Oleh: Awan Hijau (Bukan nama sebenarnya)
Ini adalah kejadian kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk penelantaran anak dan istri yang berujung pada gugatan cerai di mana tempat kejadian penelantaran anak dan istri itu terjadi di Tabanan, Bali.
8 April 2000, saya menikah di KUA Denpasar Selatan. Waktu itu, usia saya 23 tahun dan suami berusia 24 tahun.
Tanggal 28 Juni 2000, anak pertama saya lahir. Kami waktu itu tinggal di rumah orang tua saya. Setelah anak kami berusia 3 bulan, kami tinggal ngekos di Denpasar. Bulan Desember 2000, kami pindah ke Tangerang tinggal bersama orang tua suami.
Bulan Agustus 2001, waktu itu saya sedang hamil anak kedua, usia kandungan 2 bulan, saya ke Bali tinggal bersama orang tua dan suami tinggal di Tangerang. Dari sinilah penelantaran itu terjadi selama hampir 17 tahun.
Akhirnya, saya melakukan gugatan cerai ke pengadilan agama yang waktu itu didampingi oleh LBH Bali WCC dan mendapat putusan dari Pengadilan Agama Tabanan, di mana saya mendapatkan hak asuh atas kedua anak saya.
Mulailah saya diajak ikut menjadi paralegal di LBH Bali WCC dan pernah melakukan pendampingan di tingkat polisi maupun pengadilan.
Alasan saya mau menjadi paralegal di LBH BWCC karena saya tahu rasanya menjadi korban dan saya ingin korban berani melapor, ke mana harus melapor, bagaimana cara melapor. Agar pelaku bisa dihukum dan bisa mencegah adanya pelaku-pelaku baru serta mencegah diri kita agar tidak menjadi korban juga.