Tampaksiring, sebuah desa sejuk di Kabupaten Gianyar.
Daerah ini memiliki cukup banyak sumber mata air, termasuk Tirta Empul. Namun akibat krisis air, belakangan ini desa sumber mata air itu berubah menjadi “desa air mata”.
Aliran air macet. Saat Hari Raya Galungan dan Kuningan di mana kebutuhan akan air lebih banyak dari hari biasa, aliran air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Gianyar cabang Tampaksiring yang mengambil air dari Tirta Empul malah kempis.
Air lebih sering mati dan kalau pun kadang mengalir debitnya sangat-sangat kecil. Masyarakat menyebutnya seperti kencing manusia saat macet. Alirannya kecrat kecrit atau dikenal dengan istilah Bali anyang-anyangan.
Persoalan air dari PDAM Gianyar cabang Tampaksiring yang mengambil dari mata air di Pura Tirta Empul ini disebut telah menimbulkan konflik sumber daya (air) antara masyarakat (konsumen air dan subak) dengan korporasi atau institusi negara berwajah korporasi. Persoalan yang jamak dihadapi masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia dan dunia saat penetrasi kapital telah masuk ke wilayah-wilayah pedesaan dan pedalaman.
Perebutan sumber daya ini telah menghadap-hadapkan secara diametral tidak hanya masyarakat melawan korporasi tetapi juga masyarakat melawan badan usaha milik negara (BUMN).
Ironisnya badan usaha yang seharusnya melayani dan memihak publik (masyarakat) malah terindikasi sebaliknya. Artinya BUMN di pusat, provinsi, kabupaten terlihat lebih kuat pada orientasi profit. Hal itu tidak salah dalam logika bisnis, meskipun juga bisa didebat karena milik negara sebagian dibiayai dari pajak rakyat, sejauh memberikan pelayanan sepadan pada hak konsumen.
Konflik terbuka telah terjadi beberapa kali melibatkan konsumen warga Desa Tampaksiring dan subak (Pulagan dan Kumba) sebagai pemilik sumber mata air di Tirta Empul. Mereka melawan PDAM Gianyar cabang Tampaksiring yang mengelola dan menjual sumber mata air Tirta Empul. Konflik terbaru terjadi saat prajuru subak (Pulagan-Kumba) protes kepada PDAM Gianyar cabang Tampaksiring karena kecilnya debit air utk pengairan sawah-sawah di wilayah mereka.
Protes warga subak (Pulagan-Kumba) bermuara pada pemotongan pipa milik PDAM Gianyar cab Tampaksiring karena disinyalir memperbesar pipa yg mengambil air di mata air Tirta Empul serta mengalirkan air ke luar wilayah Tampaksiring. Demonstrasi massal oleh konsumen (warga desa Tampaksiring yg berlangganan air PDAM Gianyar cabang Tampaksiring juga sempat terjadi. Itu belum menyebut keluhan, protes sporadis secara personal dan berkelompok kecil ke kantor cabang PDAM Gianyar di Desa Tampaksiring.
Terlepas dari debat teknis yang sering berhenti pada apologi dan alasan klise ala birokrasi yang lamban, seperti ditampung dulu keluhannya dan akan dilaporkan pada atasan atau divisi yang berwenang. Demikian pula mediasi oleh pejabat daerah dan desa yg sering tdk menjawab persoalan yg esensial dlm hukum dagang yaitu jual beli dan hak konsumen serta kewajiban penyedia jasa.
Kiranya permintaan untuk melakukan audit instalasi dan besaran debit air yang diambil PDAM Gianyar cabang desa Tampaksiring dari sumber mata air Tirta Empul menjadi solusi elegan dan bisa dianggap sebagai win win solution. Ini untuk menghindari kecurigaan konsumen dan juga baik bagi peningkatan kinerja PDAM Gianyar cabang Tampaksiring serta “pemilik sumber mata air” yaitu subak Pulagan-Kumba).
Masyarakat konsumen PDAM Gianyar cabang Tampaksiring tentu menghormati perjanjian antara PDAM Gianyar cabang Tampaksiring sebagai pengguna dan subak Pulagan-Kumba sebagai pemilik sumber mata air Tirta Empul. Namun pemenuhan hak konsumen perlu juga diutamakan oleh penyedia jasa yaitu PDAM Gianyar cabang Tampaksiring.
Dalam bahasa yang agak ekstrem, konsumen tidak peduli dengan persoalan PDAM Gianyar cabang Tampaksiring yang sedang menghadapi masalah dengan sumber mata air. Sebagai konsumen mereka sudah melaksanakan kewajiban membayar dan wajib pula PDAM Gianyar cabang Tampaksiring sebagai penyedia jasa untuk memenuhinya.
Kiranya yang lebih mendasar keluhan satire konsumen PDAM Gianyar cabang Tampaksiring ini mewakili persoalan krusial yang akan dihadapi masyarakat di manapun di belahan dunia di masa mendatang terkait perebutan sumber daya alam. Persoalan yang juga disebut-sebut menjadi sumber konflik dan perang. [b]