Pandemi turut berdampak terhadap ancaman hilangnya budaya lokal.
Sekitar Maret 2020, saya mulai berpikir untuk membuat proyek ambisius di Wikipedia Basa Bali. Ensiklopedi digital berbahasa Bali ini kami gagas bersama Komunitas Wikimedia Denpasar di awal tahun 2019. Proyek ini disusun karena korban pertama pandemi adalah hilangnya memori tentang kebudayaan itu sendiri, khususnya kebudayaan daerah.
Bahkan sebelum pandemi pun, khasanah kekayaan budaya daerah semakin tenggelam. Banyak generasi muda lebih tergiur budaya-budaya pop luar negeri daripada melirik kekayaan budayanya sendiri. Media sosial dan digital pun ikut mengglorifikasikan dengan berbagai acara dan kegiatan.
Kebudayaan lokal kita tenggelam lebih cepat, begitu pula dengan kearifan lokalnya.
Atas keprihatinan itulah, komunitas membuat wadah bersama untuk melestarikan basis data kebudayaan tersebut dalam satu tempat. Inilah yang menjadi dasar berdirinya ensiklopedia digital bebas tersebut. Di tengah kesibukan, saya kemudian meluangkan waktu dua sampai tiga jam sehari untuk mengumpulkan basis data satua Bali dari bulan April sampai dengan Desember 2020.
Hasilnya? Tidak kurang dari 180 satua Bali berhasil ditulis dan diceritakan ulang di Wikipedia.
Oasis
Satua Bali (dongeng rakyat Bali) menjadi salah satu dari demikian banyak ragam tradisi lisan. Sebagai ragam tradisi, satua menjadi salah satu karya sastra kesusastraan lisan (dipertuturkan, tapi sedikit tercatat). Satua, bagi masyarakat Bali, berperan penting bagi kehidupan masyarakat terutama terkait pendidikan etika moral, sebuah oasis bagi local wisdom untuk berkembang. Sebut saja seperti kasus sulinggih bermasalah di Bali akhir-akhir ini, seperti telah teranalogikan dalam satua Pedanda Baka.
Sayangnya, satua-satua ini semakin pudar dan tidak dikenal oleh generasi muda. Berbagai macam format baru seperti komik, cerita bergambar, nyatua di media sosial termasuk Youtube bertebaran. Namun, tidak satupun yang dapat menjawab pertanyaan sederhana ini, berapa banyak satua Bali yang sesungguhnya ada?
Selama ini, acuan pupulan satua Bali dalam format buku dan sejenisnya baru ada segelintir. Buku Pupulan Satua Satua Bali jilid I sampai dengan XV karya I Nengah Tinggen, maestro sastrawan basa Bali, jika dihitung, hanya berisikan total 80 satua Bali. Buku lainnya, karya I Nyoman Suwija dkk. yang terbit tahun 2019 berjudul Kumpulan Satua (Dongeng Rakyat Bali) memuat tidak lebih dari 61 satua. Sayangnya, format buku tersebut tidak juga mudah ditemukan di toko-toko buku.
Melihat berbagai kekurangan ini, penulis merasa perlu menghadirkan katalog yang memuat gabungan satua ini serta menampilkannya dengan format baru yakni dalam situs ensiklopedia digital bebas, Wikipedia. Selain dapat diakses siapa saja, situs ini juga dapat diakses di mana saja, bahkan sudah tersedia dalam bentuk aplikasi selulernya.
Proyek Katalogisasi
Sampai permulaan proyek ini, diperkirakan terdapat tidak kurang dari 171 satua Bali beredar di masyarakat dan telah dikumpulkan oleh Penyuluh Bahasa Bali. Sayangnya dari 171 satua ini tidak dijelaskan judul satua-satua apa saja dan bagaimana cara mengaksesnya. Beberapa kemungkinan ada yang cukup terkenal seperti satua I Belog. Sebagian lain bahkan hampir tidak dikenali seperti Satua Bé Bano yang saya baru baca dan kenali setelah melakukan proyek katalogisasi ini.
Tidak hanya itu, dalam katalog ini juga dijabarkan masing-masing asal sumber lontar (jika tersedia) darimana saja satua tersebut berasal. Ambil contoh satua Bagus Diarsa, yang ternyata sudah terdapat di lontar pada katalog Gedong Kirtya berangka tahun 1948. Baik itu katalog nomor 6105 / VI b (tahun 1981) dan nomor 1753 / VI b (tahun 1948). Beberapa di antaranya bahkan berasal dari lontar yang lebih tua lagi berangka tahun 1940 atau sebelumnya seperti satua I Cekel Wanengpati.
Kebutuhan untuk repositori dan database bagi satua Bali ini menjadi sangat mendesak karena semakin sedikitnya penutur bahasa Bali sendiri. Dari 3,3 juta penutur bahasa Bali pada sensus tahun 2010 diperkirakan saat ini hanya tinggal 1 juta yang masih aktif menggunakan bahasa Bali dalam kesehariannya. Dari satu juta pengguna itu pun hanya seperempatnya saja yang benar-benar dapat menggunakan dengan baik.
Harapan ke depannya, makin banyak penelitian dan format baru yang dapat ditampilkan dalam merawat budaya lokal Bali yang amat kaya ini. [b]