“Tolak Rekamasi Teluk Benoa! Hidup Mantra – Sudikerta!”
Puluhan orang di barisan depan berteriak kompak menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Mereka membawa bendera merah putih, berpakaian adat madya, dan… mengenakan jas partai!
Itu dia yang berbeda. Dalam aksi-aksi tolak reklamasi yang rutin terjadi selama lebih dari empat tahun terakhir, tidak pernah ada bendera selain bendera Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) dan Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi. Massa biasanya pakai baju relatif seragam, kaos putih bertuliskan Bali Tolak Reklamasi.
Poster-poster undangan aksi tolak reklamasi ForBALI dan Pasubayan hampir selalu disertai tiga catatan di bagian bawah: tidak boleh ada spanduk makian, tidak boleh ada kekerasan, dan tidak boleh ada atribut partai politik (parpol).
Namun, tidak untuk kali ini.
Teriakan menolak reklamasi Teluk Benoa kali ini justru datang dari peserta pawai yang menggunakan seragam parpol lengkap dengan bendera-benderanya yaitu Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Nasdem, dan Partai Gerindra. Ada pula PKS, PBB, dan Perindo sebagai partai pendukung.
Di belakang puluhan orang yang membawa bendera merah putih yang berteriak tolak reklamasi itu, belasan ribu orang lain mengikuti. Sebagian besar berpakaian putih dan membawa bendera partai-partai pendukung pasangan calon gubernur (cagub) Ida Bagus Rai Dharmawijaya dan calon wakil gubernur (cawagub) Ketut Sudikerta.
Selasa sore, 9 Januari 2018, mereka mengantarkan pasangan tersebut ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali sebagai cagub dan cawagub Bali tahun ini.
Penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa menjadi salah satu tema pasangan yang diusung Koalisi Rakyat Bali (KRB) ini. Pada hari yang sama saat deklarasi di Lapangan Renon, Denpasar sebelum pendaftaran di KPU Bali, kedua calon sudah menandatangani apa yang mereka sebut sebagai Pakta Integritas.
Bunyi lengkap Pakta Integritas tersebut sebagai berikut:
Dengan ini, kami, Partai-partai politik yang berkoalisi dalam Koalisi Rakyat Bali (KRB) bersama pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Bali, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, SE, MSi. dan Drs Ketut Sudikerta dengan tegas menyatakan sikap politik sebagai berikut:
1. Kami mendukung hasil studi kelayakan Universitas Udayana dan Bhisama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang menyatakan MENOLAK PERENCANAAN PROYEK PEMBANGUNAN REKLAMASI TELUK BENOA.
2. Kami mendukung terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good and clean governance) dan terbebas dari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Demikian Sikap Politik ini kami buat bersama Partai-partai politik Koalisi
Rakyat Bali demi terwujudnya Bali yang Madani (Maju, Aman, Damai dan Harmoni) berlandaskan Tri Hita Karana.
Mereka yang menandatangani Pakta Integritas itu adalah Ketua dan Sekretaris parpol pendukung Rai Mantra – Sudikerta antara lain Ketua Partai Golkar Bali Ketut Sudikerta, Ketua Partai Demokrat Bali I Made Mudarta, Ketua Partai Gerindra Ida Bagus Putu Sukarta, Ketua Partai Nasdem Bali Ida Bagus Oka Gunastawa, Ketua PKS Bali Mudjiono, Ketua PBB Anam Sujalmo, dan Ketua Perindo Bali I Wayan Sukla Arnata.
Di bagian bawahnya, pasangan Rai Mantra – Sudikerta ikut menandatangani sebagai bentuk persetujuan.
Pernyataan menolak reklamasi inilah yang menjadi salah satu kampanye utama pasangan Rai Mantra – Sudikerta dalam kontes Pilgub Bali tahun ini. Misi lain belum banyak mereka sampaikan.
Meragukan
Saya percaya pada Rai Mantra bahwa dia serius menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Sebagai Wali Kota Denpasar, Rai Mantra adalah satu-satunya kepala daerah tingkat II di Bali yang dengan tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
Pemerintah Kota Denpasar, melalui Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), menyatakan penolakan tersebut dalam konsultasi publik yang diadakan investor reklamasi Teluk Benoa, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) pada Maret 2015.
Saya pernah mendengar berita bahwa Pemkot Denpasar juga pernah mengirim surat rekomendasi penolakan secara resmi ke Kementerian Lingkungan Hidup terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa. Namun, saya tidak menemukan satu pun berita terkait rekomendasi tersebut.
Bentuk lain penolakan Rai Mantra juga pernah disampaikan dalam peringatan 110 tahun Puputan Badung pada September 2016. Dia bahkan berfoto bersama Menteri Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Anak Agung Puspayoga untuk menyampaikan penolakan tersebut.
Saya percaya Rai Mantra memang menolak reklamasi. Saya hanya tidak percaya kepada partai-partai pengusung dan pendukungnya saat ini.
Mari lihat dari pasangannya, Ketut Sudikerta. Saat ini Sudikerta masih menjabat sebagai Wakil Gubernur (Wagub) Bali. Dia juga menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Bali.
Selama lima tahun menjabat sebagai wakil gubernur pernahkah terdengar suara Sudikerta menolak rencana reklamasi? Pernahkah sekali saja Sudikerta menemui ribuan warga penolak reklamasi yang melakukan aksi di depan kantornya?
Sebagai Ketua DPD Partai Golkar, pernahkah Sudikerta memberikan perintah kepada anggota-anggotanya yang duduk di legislatif agar menolak rencana reklamasi Teluk Benoa? Pernahkah Partai Golkar bersuara tentang isu reklamasi Teluk Benoa?
Ketika melihat partai pengusung Rai Mantra, saya lebih tidak percaya lagi bahwa dia benar-benar menolak rencana reklamasi. Salah satu partai yang mengusung adalah Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri yang memberikan rekomendasi tersebut kepada Rai Mantra – Sudikerta.
Masih ingat sama SBY kan?
Ya, betul. Presiden Republik Indonesia dua periode inilah yang menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 51 tahun 2014. Perpres ini yang mengubah status kawasan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan, termasuk mereklamasi seluas 700 hektar. SBY adalah presiden yang menandatangani Perpres No 51 tahun 2014 pada 30 Mei 2014 di akhir masa jabatannya.
Mulai kan terlihat bualan, eh jualannya? Rai Mantri berpasangan dengan Wagub yang tidak pernah bersikap menolak terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa dan direkomendasikan oleh orang yang justru membuat rencana reklamasi Teluk Benoa memiliki dasar hukum dan legitimasi tetapi kini menyatakan penolakan itu dalam Pakta Integritasnya.
Are you kidding me?
Melihat jejak rekam pendamping maupun partai-partai pengusung Rai Mantra, saya sih yakin tolak reklamasi Teuk Benoa hanya mengalami komodifikasi alias berubah menjadi komoditas, barang dagangan untuk mengejar keuntungan.
Para politisi sih silakan saja menjual isu tolak reklamasi reklamasi. Saya sih ogah membeli. Apalagi sampai tertipu. [b]