dijuluki pulau seribu pura memiliki 4.356 pura kahyangan tiga. Dalam setahun biasanya piodalan dilaksanakan dua kali. Jika dalam sekali piodalan menghasilkan 2.163 kg sampah yang tercampur, maka dalam setahun sampah yang dihasilkan hampir mencapai 19 juta ton sampah. 

Perhitungan tersebut hanya simulasi dengan mengalikan jumlah pura kahyangan tiga di Bali dengan jumlah sampah di Tabanan sebagai contoh, kemudian dikalikan jumlah piodalan dalam setahun. Sementara, jumlah sampah yang mencapai 19 juta ton adalah sampah yang tidak terpilah, sehingga tidak bisa diolah menjadi kompos maupun olahan sampah lainnya. Jika dianalogikan, 19 juta ton setara dengan 3 juta gajah Afrika dewasa.

Pemilahan sampah semakin sulit dilakukan

Penggunaan bahan-bahan anorganik dan residu pada banten membuat pemilahan sampah semakin sulit dilakukan. Bahkan, dari sampah organik yang telah terpilah pun belum pasti seluruhnya sampah organik karena sampah residu semakin kecil bentuknya, sehingga sulit untuk dipilah. Hal ini dituturkan oleh I Made Sudarma, dosen di Fakultas Pertanian Universitas Udayana sekaligus pemerhati lingkungan di Bali. Ia mengungkapkan bahwa kompos dari sampah organik di Bali sebagian besar tidak laku untuk pupuk.

“Karena kompos yang kita miliki belum tentu organik, bahan bakunya belum tentu organik. Kan sudah tercampur dari awal. Sampah upacara yang organik itu belum tentu organik, pasti juga sudah tercampur dengan materi lain yang bersifat kontaminasi,” ujar Sudarma.

Sudarma juga menggarisbawahi penanganan sampah residu yang lebih sulit dibandingkan sampah plastik. Sampah plastik dapat diantisipasi dengan penggunaan secara berulang dan sampahnya pun memiliki nilai jual. Namun, sampah residu tergolong sulit terurai dan tidak memiliki nilai jual.

“Kalau kita jujur banyak sekali komponen-komponen yang masih banyak melekat yang bersifat organik pada sampah upacara kita. Dan itu barangnya kecil-kecil dan itu termasuk kategori residu yang relatif sulit kita menangkap (memilah),” ungkap Sudarma.

Bahkan, kini muncul kembang rampe yang memiliki warna cerah akibat campuran pewarna pada pandan. Ketika dipegang, warna hijau pada kembang rampe akan menempel di tangan. Warnanya pun awet, seminggu di kulkas warnanya masih cerah. BaleBengong pernah mencoba membawa kembang rampe berwarna ke Laboratorium Analitik Universitas Udayana untuk mengetahui pewarna yang digunakan. Hasilnya, kembang rampe tersebut menggunakan pewarna alami. Pewarna dalam konteks ini adalah pewarna yang berasal dari tumbuhan dan hewan, termasuk pewarna makanan yang berbentuk cair.

Meski menggunakan pewarna alami, yang dikhawatirkan adalah di masa depan. “Tapi yang kita khawatirkan adalah sudah mulai berganti dan berubah dari pewarna organik ke pewarna non organik (sintetis) seperti kue-kue gitu kan,” ujar Sudarma.

Pemerintah lebih fokus pada sampah plastik

Dalam mengatasi penumpukan sampah upakara diperlukan keterlibatan pemuka agama dan pemerintah. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) merupakan salah satu organisasi keagamaan tertinggi umat Hindu di Bali yang memiliki pengaruh keagamaan dan budaya yang kuat. 

Pada beberapa kesempatan, PHDI Provinsi Bali kerap menyampaikan himbauan kepada masyarakat terkait sampah upakara. “Hanya melakukan himbauan saja agar bekas upacara dibawa pulang atau ditaruh pada tempat yang sudah disediakan. Pernah juga kita melakukan himbauan untuk tidak menggunakan sarana upacara yang mengandung zat beracun atau kimia, seperti daun lontar, ibung, janur, dan kembang rampe yang diwarnai agar tidak membahayakan umat,” jelas Sudiana, Paruman Welaka di PHDI Bali ketika ditanya terkait himbauan yang pernah dikeluarkan PHDI Bali mengenai sampah upakara.

