Teks Anton Muhajir, Foto Ilustrasi dari Internet
Memenuhi undangan seorang teman, saya dan anak istri pun mencoba satu restoran baru di jalan Dewi Madri Renon. Jumat malam lalu, kami pun ke sana dengan perut keroncongan. Pokoknya sudah siap tempurlah..
Suasana restoran yang baru buka sekitar seminggu ini asik. Semua warna bantal dan sandaran kursi yang merah ngejreng mengingatkan saya pada restoran Rosso Vivo, yang kemudian diikuti resto sebelahnya, Ocean Beach di jalan raya Pantai Kuta. Dua resto ini tak hanya menawarkan makanan dan minuman tapi juga suasana.
Menurut saya, restoran baru di kawasan Renon ini juga punya nuansa yang sama. Bentuk meja kursi yang pendek-pendek dengan musik yang terus mengalun membuat suasana di dua resto di Kuta itu lumayan terasa di sini kecuali… pantai.
Dari sisi suasana, resto baru ini lumayan asik. Tempatnya santai. Lokasinya juga strategis. Saya lihat harga makanan masih bersaing. Tidak terlalu mahal meski juga tidak masuk ukuran murah. Harga menu berkisar antara Rp 7000 untuk sup sampai Rp 20.000 untuk steak. Yah, relatif terjangkaulah.
Dengan pertimbangan lokasi, suasana, dan harga, bagi saya restoran ini layak jadi salah satu tempat bersantap atau sekadar bersantai. Apalagi di tempat ini juga ada free wifi meski pada malam itu belum bisa dipakai dan kalau toh bisa tak akan lebih dari lamanya baterai bertahan. Mohon maklum, pemilik resto ini memang tidak menyediakan colokan.
Karena perut sudah keroncongan, kami segera pesan. Melihat menu yang disajikan, saya ngiler melihat foto menu Cumi Panggang. Saya belum pernah makan menu ini sebelumnya. Sebagai penggemar seafood sekaligus pemburu makanan, saya ngiler membayangkan nikmatnya menu ini. Saya dengan yakin memesannya pada pelayan.
Teman-teman lain yang kemudian datang pesan menu berbeda-beda. Istri saya pesan sup sosis kacang dan mix omelet. Teman lain ada yang pesan ayam lada hitam, fish and chip, cheese omelet, dan tom yam.
Kami menunggu agak lama. Mungkin 30 menit lamanya. Karena perut keroncongan, waktu segitu bagi saya sudah terasa sangat lama. Semua merasakan hal yang sama: pelayanan di resto ini memang lama. Lalu, satu per satu makanan pun tiba.
Cuma kok pesanan saya, cumi panggang yang menggiurkan itu, tak kunjung tiba. Saya sih positif thinking saja. Mungkin karena ini menu istimewa, jadi perlu waktu lama untuk memasaknya.
Sekitar 15 menit kemudian, ketika semua pesanan teman-teman sudah tiba, saya tanya ke pelayan. Sekadar mengingatkan bahwa pesanan saya belum datang. Dia menjawab singkat, “Ya, Pak. Saya cek dulu ya..”
Oke. Saya pun menunggu.
Waktu terus berlalu. Bahkan teman yang datang paling belakang pun akhirnya pesanannya tiba. Tapi kok cumi saya tak juga tiba. Istri saya kemudian mengingatkan pelayanan. Teman saya juga sampai menuju kasir dan ngasih tahu tentang pesanan yang tak juga datang.
Tapi begitulah. Cumi panggang itu masih hanya dalam pikiran. Lembut dan gurihnya hanya di otak, bukan di lidah. Saya kemudian tanya lagi ke pelayan. Dia menjawab tidak jelas.
Hingga setelah 1,5 jam menunggu dan teman-teman sudah selesai makan, saya pun beranjak meninggalkan meja kursi dengan sakit hati. Kenapa cumi panggang pesanan saya tak juga datang. Cumi panggang itu sepertinya cuma mimpi..
Ketika di kasir, saya komplain tentang cumi yak juga datang itu. Dia menjawab santai. “Di catatan saya tidak ada pesanan cumi. Makanya saya heran ketika bapaknya tanya ke saya soal cumi..”
Saya bilang kalau saya sudah pesan. Teman-teman lain mengiyakan. Lha wong saya memang pesan bersama. Tapi pelayan yang tadi melayani pesanan masih juga ngeles. “Tadi saya sudah cek lagi, memang tidak ada yang pesan cumi,” katanya.
Aduh, parahlah sudah. Resto yang asik ini ternyata payah di pelayanan. Sudah mereka tidak melayani dengan baik, eh, malah menyalahkan pembeli. Sebagai pihak penyedia jasa, mereka harusnya lebih peduli pada komplain dari pelanggan.
Baiklah anggap saja saya memang tidak memesan cumi. Ini salah saya. Tapi saya kan sudah lebih dari tiga kali bertanya kenapa cumi itu tak juga datang. Lha ketika saya bertanya kenapa pelayannya tidak datang lalu bilang sejak awal kalau cumi panggang itu tidak ada di pesanan. Kan saya bisa pesan kemudian. Jadi anggap saja itu pesanan yang datang belakangan.
Ini ternyata tidak. Sudah mereka tidak melayani, eh, malah menyalahkan pembeli. Payah!! [b]
pesanan saya pertama ketika makan disitu adalah cumi ituh… dibarengi dengan pesanan telur goreng campur yang menawan, diriku menunggu sambil mengobrol bersama sodagar gus tulank. tetapi apa daya ketika pesanan datang dengan tampangnya yang imut dan malu-malu menyapa mataku untuk mengontak mulutku dengan berkata WOW… seuprit gituh mana cukup… dan akhirnya sensasi lidah kembali mengontak mulutku untuk berkata No..no… ketika potongan kecil dan alot nian si cumi masuk kemulut. sungguh sensasi ketidak nyamanan mata dan mulut menggangguku. tetapi karena pesananku ada telurnya, cukup senanglah selera makanku yang sedikit kacau gara2 cumi “cukup minim” tsb. dan akhirnya cukup puas juga karena sang sodagar ternyata menjamuku dengan membayar bill malam itu. he.he.he..