Oleh Arief Budiman
Kajian mengenai jalan alternatif menuju Nusa Dua dan Benoa secara serius nampaknya harus diintensifkan lagi. Sebab jalan tunggal by pass Nusa Dua mulai dari pertigaan Airport Ngurah Rai Tuban hingga menuju Nusa Dua rawan dengan risiko terhentinya aktifitas warga dan wisatawan dari dan menuju kawasan bergengsi tourism di Bali Jimbaran, Nusa Dua, Benoa dan seputarnya.
Kejadian kerusushan tahun 1999 telah menunjukkan hal itu. Pada saat itu ribuan tamu dan pekerja di Industri pariwisata tidak dapat kembali ke Nusa Dua karena satu-satunya jalan menuju Nusa Dua itu penuh dengan pohon ditumbangkan, ban dibakar dan tiang listrik yang dirobohkan.
Bulan ini kejadian itu hampir terulang namun bukan sabotase atau perusakan massa tapi debit air yang tinggi. Banjir itu terjadi akibat hujan di daerah bukit sehingga aliran air menuju laut harus melewati jalan raya by pass tepatnya di Jimbaran dekat SLB setelah simpang empat menuju Kampus UNUD jika kita hendak menuju Nusa Dua dari Denpasar.
Bahkan setidaknya telah dua kali kejadian dalam sebulan ini di mana kemacetan memakan waktu berjam-jam baik dari arah Nusa Dua maupun Denpasar. Kejadian pertama adalah malam hari sekitar pukul 9.00 wita hingga pukul 12 tengah malam pada hari Minggu 15 Februari. Saat itu arus jalan menjadi kacau dari segala arah disebabkan tidak memadainya petugas yang mengatur arus lalu lintas. Sementara kejadian kedua adalah pagi ini, Kamis 26 Februari 2009 mulai pukul 7 wita.
Walaupun hujan hanya sebentar namun curahnya demikian tinggi sehingga genangan air tak terelakan lagi. Hujan dan banjir kali ini sebenarnya lebih sedikit dibanding sebelumnya. Tapi karena kejadiannya pagi hari, di mana banyak aktivitas dimulai, maka dampaknya demikian besar. Antrian mobil dan motor mulai tidak teratur ketika masing-masing tidak dapat menahan diri ingin segera keluar dari banjir. Bahkan secara nekat ada wisatawan asing yang sempat mencari minum karena lamanya menunggu.
Kejadian ini jelas menghambat upaya lain di sisi promosi pariwisata Bali. Karena wisatawan yang mengalami sendiri kejadian ini merasa kesal dan dirugikan secara waktu. Masyarakat yang belum siap mengalami kejadian inipun mengakibatkan bertambahnya kesemerawutan lalu lintas pada saat kejadian sehingga menjadi bertambah lama dalam penanganan.
Jika hal ini tidak dijadikan pelajaran berharga bagi para pemangku kepentingan tentu akan menjadi penghambat berlangsungnya pembangunan ekonomi dan pariwisata Bali. Pelajaran lain yang perlu kita renungkan adalah soal pemanasan global yang membuat musim tak lagi dapat diprediksi serta curah hujan yang lebih besar dari biasanya. Soal pemanasan global ini berhubungan dengan kebiasaan manusia yang kurang kontrol dalam kebiasaan sehari-harinya termasuk pencemaran udara, buang sampah yang seenaknya serta pembangunan tanpa mengintegrasi saluran pembuangan yang terpusat.
Jika tiga tahun lalu pemerintah telah membuat saluran bawah tanah di lokasi banjir tersebut dan tahun ini terjadi hal yang tidak diduga dengan tetap banjir, bukankah ini sebuah pertanda? Jalan alternatif yang dipertanyakan barangkali juga bukan sebuah jawaban namun tetap harus diagendakan. Dalam sebuah ruang publik, emergency exit bukankah merupakan keharusan? [b]
Tiang penasaran apakah hal ini memang sudah terjadi sejak lama tapi baru sekarang – sekarang ini muncul ke permukaan? Ato apakah hal ini baru – baru ini saja terjadi karena dirubahnya struktur lautan disekitar daerah sana (bakau berkurang, pengurukan laut dll)?
Mohon pencerahan …
salam, mas jalan alternatif itu wacana lama. Mungkin sudah 10 tahunan. Alternatifnya, ada jalan layang atau jalan tol. Problemnya, klasik banget soal pendanaan. Ditawarkan ke investor enggak ada yang mau karena penguasaan jalannya terlalu pendek. gak untung katanya. Kalau kelamaan, kata Pemda Bali bakal diprotes. Ada juga investor Malaysia yang mau bikin, tapi mereka pingin kuasai radius di sekitar jalan agar perawatnnnya terjamin. Repotnya, di radius itu khan hutan bakau.
Problem besarnya, setiap kali terjadi pro dan kontra, pemimpin bali tidak ada yang berani mengambil keputusan. Atau paling tidak memberi alternatif dan lalu jalan terus. Sebab, apapun keputusannya, pasti ada pro kontra. Kita butuh pemimpin yang kuat mas, biar bisa maju terus hehehehhe…. jadi kena SARS (Sindrome Aku Rindu Soeharto) nih.