Bulan Desember sebentar lagi berlalu dan tahun baru segera tiba.
Di sebuah grup WA seorang kerabat mengirim tulisan tentang resolusinya di tahun 2018 dan menanyakan kepada anggota grup lain apa resolusi mereka di tahun yang baru. Saya tak membalas percakapan itu.
Sudah lama saya tak menyambut tahun baru dengan membuat resolusi. Yang saya lakukan paling banter berdoa di penghujung tahun, doa yang berisikan ungkapan terima kasih dan tak minta ini-itu. Saya tak mau menjadi pengemis dan berdagang dengan Tuhan. Saya percaya bahwa hidup penuh dengan misteri, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan jadi saya membiarkan hidup berjalan sebagaimana mestinya tanpa dibebani dengan berbagai harapan dan permintaan.
Membuat resolusi sepertinya telah menjadi kebiasaan banyak orang, terlebih lagi di era media sosial seperti sekarang segala hal baru bisa ditiru orang dengan cepat tanpa tahu makna dan esensinya, hanya ikut-ikutan saja. Tahun Baru membawa harapan baru bagi orang-orang tersebut; mendapat jodoh, kenaikan pangkat, pernikahan, mobil dan rumah baru dan lain sebagainya.
Bagi saya berharap oleh saja, namun harapan tanpa aksi adalah percuma. Kita hanya mengulang kebiasaan dari tahun ke tahun dan lupa bahwa hidup mesti diwarnai dengan tindakan nyata dan tak hanya sekadar bermimpi dan berharap.
Menulis tentang resolusi saya teringat Osho (1931-1990), mistik yang saya kagumi. Suatu hari ia pernah ditanya oleh seorang muridnya: “Jika seseorang ingin membuat resolusi, apa yang akan Anda sarankan?” Osho berkata: “Ini dan hanya ini yang bisa menjadi resolusi Tahun Baru: Saya memutuskan untuk tidak membuat resolusi karena semua resolusi adalah pembatasan untuk masa depan. Semua keputusan adalah pemenjaraan. Anda memutuskan hari ini untuk besok. Anda telah menghancurkan hari esok. Biarkan esok memiliki keberadaannya sendiri, biarlah itu datang dengan caranya sendiri! Biarlah ia membawa pemberiannya sendiri.
Resolusi berarti Anda hanya akan mengizinkan ini dan Anda tidak akan mengizin itu. Resolusi berarti Anda ingin matahari terbit di barat dan tidak di timur. Jika matahari terbit di timur, Anda tidak akan membuka jendela Anda; Anda akan menjaga jendela Anda terbuka ke barat.
Apa itu resolusi? Resolusi adalah perjuangan. Resolusi adalah ego. Resolusi mengatakan, “Saya tidak bisa hidup secara spontan.” Dan jika Anda tidak bisa hidup secara spontan, Anda sama sekali tidak hidup – Anda hanya berpura-pura. Jadi hanya ada satu resolusi di sana: saya tidak akan pernah membuat resolusi. Hilangkan semua resolusi! Biarkan hidup menjadi spontanitas alami.”
Saya sependapat dengan Osho. Hilangkan semua resolusi dan biarkan hidup menjadi spontanitas alami; hidup dari waktu ke waktu. Itu akan menjadikan hidup lebih indah. Resolusi ibarat sebuah penjara; kita mesti siap-siap kecewa jika harapan kita tak terpenuhi. Kita kemudian menyalahkan Tuhan karena tak mengabulkan keinginan dan harapan kita. Persis seperti anak kecil, ngambek jika tak dibelikan mainan atau permen.
Biarlah masa depan datang dengan berbagai paradoks dan misterinya. Toh juga sebenarnya tak ada yang namanya tahun “baru”. Kita menyebut tahun baru karena hanya kalender dan waktu berganti sesuai konsep dan kesepakatan kita soal waktu. Dan, dalam sebuah sajak Chairil Anwar menulis; “Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?”. [b]
sama pak, ketika teman menanyakan kepada saya tentang resolusi di tahun baru, saya cuma menjawab “hanya do’a.”
Masa lalu sudah berlalu dan masa depan belum ada.
Jadi apa yang ada?
Yang ada adalah ‘hari ini’!
Hari ini, kita harus berada disini 100%.
Bukan di hari kemarin atau esok.
Quesera sera, whatever will be will be.
Apa yang terjadi terjadilah.
Welcome 2018.