• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Wednesday, May 14, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Sekolah, Sekarang Justru Aku Takut Padamu!

I Made Argawa by I Made Argawa
6 July 2017
in Berita Utama, Kabar Baru, Pendidikan
0 0
0
Pembacaan petisi Reformasi Pendidikan oleh siswa SMA 3 Denpasar. Foto Madyapadma.

Kejadian ketika SMA itu masih saya ingat sampai sekarang.

Ada yang memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), siap-siap dihina dengan sorakan siswa satu lapangan upacara. Memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), mendapatkan tepuk tangan karena masuk dalam kerumunan.

Ada cerita dari seorang teman yang sekolah di wilayah perkotaan dan masuk katagori favorit. Di sekolah itu malah para siswanya berkompetisi masuk IPA.

Hingga saat ini masyarakat memandang jurusan IPA bergengsi, karena dari IPA bisa melanjutkan studi ke jurusan apa saja yang tersedia di perguruan tinggi.

Jurusan IPS terbatas. Ada juga anggapan anak masuk jurusan IPA pintar sementara anak IPS kurang pintar dan cenderung bengal.

Kenangan di atas muncul karena saya melihat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017. Ada aturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai rombongan belajar (rombel) atau kelas. Setiap sekolah negeri SMP dan SMA rata-rata menyediakan tujuh hingga 10 rombel. Satu rombel diisi maksimal 36 siswa untuk SMA dan SMP 32.

Tentunya pembatasan ini menimbulkan persaingan ketat bagi siswa menuju sekolah favorit.

Bahkan, ada sekolah yang memberlakukan aturan pemeriksaan jasmani sebelum menerima siswa seperti tindik kuping, cat rambut dan tato. Hampir sama dengan pemeriksaan jasmani untuk menjadi polisi atau tentara. Bagi saya cukup menyeramkan.

Dalam penerapan aturan tersebut, sekolah itu tidak menerima siswa jika ditemukan bekas tindik, tato atau cat pada rambut.

Inilah kompetisi.

Ada sekolah yang memberlakukan aturan pemeriksaan jasmani sebelum menerima siswa seperti tindik kuping, cat rambut dan tato.

Adanya kompetisi menjadikan sekolah ketat dan menimbulkan tekanan. Semuanya harus bersaing. Itu nyata dalam sistem peringkat atau rangking dengan unsur nilai pelajaran dan pendidik menerapkan pola pengajaran sama, siswa harus menghafal. Padahal tidak semua siswa senang menghafal.

Selain nilai, siswa juga bersaing secara sosial. Misalkan harus jadi anak yang pintar, anak pejabat, berasal dari golongan keluarga kaya atau ukurannya seberapa keren penampilan kita di sekolah. Jika gagal dalam kompetisi itu, kita bisa tidak dianggap oleh lingkungan.

Saya sempat mendengar keluhan seorang karena anaknya belum diterima di SMP negeri yang berada di kota. Hal itu karena nilai ujian akhir anaknya belum memadai bersaing masuk di sekolah favorit.

Katanya, si anak jadi murung karena hal itu. Bapak itu sempat menyebut, sistem persaingan sejak dini harus ditumbuhkan kepada anak-anak.

Ngeri juga jika menjadi anak si bapak itu. Syukurnya orangtua saya tidak pernah menuntut saya menjadi anak berprestasi dan harus diterima di sekolah favorit. Jika pun beberapa kali sempat juara kelas, itupun karena sedang beruntung.

Padahal sekolah bagi orang Yunani kuno adalah tempat untuk mengisi waktu luang anak-anak. Mengutip buku Sekolah Itu Candu karya Roem Topatimasang, kegiatan mengisi waktu luang itu disebut skhole, scola, scolae atau schola artinya waktu luang untuk belajar.

Pola mereka dengan mendatangi orang yang dianggap pandai dan waktunya tidak mengikat dan ketat seperti sekarang. Pendidikan yang utama tetap di keluarga.

Seiring berjalanya waktu dan desakan kebutuhan hidup yang beragam, orang tua tidak lagi sempat untuk mengajari anaknya banyak hal. Maka, pengajaran sepenuhnya diserahkan kepada lembaga pengisi waktu luang.

Fungsi scolaa matterna (pengasuhan ibu sampai usia tertentu) berubah menjadi scola in loco parentis (lembaga pengasuhan anak pada waktu senggang di luar rumah pengganti ayah dan ibu). Lembaga pengasuhan ini biasanya juga disebut “ibu asuh” atau ibu yang memberikan ilmu pengetahuan (alma mater).

Sejak saat itu model sekolah berubah menjadi seperti yang kita kenal sekarang.

Pakar pendidikan kelahiran Brasil, Paulo Freire menyebut, sistem pendidikan menjadikan guru pusat segalanya adalah otoriter atau diistilahkan banking education. Banking education adalah ilmu pengetahuan yang ditransfer dari pengajar kepada pelajar.

Transfer informasi ini menjadi lambang dan instrumen penindasan yang melarang dan menghalangi penyelidikan, kreativitas dan dialog. Simpelnya pelajar paling mudah diisi oleh guru adalah pelajar yang baik. Jika menolak untuk diisi, adalah pelajar bermasalah.

Freire mengajukan pendidikan pembebasan atau yang diistilahkan problem-posting education yang didasarkan pada hubungan demokratis guru dan murid. Guru adalah murid, begitu juga sebaliknya. Adanya demokrasi akan memicu penelitian, kreativitas dan kekritisan serta mendorong munculnya kesadaran.

Tokoh yang lahir di Recife, sebuah kota pelabuhan di timur laut Brasil menjabarkan pendidikan pembebasan di antaranya harus mengacu dialog untuk bisa menyingkap realitas dan siswa diajar untuk berpikir kritis.

Siswa sekolah SMA yang memilih jurusan IPS tanpa harus bersaing masuk jurusan IPA, bagi saya adalah rebel. Mereka berani melawan sistem mapan yang menjadikan sekolah seperti kompetisi. Mungkin sebagian besar anak-anak di sekolah saya tidak memilih kelas unggulan karena kompetisi bukan jiwanya.

Waktu itu mereka lebih memilih menikmati masa sekolah dengan riang gembira, bolos sekolah, lepas dari tekanan pelajaran, ribut ketika kelas kosong dan kenakalan lain ala anak sekolah.

Masuk jurusan IPS bisa dicap bengal dan warga kelas dua, itu adalah pilihan. Karena bagi kami belajar di sekolah lebih dari sekedar menghafal dan berkompetisi. [b]

Tags: OpiniPendidikanSekolah
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
I Made Argawa

I Made Argawa

berusaha santai ditengah dunia yang semakin cepat

Related Posts

Kesetaraan Perempuan Bali ala Banjar Kekeran

Menjadi Perempuan Versiku

8 May 2025
Duta Budaya atau Duta Kapitalisme? Mengkritik Beauty Pageant di Bali di Tengah Overtourism

Duta Budaya atau Duta Kapitalisme? Mengkritik Beauty Pageant di Bali di Tengah Overtourism

27 April 2025
matan AI

Dusta Ajeg Bali

11 February 2025
Penyiaran di Indonesia Bermasalah ditambah Revisi Regulasinya

Penyiaran di Indonesia Bermasalah ditambah Revisi Regulasinya

17 May 2024
Sehabis Manis Manis

Sehabis Manis Manis

2 March 2024
Ini Kisahmu: Ni Pollok Gadis Bali

Ini Kisahmu: Ni Pollok Gadis Bali

14 July 2023
Next Post
Mazaraat, Keju Bermutu dari Bahan Lokal

Mazaraat, Keju Bermutu dari Bahan Lokal

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Ingin Mulai Transisi Energi? Coba Model EBT Ini

Ingin Mulai Transisi Energi? Coba Model EBT Ini

13 May 2025
Senioritas Generasi Teknologi

Senioritas Generasi Teknologi

12 May 2025
matan AI

Intelektual Blangko

11 May 2025
Merawat Kreativitas dan Kebebasan Berpikir Anak Muda Melalui Muruk dan Nutur

Merawat Kreativitas dan Kebebasan Berpikir Anak Muda Melalui Muruk dan Nutur

10 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia