• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Tuesday, July 8, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Agar Pariwisata Tak Meminggirkan Warga

Anton Muhajir by Anton Muhajir
23 January 2013
in Berita Utama, Kabar Baru, Sosial
0 0
1
pantai-amed
Warga lokal hanya menjadi penonton dari kemajuan pariwisata Amed dan sekitarnya. Foto Anton Muhajir.

Dari atas bukit, pemandangan pantai Amed indah sekali.

Bukit persis di pinggir jalan Banjar Amed, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang ini tingginya sekitar 30 meter. Dari bukit dengan batu-batu besar yang bisa jadi tempat duduk ini, air laut di pantai timur Bali ini telrihat membiru.

Di sisi agak barat, pasir hitam berkilauan oleh sinar matahari pagi akhir pekan lalu. Deretan perahu kecil atau jukung di sepanjang pantai membuatnya lebih menarik. Ratusan jukung itu warna-warni. Mereka membatasi birunya laut dengan hijaunya perkampungan dan bukit sepanjang pantai itu.

Minggu pekan lalu, untuk kedua kalinya saya ke Amed, salah satu penarik turis di sisi timur Bali selain Tulamben. Sekitar tiga tahun lalu saya hanya mampir sebentar di tepi pantai. Kali ini saya dan anak istri menikmatinya hingga ke atas bukit.

Dari atas bukit itu, saya mengiyakan perkataan seorang teman, Amed memang terlihat lebih cantik. Wajarlah jika desa ini menjadi salah satu pusat pariwisata di Karangasem, salah satu daerah paling miskin di Bali.

Dari atas tempat kami duduk menikmati Amed pagi itu puluhan turis asing sedang asyik snorkling, menyelam, ataupun sekadar mandi di pantai. Di air laut yang membiru itu sesekali gerombolan ikan meloncat-loncat ke permukaan. Puluhan perahu nelayan juga sedang mencari ikan di tengah laut sana.

Sepanjang jalan sejak masuk Amed hingga Banjar Bunutan, sekitar 3 km, berbagai hotel, restoran, ataupun penginapan (cottage) beroperasi.

Namun, ada yang menggelitik pikiran saya. Satu dua hotel itu membuat papan keterangan, “Local Own”. Saya heran. Kenapa harus berisi tulisan bahwa hotel atau penginapan tersebut milik warga lokal?

Nganggur
Ketika tiba di Bunutan dan ngobrol dengan beberapa warga, kami baru menemukan jawabannya. Hampir semua fasilitas pariwisata tersebut adalah milik orang dari luar desa di mana restoran, hotel, dan penginapan tersebut berada.

“Pekerjanya juga dari luar desa semua,” kata Komang Putu, salah satu warga yang kami ajak ngobrol di Banjar Bunutan.

Pagi itu Putu sedang duduk di gardu. Di gardu lainnya, sekitar lima pemuda juga duduk santai sambil ngobrol. “Rata-rata mereka tidak bekerja. Nganggur,” Putu menambahkan.

“Kenapa tidak bekerja di hotel di sini. Kan banyak?” tanya istri saya.

“Tidak bisa. Pemuda di sini tidak punya skill,” jawab Putu.

Menurut Putu, warga setempat tak bisa bekerja di hote atau restoran di sana karena mereka memang tidak punya kemampuan. Misalnya, Bahasa Inggris. Seperti juga Putu, rata-rata pemuda di sana hanya lulus SD. Padahal, pekerja pariwisata biasanya minimal lulusan SMK.

Maka, menurut Putu, warga setempat hanya menjadi penonton dari kemajuan pariwisata Amed dan desa-desa di sekitarnya. [pullquote]Sekitar 90 persen hotel dan restoran di sana milik warga dari luar desa. Begitu pula dengan pekerjanya.[/pullquote]

Saya tidak sempat memeriksa ke tempat lain. Namun, beberapa hari kemudian, istri saya yang juga wartawan menelpon kelian banjar setempat. Jawabannya tak jauh beda. Sekitar 90 persen hotel dan restoran ataupun pekerja di desanya adalah milik orang luar. Warga setempat cuma menonton.

pantai-bias-putih
Warga merasa terancam jika lapangan golf tersebut jadi dibangun di pantai ini. Foto Anton Muhajir.

Lapangan Golf
Dari Amed, saya dan keluarga melanjutkan perjalanan hari itu ke pantai Bias Putih di Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem. Jaraknya sekitar 30 km dari Amed.

Kunjungan kali ini pun yang kedua. Kunjungan pertama saya pada tahun 2008 adalah untuk liputan tentang rencana pembangunan lapangan golf di sini.

Dibanding empat tahun lalu, situasi di pantai berpasir putih ini lebih ramai. Meskipun bulan-bulan ini bukanlah peak season pariwisata Bali, namun deretan kursi berjemur ataupun kafe-kafe sepanjang pantai lumayan terisi turis lokal ataupun asing.

Pantai sepanjang sekitar 200 meter menghadap ke Selat Badung ini terapit dua bukit. Tinggi ombak sekitar setengah hingga 1 meter. Belasan turis mandi dan berenang di antara ombak-ombak itu.

Di pinggir pantai, jumlah kafe terus bertambah. Ketika saya ke sana empat tahun lalu hanya ada delapan kafe, sekarang sudah sekitar dua kali lipat. Bentuknya juga lebih permanen dan besar. Lebih profesional.

Selain kafe juga ada beberapa warung kecil dan toko suvenir milik warga setempat.

Namun, kegelisahan warga di sana tetap tidak berubah dibanding empat tahun lalu. Mereka terancam rencana pembangunan pariwisata di pantai tersebut.

Jika tidak ada perubahan seperti empat tahun lalu, maka di sini akan dibangun lapangan golf seluas 124 hektar. Selain lapangan golf dengan 18 hole, di sana juga akan dibangun fasilitas pendukung seperti garden, pool, shoping arcade, dan hotel berbintang lima. Total investasi Rp 1,427 triliun.

Pengelola lapangan golf ini adalah PT Sanggraha Bias Putih. Dalam surat perjanjian antara Desa Adat Bugbug dengan investor sih tertulis bahwa perusahaan ini dibentuk oleh PT lain, PT Lupita Pustaka.

Terancam
Ni Made Bintang, salah satu pedagang di sana, mengaku pernah mendengar rencana tentang pembangunan tersebut. Namun, dia tak pernah tahu kelanjutan proyek tersebut. “Mungkin sudah ditolak desa,” kata Bintang.

Namun, Gede Oka Semantara, salah satu anak pantai (dia memang terlihat bangga menyebut istilah ini), mengatakan bahwa proyek tersebut tetap berlanjut.

“Setahu saya kafe-kafe di sana (dia menunjuk ke sisi barat) sudah ngontrak di tanah milik perusahaan tersebut,” ujarnya.

“Kalau punya bos saya sih di tanah sendiri,” pemuda dari Desa Jasri ini menambahkan.

Meskipun demikian, seperti juga Bintang, Semantara juga merasa terancam jika lapangan golf tersebut jadi dibangun di tempat usahanya saat ini.

“Kami tak ingin surga kecil ini kami hilang karena investor,” ujarnya.

Suara-suara warga di Amed dan Bias Putih ini semua didengar penentu kebijakan di Bali. Semoga investor rakus tidak dibiarkan mencaplok milik warga dan justru meminggirkan mereka. Pariwisata haruslah memberi tempat kepada warga dengan melibatkan mereka. Agar warga tak hanya menjadi penonton atau malah korban semata. [b]

Tags: KarangasemPariwisataSosial
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Budaya Ngayah Makin Langah

Budaya Ngayah Makin Langah

13 June 2025
The Waves Upon a Trance

The Waves Upon a Trance

7 June 2025

Bali Hampir Habis, Semenjana dan Tergantikan

4 January 2025
Kegigihan Hampir 40 Tahun dalam Mempertahankan Kerajinan Lontar 

Kegigihan Hampir 40 Tahun dalam Mempertahankan Kerajinan Lontar 

14 November 2024
Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

19 October 2023
Next Post
Perahu dan Telur di Mauludan Bugis Serangan

Perahu dan Telur di Mauludan Bugis Serangan

Comments 1

  1. KenAlog says:
    12 years ago

    Pak. Arahnya ke Pantai Bias Putih kalo dari arah Candi Dasa/Denpasar bagaimana ya?

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Pariwisata Bergeliat, Konflik Tanah pun Menguat

Tren Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana

8 July 2025
Pasar Badung Berwajah Mewah, Tukang Suun Kian Lelah, Perlindungan Susah

Pasar Badung’s Fancy Facade, Tukang Suun Plod, Protection is Flawed

8 July 2025
[Matan Ai] Bali dan Pembusukan Pembangunan

Bali Masa Depan: Hibriditas atau Eksklusivitas Etnis?

5 July 2025
Mahasiswa menjual Siobak, kuliner khas Buleleng, belajar dari video

Mahasiswa menjual Siobak, kuliner khas Buleleng, belajar dari video

4 July 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia