Menjelang Nyepi lalu, seorang teman mengunggah foto-fotonya tentang umat Hindu Madura.
Hindu Madura? Baru mendengar kombinasi dua ini saja sudah menarik sekali. Madura kan selama identik sekali dengan Islam, terutama Nahdlatul Ulama. Karena itu, menarik sekali untuk melihat bagaimana ternyata ada juga umat Hindu Madura yang hidup berdampingan dengan umat dan etnis lain di Jawa.
Karena itu sesuatu yang baru bagi saya, jadi saya menelusurinya.
Setelah baca lebih lanjut, ternyata lebih menarik lagi. Umat Hindu Madura ini ternyata tinggal di Jawa. Tepatnya di Dusun Bongso Wetan, Desa Pengalangan, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Dusun ini berada di perbatasan dengan Surabaya.
Menurut beberapa sumber, sejarah Hindu di Bongso Wetan bermula pada 1910. Saat itu orang Madura dari Bangkalan, sisi paling barat Pulau Garam itu melakukan babat alas alias pembukaan hutan untuk tempat tinggal. Dari semula hanya 27 orang, saat ini pemeluk Hindu di Bongso Wetan terus berkembang menjadi 223 kepala keluarga atau sekitar 800 jiwa.
Saat ini ada dua pura di Desa Pengalangan yaitu Pura Kerta Bumi di Dusun Bongso Wetan dan Pura Kerta Bhuana di Dusun Bongso Kulon. Umat Hindu di sini hidup harmonis dengan umat lain. Persentase antara umat Hindu dan Muslim hampir sama. Bahkan, pada saat mengarak ogoh-ogoh sebagai tradisi menjelang Nyepi pun umat Islam turut meramaikan.
“Dalam arak-arakan ogoh-ogoh semua warga baik Muslim dan Hindu ikut meramaikan. Di sinilah kerukunan umat beragama yang ada di Gresik, semuanya rukun dan tentram,” kata Suyo sebagaimana ditulis Surya.
Bahasa Rujak
Keberagaman itu juga tecermin dalam hidup sehari-hari. Warga menggunakan bahasa rujak alias campuran Madura dan Jawa. Pada saat melakukan sembahyang, mereka lebih banyak menggunakan bahasa Madura. Inilah bagian lain dari kultur Hindu dengan cita rasa Nusantara. Namun, dalam ritual, mereka juga lekat dengan tradisi Jawa seperti juga muslim di desa tersebut.
Cara berpakaian mereka pun demikian. Udeng dan kamen khas Bali berpadu dengan kaos lurik atau lorek ala Madura untuk pria dan berkebaya ala wanita.
Hal yang membedakan Hindu Madura dan Hindu Bali pada umumnya adalah saat upacara kematian. Jika di Bali, pada umumnya orang meninggal akan diaben, maka di Hindu Madura ini jenazah akan dikuburkan. Waktunya juga tidak berlama-lama, tetapi sesegera mungkin.
Entah kebetulan atau memang berhubungan, umat Hindu di Bongso Wetan ini juga bertetangga dengan desa bernama Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya. Made dalam bahasa Bali adalah nama depan untuk anak kedua.
Ada yang berbeda dengan masyarakat Hindu Madura dan Hindu Bali. Jika di Bali, upacara ngaben menjadi ritual penting, pada masyarakat Hindu Madura, orang yang mati wajib dikuburkan tanpa harus menunggu lama.
Namun, dalam ritual dan tradisi lain umat Hindu di Bongso Wetan ini serupa dengan umat Hindu Bali, termasuk mengarak ogoh-ogoh menjelang Nyepi. Umat Hindu Madura di Jawa mungkin bisa menjadi contoh lekatnya harmoni dan akulturasi di negara ini. [b]