• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Wednesday, May 21, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Budaya

Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

feni_darmayanti by feni_darmayanti
17 August 2023
in Budaya, Kabar Baru, Sejarah
0 0
0

Kabupaten Gianyar kerap kali dijuluki sebagai “Kota Seni” dikarenakan banyaknya UMKM dan potensi industri kerajinan yang ada di Gianyar. Masing-masing daerah di kabupaten ini memiliki potensi pengembangan kesenian dan kebudayaan, salah satunya di Kelurahan Bitera. Jarak Kelurahan Bitera dengan pusat Kota Gianyar adalah 1 Km. Dengan jarak tempuh yang kurang lebih memakan waktu 10 menit dan berada di jalan kabupaten, menjadikan Kelurahan Bitera wilayah strategis.

Salah satu objek cagar budaya yang ada dan wajib dikunjungi di Kelurahan Bitera yaitu objek budaya Relief Bebitra. Istilah relief pada dasarnya mengacu pada pahatan yang memiliki bentuk serta gambar yang berbeda di antara permukaan rata sekitarnya. Perwujudan relief sebagai sebuah karya pahat tiga dimensi yang dapat dipandang dari arah depan maupun samping menjadi peninggalan sejarah yang sering disebut sebagai lukisan timbul.

Menilik pada sejarahnya, Relief Bebitra merupakan sebuah peninggalan dari Desa Peling yang merupakan cikal bakal terbentuknya Desa Bitera. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kelian Pengempon Pura Bukit Puncak Sari Bitera, dijelaskan bahwa hal ini bermula dari kepemimpinan Mas Pahit dan patihnya yang bernama Wedang Serawah yang berasal dari Desa Peling.

Singkat cerita, terjadi pengkhianatan antara istri Mas Pahit dengan Wedang Serawah yang menyebabkan awal mula kehancuran Desa Peling. Imbas dari hal tersebut menyebabkan terbentuknya desa baru yang dipimpin oleh I Dewa Gede Kesiman. Setelah penunjukkan I Dewa Gede Kesiman sebagai pemimpin baru, terjadi suatu pertemuan yang akhirnya melahirkan sebuah nama desa baru yang disebut dengan Desa Bebitra.

Nama tersebut dipenggal menjadi dua kata yaitu bibit memiliki arti benih dan tera yang berarti mengatur atau menolong. Seiring dengan berjalannya waktu, penyebutan Desa Bebitra berubah menjadi Desa Bitera hingga saat ini. Namun, pengempon Pura Bukit Puncak Sari ini juga menambahkan bahwa belum ada bukti dan sumber konkret yang menyatakan secara jelas terkait asal usul, sejarah, serta arti yang tersirat dalam Relief Bebitra ini.

Relief Bebitra memiliki keterkaitan erat dengan Pura Bukit Puncak Sari yang terletak tidak jauh di atas lokasi relief. Relief Bebitra memiliki fungsi religi, dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat penyucian atau pesiraman Ida Sesuhunan Pura Bukit Puncak Sari. Pada pelaksanaan pujawali purnama ke empat dan purnama ke sepuluh, Relief Bebitra difungsikan dalam kegiatan keagamaan, utamanya pada upacara “ngingsah” atau “nyangling”.

Air dari pancoran Relief Bebitra digunakan untuk membersihkan sarana upakara yang akan dipakai pada upacara pujawali di Pura Bukit Puncak Sari. Pada situs Relief Bebitra terdapat satu pancoran yang keluar dari mulut Garuda yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai sumber rejeki. Unsur keagamaannya juga nampak pada bentuk pahatan yang berupa filosofi binatang yang sangat disucikan dalam Agama Hindu, seperti Singa sebagai manifestasi penjaga dialam Dewa Wisnu, Lembu sebagai wahana atau kendaraan Dewa Siwa, sedangkan Anjing sebagai perantara orang yang telah meninggal.

Karena kental dengan unsur-unsur religi, maka kesucian dari Relief Bebitra ini sangat dijaga oleh masyarakat setempat. Terdapat beberapa pantangan yang perlu diperhatikan oleh pengunjung di antaranya, dilarang mencuci tangan pada pancoran dan tidak diperkenankan mengambil air secara sembarang tanpa proses yadnya.  Hal ini menjadi catatan pula bagi wisatawan atau seseorang yang hendak mengunjungi relief ini agar senantiasa menjaga tutur kata, pikiran, dan perbuatan saat berada di situs Relief Bebitra ini. Selain itu, bagi pengunjung yang sedang datang bulan atau “leteh” juga tidak diperbolehkan untuk memasuki area relief.

Bagi yang ingin mengunjungi objek wisata Relief Bebitra ini, berikut adalah deskripsi lokasi yang akan mempermudah aksebilitas menuju lokasi Relief Bebitra. Objek Relief Bebitra berada di Lingkungan Roban, Kelurahan Bitera, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Dari Kota Denpasar menuju ke arah timur dengan jarak kurang lebih 25 kilometer serta jika dari pusat Kota Gianyar hanya berjarak kurang lebih 2,5 kilometer, Apabila ingin menuju ke cagar budaya ini, pertama pengunjung harus menuju Lingkungan Roban.

Pada Lingkungan Roban terdapat sebuah pasar yang bernama Pasar Desa Bitera. Dari pasar Desa Bitera, pengunjung dapat beranjak menuju ke arah selatan hingga ke lokasi Pura Bukit Pucak Sari Bitera. Dari lokasi pura tersebut, pengunjung tidak perlu memasuki kawasan pura, namun berbelok ke arah timur melalui jalan setapak kecil yang hanya bisa dilewati oleh sepeda motor dan pejalan kaki. Pengunjung juga akan melewati area persawahan di mana sepanjang perjalanan sudah terdapat penunjuk arah ke lokasi Relief Bebitra.

Tags: BaliBudayaDesa Bitera GianyarRelief Bebitra
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
feni_darmayanti

feni_darmayanti

Related Posts

Bali Hampir Habis, Semenjana dan Tergantikan

4 January 2025
Over Development Bali di UWRF 2024

Over Development Bali di UWRF 2024

23 October 2024
Yang Lalu Jangan Biarkan Berlalu, Tuturkan di Indonesia Bertutur

Yang Lalu Jangan Biarkan Berlalu, Tuturkan di Indonesia Bertutur

13 August 2024
Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

22 July 2024
Menelaah Pembungkaman PWF 2024 dari Berbagai Perspektif Hukum

Menelaah Pembungkaman PWF 2024 dari Berbagai Perspektif Hukum

7 June 2024
Sudahkah Bali Ramah Pejalan Kaki dan Transportasi Publik?

Sudahkah Bali Ramah Pejalan Kaki dan Transportasi Publik?

28 May 2024
Next Post
Aktivis Lingkungan Minta Revitalisasi Pasar Negara tidak Gusur Pedagang

Aktivis Lingkungan Minta Revitalisasi Pasar Negara tidak Gusur Pedagang

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Ruang Publik jadi Kanvas Terbuka di Tangi Street Art Festival

Ruang Publik jadi Kanvas Terbuka di Tangi Street Art Festival

21 May 2025
Menghidupkan Jaje Sengait, Melestarikan Pohon Aren Pedawa

Menghidupkan Jaje Sengait, Melestarikan Pohon Aren Pedawa

21 May 2025
Warisan Kuliner dan Talenta Lokal dalam Ubud Food Festival 2025

Warisan Kuliner dan Talenta Lokal dalam Ubud Food Festival 2025

20 May 2025
Melihat Hukum dari Lubang Toilet

Melihat Hukum dari Lubang Toilet

19 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia