Teks: Kadek Adi Mantara, Foto: Anton Muhajir
Sekitar 30 korban Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Napza) yang tergabung dalam Ikatan Korban Napza (IKON) Bali melakukan aksi demonstrasi pada Jumat (26/6) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Selain membagi-bagikan bunga mawar pada hakim dan pengunjung PN, mereka juga meminta agar para hakim di PN Denpasar segera melaksanakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 27 tahun 2009 tentang penerapan vonis rehabilitasi bagi korban Napza.
Aksi itu sendiri dilakukan untuk menyambut hari Anti Narkotika (HANI) 2009 yang juga hari Anti Penyiksaan yang jatuh pada hari ini, Jumat (26/6).
IKON Bali mendatangi PN Denpasar untuk menyampaikan aspirasinya terkait dengan penerbitan SEMA no 7 tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi. Surat edaran ini dikeluarkan pada 17 Maret 2009 oleh Mahkamah Agung dan ditujukan kepada Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Para Ketua Pengadilan Negeri seluruh Indonesia.
Surat edaran ini dikeluarkan berdasarkan pasal 41 Undang-undang (UU) no 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan pasal 47 UU no 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Dua pasal tersebut secara garis besar menyatakan bahwa hakim dapat memerintahkan seseorang yang terbukti sebagai pengguna narkoba dan psikotropika untuk menjalankan rehabilitasi.
”Kami berharap SEMA ini dapat menjadi pegangan para hakim untuk menerapkan vonis rehabilitasi kepada korban napza,” kata Koordinator IKON Bali IGN Wahyunda. Menurut Wahyu dalam UU no 5 tahun 1997 dan no 22 tahun 1997 disebutkan bahwa hakim memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan seseorang menjalankan rehabilitasi atau tidak.
”Karena itu kami menghimbau agar para hakim untuk menerapkan vonis rehabilitasi secara mutlak,” tambah mantan korban Napza ini.
Surat edaran ini juga dikeluarkan dengan melihat kondisi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang kurang mendukung. ”Sebab buruknya kondisi Lapas dapat semakin memperburuk kondisi kejiwaan dan kesehatan yang dialami para narapidana kasus narkotika dan psikotropika,” ujar Koordinator Aksi Raden Danu.
Danu menyatakan sejak dikeluarkannya surat edaran tersebut hingga saat ini belum satu pun korban napza yang mendapatkan vonis rehabilitasi tersebut. Semua vonis kasus narkotika dan psikotropika masih menjalankan pemidanaan di LAPAS. Sampai saat ini juga belum ada koodinasi antara institusi – intitusi yang terkait, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri, dan Badan Narkotika Provinsi dalam penerapan SEMA tersebut.
”Akibatnya SEMA ini hanya jadi pajangan dan tidak ada penerapan yang konkrit dan nyata,” tegas Wahyu.
IKON Bali menyampaikan agar SEMA no 7 tahun 2009 dapat segara dijalankan sehingga pencitraan pelaku kriminal yang melekat pada korban napza dapat dikurangi. Ini juga dilakukan IKON Bali karena berdasarkan sosialisasi yang dilakukan IKON kepada masyarakat umum, mereka sangat setuju jika korban napza dibawa ke rehabilitasi daripada ke penjara.
Selain tuntutan tentang pelaksanaan SEMA, IKON Bali juga menuntut agar Panitia Khusus DPR menunda pengesahan Rancangan UU Narkotika yang muatannya justru semakin mengkriminalkan korban Napza. Salah satunya dalam RUU yang rencananya akan disahkan pada November tahun ini disebutkan bahwa pengguna terbukti membawa 5 gram heroin terancam pidana hukuman mati. Selain itu orang yang mengetahui adanya penggunaan Narkoba bisa dijerat dengan hukuman satu tahun penjara atau denda Rp 50 juta.
”Aturan tersebut sangat tidak adil. Sebab pengguna Narkoba hanyalah korban dari sistem peredaran gelap Napza,” tambah Wahyu.
Dalam aksi ini IKON Bali juga mengetuk hati nurani para Hakim dengan membagikan bunga mawar, simbol dari kepedulian IKON Bali terhadap permasalahan Napza yang terus meningkat. Sehingga korban napza dapat diperlakukan secara manusiawi. [b]
Yaps benar banget…
Treatment not punishment…
Saya sangat setuju bahwa pecandu narkoba butuh rehabilitasi dan bukan mendapatkan hukuman penjara yang justru semakin memperburuk keadaan pecandu tersebut karena pada dasarnya jika kita melihat pada hakikatnya bahwa pecandu narkoba bukan penjahat yang merugikan pihak lain, pecandu tersebut dalam hal ini melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri bukan seperti koruptor dan pelaku tindak pidana lain yang justru seringkali mendapatkan perlakuan yang lebih layak dari para pecandu narkoba..
Negara harus melihat dari esensi pecandu narkoba sebagai pihak yang membutuhkan perawatan dan pembinaan agar dapat segera terbebas dari narkoba. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah penjara sebagai hukuman bagi pecandu narkoba dapat menjadi sarana rehabilitasi yang dapat merawat dan menghentikan para pecandu dari ketergantungan tersebut??Kearifan dalam berfikir dan memutus sebuah perkara memang masih sangat jauh dari rasa keadilan bagi rakyat kecil di negeri ini