Rasa penasaran semakin menggebu-gebu akibat sebuah video yang berisikan hamparan sawah, syahdunya jalanan hingga teduhnya gunung, seperti melihat gambaran masa kecil yang terdiri dari dua gunung, di tengah-tengahnya jalan dan kiri-kanannya sawah.
Mengendarai sepeda motor di pagi hari dari Singaraja hingga Tabanan hanya untuk memuaskan rasa penasaran dan rela memangkas habis rasa dingin yang menggigil di Bedugul demi untuk memanjakan mata dan perut.
Kolom komentar video kedai itu dipenuhi oleh penikmat yang sudah pernah berkunjung ke sana, begini katanya….
“Udah pernah ke sini, intinya teh jahenya enak banget… kapan-kapan mau kesini lagi,” ujar pemilik akun Pebbriii
“Jajan iwelnya enak, kalau bisa gelas kopinya ganti dengan gelas atau cangkir biar lebih nyaman saat ngopi,” saran pemilik akun Wulanbali2356
Membaca komentar itu tentu membuatku mengingat makanan dan minuman yang sering disajikan oleh nenek atau ibu di pagi hari seperti saat masa kecilku dulu. Ahh mengingat itu, jadi tidak sabar ingin mencoba langsung ke sanaa……
Minum segelas kopi dan sepiring jajan atau mungkin sesekali berbekal rantang berisi nasi dan lauk seadanya yang menjadi santapan di tepi sawah selepas megarapan adalah pemandangan yang kusukai dulu. Kegiatan ini tentu tidak asing bagi kita, apalagi dulu Kota Denpasar masih dengan tanah-tanah hijaunya, tapi sekarang di usia kepala dua aku seperti kehilangan momen- momen sekadar bercengkrama atau berlari-lari di tengah sawah.
Rasa rindu ini seperti terobati saat berhasil merayu dua teman untuk ikut menikmati aneka jajanan tradisional yang dibuat oleh tangan-tangan masyarakat desa di bawah kaki gunung Batukaru dengan segelas coklat dan kopi hitam panas hingga seporsi entil khas pupuan.
Makanan khasnya adalah entil yang dimasak selama 8 jam menggunakan kayu dan berbungkus oleh daun lengidi serta lengkap dengan lauk dan kuahnya. Berlokasi di Subak Piak, Penebel, Tabanan, kedai kopi yang memamerkan hamparan sawah dipenuhi padi, pohon dan bunga-bunga, tidak lupa juga gemercik suara air yang arusnya tidak terlalu deras. Nyeduh Kopi sebutan oase ini.
“Perjalanannya cukup seru, karena kita disuguhkan dengan pemandangan Gunung Batukaru dari kejauhan dan kiri kanan perjalanan ada persawahan,” ungkap Indrawati seusai menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh menit dari daerah Badung ke kedai kopi.
Nyeduh Kopi buka hingga 18.30 setiap harinya dan selalu mengabari melalui akun media sosialnya apabila menu habis ataupun kedai tutup. Saking beragamnya jenis jajanan tradisional dan kopi yang dijajakan, membuat penikmat bingung untuk memilihnya dan pastinya memiliki menu kesukaan yang akan dipilih saat berkunjung kembali
“Pesanaan yang menjadi kesukaan itu yang pasti entil khas pupuannya, dadar gulung coklat sama susu coklat hangatnya,” ujarnya kembali selama mencoba satu persatu jajanan yang kami coba dengan sistem sharing.
Entil khas Pupuan dan laklak khas Penebel menjadi kesukaanku saat pertama kali mencobanya, apalagi dengan harga yang ramah kantong mahasiswa. Makanan lainnya akan segera kucoba di hari lain dengan keluarga ataupun teman-teman lainnya.
Menariknya, para pengunjung secara mandiri dan sadar memilah sampah sisa makanan yang dibelinya dan dibawa ke tempat sampah terdekat dan alat makan berupa piring dan mangkok dari kelapa dikembalikan lagi pada pemiliknya. Mungkin ini yang membuat kedai tersebut tetap asri nan bersih berkat kerjasama kedua pihak dalam pengolahan sisa makanan.