Satu lagi buku kumpulan puisi penyair Bali diterbitkan tahun 2015 ini.
Antologi puisi tunggal bertajuk “Aku Lihat Bali” karya Mas Triadnyani, merangkum 83 sajak terpilih, akan diluncurkan di Bentara Budaya Bali (BBB) Jumat nanti. Acara dirangkum dalam program Pustaka Bentara.
Mas Triadnyani, penyair yang juga dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana ini terbilang produktif mencipta. Buku “Aku Lihat Bali” (Penerbit Koekoesan) merupakan antologi tunggal keduanya, setelah sebelumnya terbit buku “Mencari Pura” (2011). Antologi kedua ini merangkum karya-karya terpilih karya Mas Triadnyani yang digarap selama kurun waktu penciptaan 2010 hingga 2012.
Tampil sebagai pembahas adalah sastrawan, editor dan redaktur budaya, Damhuri Muhammad. Alumnus pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini akan memperbincangkan bagaimana penyair mengeksplorasi tema-tema terkait Bali, mencerminkan pergulatan batin yang mempribadi sekaligus sebentuk kepedulian sosial sang penyair terkait dinamika perubahan yang telah dan tengah terjadi di Pulau Dewata ini.
Menurut Damhuri Muhammad, dalam tulisannya, Mas Triadnyani lebih terang memaklumatkan laku etik lewat puisi-puisinya dalam buku “Aku Lihat Bali”. Laku etik yang dimaksud adalah upaya penyair meresapkan implikasi etik, baik pada saat penciptaan sedang berlangsung maupun sesudahnya.
Setelah mendalami puisi yang berjudul sama dengan buku Mas Triadnyani kali ini, “Aku Lihat Bali”, Damhuri merasa bahwa Bali tidaklah seindah dulu. Penyair menggunakan dua sudut pandang dalam melihat Bali. Pertama, Bali sebagai realitas urban, dengan kata; mal, café, obral, diskon, dan hotel berlantai empat. Kedua, Bali sebagai realitas rural, dengan kata; subak, pohon kelapa, arak, dan tajen.
“Tak ada yang sanggup melawan perubahan, bahkan orang yang berpijak di tanah Bali dan yang paling absah memiliki Pulau Dewata itu, sekalipun,” ungkap Damhuri Muhammad.
Memaknai peluncuran ini akan ditampilkan pula berbagai bentuk alihkreasi yang berangkat dari puisi-puisi dalam buku “Aku Lihat Bali”. Ada video dokumenter garapan Putu Satria Kusuma, pembacaan puisi oleh Cok Sawitri, pementasan Teater Takhta, serta musikalisasi puisi oleh Kelompok Kertas Budaya, Jembrana, arahan Nanoq da Kansas.
Profil Sastrawan dan Pembicara
I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, lahir di Jakarta, 2 Desember 1967. Meraih gelar magister dan doktor bidang Ilmu Sastra di Universitas Indonesia (UI).
Selain menulis puisi, ia juga melakukan kajian tentang sastra modern, seperti Perempuan Bali di Mata Oka Rusmini: Telaah terhadap Karya-Karya Kreatifnya (Penelitian Kajian Wanita, 2008) dan Kolaborasi Budaya Masyarakat Tradisional dengan Budaya Modern dalam Drama Tuyul Anakku karya W.S.Rendra (Penelitian Prodi Sastra Indonesia, 2012).
Dia kerap diundang sebagai juri berbagai even sastra, seperti Juri Duta Bahasa Provinsi Bali, serta berbagai perlombaan menulis.
Tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai jurnal ilmiah, seperti ”Kajian Hermeneutika Ricoeur dalam Teks Calon Arang dan Novel Janda dari Jirah” dalam Prosiding 5th Internasional Seminar on Austronesian Languages and Literature, Universitas Udayana (2010). Tulisannya ”Fenomena Schismogenesis dalam Teks Sastra” dibahas dalam Konferensi Internasional Kesusastraan XXII di Universitas Negeri Yogyakarta (2012).
Karya lain, ”Pemikiran-Pemikiran Kritis Perempuan Bali dalam Karya Sastra Indonesia” dibahas dalam Seminar Nasional Bahasa dan Sastra, UIN (2014). Agung Mas juga diundang sebagai pembicara dalam seminar maupun acara-acara sastra nasional dan internasional.
Damhuri Muhammad, lahir 1 Juli 1974. Menulis cerita pendek, esai seni, dan kritik buku di sejumlah media nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Majalah TEMPO, Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Republika, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, majalah GATRA, ESQUIRE, tabloid NOVA, dll. Karya fiksinya yang sudah terbit: Laras (2005), Lidah Sembilu (2006), dan Juru Masak (2009).
Cerpennya Ratap Gadis Suayan, Bigau, dan Orang-orang Larenjang terpilih dalam buku cerpen pilihan Kompas. Buku esai sastra terkininya; Darah-daging Sastra Indonesia (2010). Sejak 2011 ia menjadi anggota komite penjurian Lomba Penulisan Buku Pengayaan Kurikulum di Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) KEMDIKBUD RI.
Pada 2008 dan 2013 menjadi Ketua Tim Juri Khatulistiwa Literary Award (KLA), serta salah satu steering board (Dewan Pengarah) Asean Literary Festival (Festival Sastra Asia Tenggara). Ia bekerja sebagai redaktur sastra di harian Media Indonesia, di Jakarta. [b]
Rasanya sayang untuk dilewatkan. Bersiap2 datang ke bentara hari ini 🙂