Museum ARMA menggelar pameran seni rupa bertajuk ‘Retrospective Made Djirna 1992-2022’ pada 18 Desember 2023-7 Januari 2023.
Pameran yang dikuratori Alexander Goetz ini menyajikan 40 karya terbaik Made Djirna yang sebagian belum pernah diperlihatkan ke publik.
Alexander mengatakan bekerja setahun untuk mendapatkan karya pilihan yang memperlihatkan gaya dan karakter kekaryaan Djirna yang sangat berbeda satu dengan yang lain. “Tak ada karya repetitif dalam pameran ini, yang menunjukkan betapa kreativitas dan produktivitas Djirna di puncak pencapaian karya,” kata Alexander, sebelum pembukaan pameran, Senin 18 Desember 2023 malam.
Founder Museum ARMA Anak Agung Gede Rai mengatakan Djirna merupakan salah seorang perupa Bali yang karyanya lekat dengan berbagai persoalan kehidupan. “Warna budaya Bali tersirat dengan kuat baik dalam lukisan dua dimensi maupun seni instalasi dan objek dengan berbagai medium yang dilahirkannya,” katanya.
Menurut Agung Rai pameran kali ini merefleksikan perjalanan berkesenian Djirna dalam kurun tiga dasa warsa terakhir dan menyajikan pertanggungjawaban kesenimanannya kepada publik. Museum ARMA selain mengoleksi lukisan karya Djirna juga memberikan tempat khusus untuk sebuah seni instalasi berukuran besar di salah satu sudut halaman di kawasan museum yang menyatu dengan lingkungan.
Biografi pendek dalam katalog pameran dituliskan, karya Djirna dijiwai pengalaman hidup; yang dirasakan oleh indera, dan secara mendalam, mereka adalah cermin dari kesadaran diri terdalamnya atas seni dan perjalanan hidupnya. Djirna mengeksplorasi berbagai teknik dan perspektif; tidak membatasi diri pada genre tertentu.
Pada karya dua dimensi, secara utamanya bermain dengan warna dan tekstur yang menjadi corak untuk menopang bentuk rupa dari eksplorasi garis. Pada karya patung dan instalasinya, terdapat eksplorasi bentuk dan ruang (spasial dan suasana) yang merupakan eksplorasi atas bahan-bahan alami (seperti kayu, batu, tanah), baik yang diolah dari awal maupun yang didapat sebagai ready-made atau found object.
Secara keseluruhan, perupaan karya Djirna beranjak dari pengalaman diri pribadi dan dengan medium yang dieratkan dengan filosofi kehidupan tradisi Bali dan pencarian artistik serta estetika seni yang diperlakukan sesuai konteks ruang dan waktu. Djirna lulus dari ASRI (kini ISI) Yogyakarta pada 1985, merupakan salah satu seniman Indonesia ternama atas eksplorasi seninya dan penggunaan medium alami serta ready-made untuk karya tiga dimensinya, dan media campuran pada karya dua dimensinya, yang di mana karyanya secara kontemporer mengakar pada tradisi Bali.
Djirna telah menerima banyak penghargaan atas karyanya dan telah diundang untuk berpartisipasi dalam berbagai pameran tunggal maupun kelompok di berbagai galeri dan museum di Indonesia, Australia, Belanda, Guam, Singapura, dan Swiss. Karya-karya Djirna telah menjadi bagian dari perhelatan seni rupa seperti “ArtJog 2023: Motif – Lamaran”, Jogja Nasional Museum, Indonesia (2023), “Asia Pacifc Triennale ke-10 (APT10)” di Queens Art Gallery | Gallery of Modern Art, Australi, “ArtJog 2019: Common Space”, Jogja Nasional Museum, Indonesia (2019), “ART•BALI 2018: Beyond the Myths”, ABBC Building, Indonesia (2018), “Jakarta Biennale 2017: JIWA”, Gudang Sarinah Ekosistem, Indonesia (2017), dan the “5th Singapore Biennale: An Atlas of Mirrors”, Singapore Art Museum, Singapura (2016).
Karyanya dikoleksi antara lain: Galeri Nasional Indonesia, Jakarta; Museum Tumurun, Solo, Indonesia; Museum OHD, Magelang; Museum der Kulturen Basel; Singapore Art Museum; The Northern Territory Museum of Art and Science, Darwin, Project Eleven, Melbourne, Australia.