• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Wednesday, November 29, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Stigma Bali sebagai Pusat HIV dan AIDS

Cahya Legawa by Cahya Legawa
13 January 2013
in Berita Utama, Kabar Baru, Opini
0 0
3

Buddies Mendampingi ODHA

Bali termasuk salah satu provinsi di Indonesia dengan kasus HIV dan AIDS tertinggi.

Ada stigma bahwa Bali memiliki budaya seks bebas tinggi. Hal ini menjadikan Bali sebuah lahan peperangan antara upaya pemberantasan penularan HIV dan menyelamatkan generasi mudanya. Di era informasi dan telekomunikasi yang masif seperti saat ini, tetap saja upaya-upaya pemberantasan HIV tidak mutlak dapat dilakukan dengan mudah.

Kemudian sebagai sebuah sentra dan citra perekonomian industri kepariwasataan, Bali menjadi magnet untuk menarik pelbagai kalangan untuk berusaha atau sekadar mencoba-coba mencari penghidupan di Pulau Dewata. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh tani, buruh bangunan, sopir, pengerajin seni hingga ke tenaga kerja profesional di bidang pariwisata ataupun membuka usaha sendiri di Bali sudah lazim kita temukan.

Migrasi tahunan antara Bali dan wilayah sekitarnya, membuat Bali banyak kebanjiran tenaga kerja dari luar. Katakan saja misalnya dari wilayah Jawa Timur tempat saya bertugas saat ini. Dan, tidak jarang mereka sendiri berpotensi sebagai karier ataupun calon korban penularan HIV dari dan ke Bali.

Bali dan Jawa Timur sama-sama memiliki jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia bersama sejumlah provinsi lainnya, seperti Papua, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Riau dan Sumatera Barat (Laporan Menteri Kesehatan Triwulan III Tahun 2012). Ketika terjadi pertukaran atau mobilitas pekerja dari dua provinsi yang sama-sama memiliki kasus AIDS yang tinggi, maka proses penyebaran HIV – saya kira – akan menjadi lebih potensial sama rata ke kedua wilayah. Hal ini bisa terjadi jika keduanya memiliki faktor risiko pendukung penyebaran sama, misalnya seks bebas tidak terlindungi, penggunaan narkotika suntik (penasun), dan sebagainya.

Tak Pernah Sepi
Pun demikian stigma tetaplah stigma, Bali sebagai sebuah ikon nasional tetap saja menjadi sorotan mutlak. Selama saya bertugas di Banyuwangi, tidak pernah sepi dari kasus-kasus HIV dan AIDS. Untuk pasien dengan kecurigaan awal sebagai pengidap baru HIV dan AIDS, akan selalu ada pertanyaan, “Apakah pernah bekerja di Bali?“, atau mungkin pasangan hidup yang pernah bekerja di Bali. Terutama jika pengidap adalah orang dewasa.

Karena memang yang banyak terkena kasus HIV dan AIDS di dalamnya termasuk golongan pekerja non-profesional, ibu rumah tangga, buruh kasar, petani, nelayan, peternak ataupun wiraswasta yang notabene cukup sering melintas antar pulau. Namun, perlu diingatkan kembali bahwa infeksi HIV tidak memandang golongan kerja korbannya. Siapa pun bisa terinfeksi.

Beberapa bulan kemudian, saya mulai terbiasa mendengar pertanyaan-pertanyaan serupa dari petugas kesehatan. Karena bagaimana pun juga tampaknya tidak ada seorang pun ingin kecolongan kasus HIV baru, apalagi jika penderita pernah menjadi “tenaga kerja di Bali”.

Mengambil sisi positif dari semua ini, saya rasa masyarakat Bali dan seluruh instasi terkait memang sudah saatnya bangkit bersama-sama menanggulangi kasus dan penyebaran HIV dan AIDS di Bali. Bukan semata-mata masalah wacana saja. Dan mungkin suatu saat nanti stigma tersebut akan berubah menjadi paradigma Bali yang mampu mengendalikan kasus HIV dan AIDS dengan memuaskan. []

Tags: aidsBalihivstigma
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Cahya Legawa

Cahya Legawa

Saya seorang narablog kelahiran 1984 di kota kecil Denpasar (Bali), besar di Mengwi dan kemudian melanjutkan sekolah hingga SMA di Gianyar, dan kini menyelesaikan pendidikan profesi dokter di Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta). Menyukai dunia menulis sejak kecil, kini aktif menulis di Bhyllabus dan Manvahana.

Related Posts

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

19 October 2023
(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

3 September 2023
Next Post
Undangan Seminar Wirausaha UKM

Undangan Seminar Wirausaha UKM

Comments 3

  1. imadewira says:
    11 years ago

    Saya rasa salah satu penanggulangan/pencegahan adalah sikap yg lebih terbuka tentang HIV/AIDS. Karena sekarang banyak yang masih awam dengan apa itu HIV/AIDS. Parahnya, mereka yang bekerja di pemerintahan juga masih banyak yg awam dan mungkin akan menyebarkan informasi yang salah tentang HIV/AIDS sehingga stigma terhadap korban akan semakin menjadi-jadi.

    Reply
    • Cahya Legawa says:
      11 years ago

      Itu artinya, kampanye semakin perlu ditingkatkan 🙂

      Reply
      • yuliyounk says:
        11 years ago

        ya tentu mbak, kalo pejabat2 saja masih awam apalgi rakyat biasa yg tdk pernah merasakan pendidikan, tentu dari pihak pemerintah yg berkait sangat diperlukan bantuannya untuk melakukan promosi/pendidikan kesehatan utk memberikan pengetahuan sejelas2nya tentang HIV/AIDS supaya dpt mengurangi atau malah menghilangkan stigma2 kpd ODHA, yg secara kita ketahui bhw pejabat2 pemerintah lbh dikenal dan besar kemungkinan akan didengar oleh masrakat itu sendiri…

        Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Suka Duka Queer di Bali

Mengenal Ruang Aman QLC Bali

29 November 2023
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

24 November 2023

Kabar Terbaru

Suka Duka Queer di Bali

Mengenal Ruang Aman QLC Bali

29 November 2023
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In