Himbauan yang dikeluarkan PHDI Bali biasanya disampaikan melalui media lokal dan surat. Sementara, aturan hanya dapat dikeluarkan oleh pemerintah karena PHDI tidak memiliki wewenang mengeluarkan aturan.

Sampah upakara, plastik, dan makanan yang tercampur di Pura Agung Besakih

Melalui beberapa momen, Pemerintah Provinsi Bali juga mengeluarkan Surat Edaran mengenai tatanan upacara keagamaan, seperti yang saat ini terjadi di Pura Agung Besakih. Melalui Surat Edaran Nomor 08 Tahun 2025, Gubernur Bali mengimbau pemedek atau pengunjung Pura Besakih agar tidak membawa plastik ke area pura dan membuang sampah sembarangan di area pura. Adanya SE tersebut ternyata tidak membuat masyarakat sadar. Nyatanya, sampah plastik masih dengan mudah ditemukan di area Pura Besakih dan sampah pun masih dibuang sembarangan.

Regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Bali lebih banyak berfokus pada pengurangan sampah plastik sekali pakai, seperti Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018, Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019, dan aturan terbaru Surat Edaran Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Padahal, sampah upakara juga menjadi masalah besar di Bali. Bukan hanya karena menghasilkan residu, tapi juga sampah organiknya dapat menghasilkan gas metana jika tidak terkelola dengan baik. Hasil penelitian mengenai limbah organik di Bali dapat dibaca di sini.

Di balik tujuan efisiensi dan kepraktisan seperti yang diungkapkan dalam beberapa komentar di Instagram BaleBengong ternyata ada pengorbanan yang ditimbulkan. Banten upakara yang mengandung bahan-bahan residu akan semakin sulit dipilah, terutama komponen yang bentuknya kecil. Akhirnya, komponen tersebut akan tercampur dengan sampah organik lainnya. Selain tidak bisa diolah, sampah ini akan menumpuk di TPA dan pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan berdampak pada kesehatan. 

sangkarbet chrishondrosfilm.com sangkarbet
Tags: pemilahan sampahsampah bantensampah piodalansampah residusampah upakara
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
I Gusti Ayu Septiari

I Gusti Ayu Septiari

Berkutat menjadi jurnalis muda di pers mahasiswa selama masa kuliah. Berkelana dua tahun di Semarang hingga memutuskan untuk kembali pulang ke Bali.

Related Posts

Inilah Sarana Banten yang Mencemari Lingkungan

28 April 2025
Sampah Organik Dominan di Bali tapi Tak Terkelola dan Hasilkan Gas Metana

Sampah Organik Dominan di Bali tapi Tak Terkelola dan Hasilkan Gas Metana

17 April 2025

Konsep Banten Makin Luntur, Limbah tidak Terurai Makin Banyak

8 March 2025
Next Post
Universitas Udayana Sepakat Ajukan Pembatalan Perjanjian Kerja Sama ke Kodam IX/Udayana

Dinamika Kebebasan Berekspresi dan Akademik di Universitas Udayana

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

matan AI

Intelektual Blangko

11 May 2025
Merawat Kreativitas dan Kebebasan Berpikir Anak Muda Melalui Muruk dan Nutur

Merawat Kreativitas dan Kebebasan Berpikir Anak Muda Melalui Muruk dan Nutur

10 May 2025
Jangan Panik, Lakukan Ini Ketika Terjadi Pemadaman Listrik

Jangan Panik, Lakukan Ini Ketika Terjadi Pemadaman Listrik

9 May 2025
KB Krama Bali Bebankan Perempuan Secara Fisik dan Mental

KB Krama Bali Bebankan Perempuan Secara Fisik dan Mental

9 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia