Belakangan kejadian rabies semakin meningkat jumlahnya di Bali.
Provinsi Bali sudah menyandang status Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies. Upaya penanganan rabies selama ini patut dipertanyaakan karena jumlah kasusnya justru semakin meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Kejadian Rabies ini juga menjadi perhatian dunia internasional. Kedutaan Besar Jepang dan Australia sudah mulai memberi perhatian terhadap penanganan rabies di Bali. Mereka merasa terancam terhadap kondisi ini.
Hal ini juga dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Bali karena mempertimbangkan faktor kesehatan warganya. Walaupun sampai saat ini belum dikeluarkan travel warning untuk kejadian rabies, namun kita harus bertindak sebelum kejadian rabies menjadi lebih besar lagi.
Kita menyadari sebagian besar masyarakat Bali bergantung pada pariwisata. Sektor pariwisata juga terkait dengan faktor keamanan dan kesehatan. Menyatakan Bali sebagai daerah endemis rabies serta mengalami Kejadian Luar Biasa tentu perlu dilakukan penanganan serius terhadap masalah ini. Semua negara menginginkan warganya berkunjung ke daerah yang aman dan tidak membahayakan.
Isu rabies dapat menjadi sensitif terhadap perkembangan pariwisata kita ke depannya.
Jumlah vaksin anti rabies (VAR) yang berkurang persediaannya menunjukkan ketidak siapan kita menghadapi kejadian luar biasa rabies. Persediaan VAR harus segera ditambah dan didistribusikan ke daerah-daerah rawan rabies. Sehingga apabila ada kasus gigitan anjing maka dapat segera mendapatkan vaksin. Hal ini juga untuk mengurangi angka kematian akibat rabies.
Selama ini kita masih belum optimal dalam melakukkan penanganan pada anjing penular rabies. Masih belum semua anjing divaksin, anjing yang sudah divaksin juga ada yang hilang tandanya. Harusnya setiap anjing ada rekam datanya sudah lengkap vaksinnya atau belum.
Administrasi pendataan anjing inilah yang belum ada. Setiap pemilik anjing harusnya memiliki sertifikat kepemilikan disana ada kelengkapan dokumennya.
Sebagian besar anjing terutama di pedesaan anjing liar dan anjing diliarkan pemiliknya. Saat mau ditangkap untuk dilakukan vaksinasi seringkali tidak jelas siapa pemiliknya sehingga sulit untuk ditangkap. Kasus rabies saat ini sudah memasuki daerah pedesaan.
Seperti diketahui jumlah anjing liar di desa sangat banyak. Sedangkan tindakan kita masih lambat dalam pendataan dan pengendaliannya.
Gerakan pemberian vaksin pada anjing dan hewan penular rabies (HPR) di Bali memang sangat diperlukan ini juga dapat menangkal penyebaran rabies. Terkait dengan anjing liar dan tidak terurus maka eliminasi menjadi salah satu pilihan. Anjing liar yang tidak terurus juga dapat menjadi masalah kesehatan lainnya. Orang yang mendapat gigitan anjing harus dibersihkan lukanya dan mendapatkan vaksin serta serum anti rabies.
Penangan rabies harus cepat dan tepat kerena penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Apalagi kalau sampai ada wisatawan asing yang terkena maka dampaknya akan menjadi besar. Kawasan pariwisata harus mendapatkan perhatian terutama terkait dengan anjing yang liar agar dilakukan vaksin atau dieliminasi.
Keterlibatan Desa Pakraman dalam sosialisasi dan membuat perarem (peraturan adat) tentang anjing mengganggu orang agar ditertibkan. Lembaga sosial masyarakat harus diajak bareng dalam menyukseskan vaksinasi rabies secara masal. Dengan keterlibatan masyarakat maka ada rasa memiliki terhadap program tersebut.
Kejadian kematian akibat rabies seringkali karena keterlambatan penanganan. Warga yang digigit anjing menganggap hal itu sudah biasa sehingga dibiarkan begitu saja.
Sosialisasi terhadap penanganan luka akibat gigitan anjing perlu dilakukan. Luka gigitan anjing harus di dicuci dengan sabun pada air mengalir. Berikan antiseptik kemudian segera bawa ke layanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin dan serum anti rabies. [b]