Tataran kios dan los aksesoris di sepanjang jalan menuju Tanah Lot sedang terjaga sore itu. Masuk dari areal parkiran hingga di pinggir Pantai Tanah Lot, kita bisa memanjakan mata dengan dagangan pernak pernik yang biasa dibilang sebagai oleh-oleh khas Bali. Seperti baju dengan gambaran Pulau Bali atau patung-patung dengan khas ukiran Bali. Tak luput juga makanan khas Bali hingga ciki-ciki yang berjejer di pinggir jalan seakan menyambut tiap tamu yang sedang berwisata di Tanah Lot, Desa Beraban, Tabanan.
Hanya saja, kunjungan wisata Tanah Lot pada Bulan Suci Ramadan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Nyoman Nedeng seorang wanita paruh baya yang berdagang di Kawasan tersebut menyatakan keluhannya perihal penurunan kunjungan wisata yang berpengaruh terhadap penjualan dagangannya. Barang-barang yang dijual Nedeng ini kebanyakan berupa pakaian pantai, ada juga baju barong khas bali, topi tas tenteng anyaman dan lain sebagainya.
Sore itu situasi pusat wisata Tanah Lot memang lebih banyak didominasi tamu dari India. Sedikit tamu domestik (Indonesia). Nyatanya memang seperti siklus/musim wisatawan kata Nedeng. Memang setiap bulan puasa tamu lokal lebih sedikit yang berkunjung. Biasanya tamu domestik lebih banyak membeli dagangannya.
“Situasinya seperti ini, gimana nyari penghasilannya ini, ya yang penting kita jalan aja. Situasinya begini bulan puasa kan ya kita memaklumi, (wisatawan) domestik nggak ada,” jelas Nyoman Nedeng (30/3/2024).
Meski demikian, Nyoman Nedeng tetap mengisi rukonya dengan dagangan yang ia beli secara langsung di Tanah Lot. Kaos, tas hingga aksesoris yang ia jual, dibeli dari pengepul yang berkeliling di sekitar Tanah Lot. Biasanya pengepul langsung menjajakan dan membawakan produk-produk ke pedagang ruko sepanjang Tanah Lot.
“Kanggoang jani sing ngalih malu, sing maan medagang uling semengan, tamune sepi (Maaf sekarang nggak nyari (dagangan) dulu, belum dapat jualan dari pagi, tamunya sepi),” ujarnya pada pengepul langganannya yang baru saja mendekati ruko Nyoman Nedeng.
Nyoman Nedeng mengaku sewa ruko per tahun di Kawasan Tanah Lot berkisar Rp 90 juta per tahun. Sedangkan penghasilannya per hari masih belum bisa dibilang cukup.
“Sekarang (sore) jam segini dapat Rp 200 ribu gimana?” kata ibu paruh baya ini sambil tertawa.
Pengawas Pasar DTW Tanah Lot, Wayan Darmadi juga mengiyakan pernyataan bahwa setiap tahunnya siklus kunjungan wisatawan di bulan puasa ini memang terjadi penurunan. Beliau juga sempat menmberikan informasi bahwa terdapat sekitar lebih dari 400 kios yang terdapat di Daerah Tujuan Wisata Tanah Lot.
Kondisi Pasca Covid kemungkinan mempengaruhi penurunan kunjungan dikarenakan pariwisata baru saja pulih dari pandemi. Dibuktikan dengan data kunjungan wisatawan Tanah Lot tahun sebelum covid (2018). Dalam sepekan atau per tanggal 1-8 April 2018, kunjungan ke DTW Tanah Lot mencapai 75.623 wisatawan, data yang tertulis di Tribun Bali.
Dibandingkan dengan kunjungan pada bulan ramadan 2024 terlihat dari catatan rata-rata kunjungan per hari mencapai 2.000 – 3.000 orang wisatawan. Sedangkan sebelum memasuki bulan Ramadhan kunjungan rata-rata mencapai 4.000 – 5.000 per hari, dilansir dari data Pantau Bali.
Sebelum mulai berjualan Nyoman Nedeng dulu pernah bekerja sebagai tukang jarit, lalu pada tahun 1995 beliau memulai menekuni usaha dagang di DTW Tanah Lot sampai dengan sekarang. Harapan beliau ke depannya agar pariwisata khususnya di DTW Tanah Lot semakin banyak wisatawan yang datang berkunjung, supaya usaha dagangnya bisa berjalan dengan lancar.
(Salah satu karya peserta Kelas Jurnalisme Warga Desa Beraban, 30-31 Maret 2024)