Enam perupa muda menggelar pameran Freedom of Feeling di Galeri Paros, Banjar Palak Sukawati, Gianyar.
Enam perupa tersebut Pande Nyoman Alit, Putu Wita Sugianyar, Putu Alit Darma Putra, Pande Gede Sarjana, Gede Wi Suparno, dan Komang Wirawan. Karya yang ditampilkan sangat segar, berjiwa muda, dan memiliki spirit kebebasan.
Pemilik Galeri Paros Made Kaek mengatakan keenam perupa yang mengaku masih sedikit jam terbang itu memiliki antusiasme tinggi untuk pameran. Seperti halnya judul pameran ini mereka bebas menginterpretasi berbagai persoalan ke dalam karya.
“Kami memfasilitasi mereka untuk berkespresi. Jiwa muda mereka yang meletup-letup sangat kental dalam karya mereka,” kata Kaek. Pameran tersebut dibuka pada Minggu malam oleh Ketua DPRD Tabanan Ketut Boping Suryadi. Pameran akan berlangsung hingga 14 Mei mendatang
Menurut Kaek keenam perupa ini tidak membawa bendera nama kelompok ataupun komunitas. Meskipun pameran bersama, mereka tetap membawa jatidiri masing-masing individu. Semangat mereka sama yakni memberi arti tentang rasa kebebasan dalam berbagai segi kehidupan.
Dengan semangat tinggi, kata Kaek, keenam perupa yang tak peduli ingar bingar pasar ini menampilkan konsep, proses, dan kreativitas agar karya-karya mereka dapat dinikmat oleh publik. Kaek mengapresiasi kesungguhan merwka untuk berkesenian. “Apalagi galeri ini memang untuk mewadahi aktivitas berkesenian, terutama seni rupa,” tambahnya.
Perupa dan staf pengajar ISI Denpasar Wayan Sujana Suklu memberikan pengantar pameran ini. Dia mengatakan sebagian besar seniman modern alumnus akademi seni yang menekuni kesenirupaan sebagai karir telah mengantarkan mereka pada pertarungan gagasan dan media untuk merebut posisi pada peta seni rupa. “Generasi ini merupakan penyambung dari seni rupa tersebut, namun mereka memiliki kesadaran akan pentingnya otentikasi gagasan individu, dan menciptakan event untuk mendekati masyarakatnya apresian,” kata Suklu.
Peta kesadaran itu, lanjut Suklu, didapat dari bangku kuliah di mana mereka mengenyam pendidikan seni. Selanjutnya di luar kampus mereka membentuk kelompok atau komunitas dalam upaya mempublikasikan perupaan yang dilakoni dan menyampaikannya ke publik. Kata dia seni kontemporer tampaknya ada di zona terbuka terpisah dari karakter duniawi dan fungsional kehidupan sehari-hari, dan dari aturan-aturan dan konvensi. Ini memberi konsekuensi gamang pada seniman dalam berhadapan dengan publik.
Pameran kelompok ini menyikapi ruang keterbukaan dengan sederhana. Mereka meyakini apa yang dikreasi dengan kejujuran niscaya mengasilkan visual individual. Mereka menggali kualitas-kualitas kreasi sebanyak mungkin untuk menemukan estetika personal. Lalu, mereka memaknai dengan narasi-narasi personal dasar gagasan. Karya yang ditampilkan terdapat kecenderungan sama yakni mengangkat persoalan-persoalan global dalam konteks lokal dengan bahasa ungkap berbeda. [b]
Naskah dikirim Paros Art Gallery.