Jika ada yang melaporkan saya, akan saya laporkan balik.
Saya baru saja selesai membaca sebuah buku Kehidupan Liar-nya Michel Tournier yang diterjemahkan Ida Sundari Husen. Buku ini sangat menarik perhatian saya. Walaupun demikian, hampir seminggu lebih baru bisa merampungkan buku ini karena banyak alasan. Padahal hanya 135 halaman, yang mungkin akan dibaca tandas oleh seorang yang rakus membaca buku dalam hitungan jam saja.
Namun, begitulah yang terjadi. Saya sangat terlambat membaca buku ini, karena mungkin orang lain telah merampungkannya beberapa tahun lalu.
Ada hal baru yang saya dapatkan. Sehabis membaca buku ini, saya punya tambahan mimpi atau cita-cita; memiliki pulau sendiri. Rasanya sungguh asyik, pikir saya.
Namun, saya tak bercita-cita terdampar pada sebuah pulau tanpa nama dan penghuni, sebagaimana yang dialami Robinson Crusoe—tokoh pada novel ini yang selamat—setelah kapal yang ditumpanginya, La Virginie tergulung ombak dan karam. Saya hanya ingin memiliki sebuah pulau tak bernama dan tanpa penghuni (manusia maksud saya) dengan cara yang tak perlu menyakiti diri sendiri.
Seandainya terwujud, maka saya akan menjadi seperti Robinson dan anjingnya yang juga selamat dari hantaman ombak, Tenn, serta teman Indiannya yang ia beri nama Vendreli yang datang belakangan ke pulau itu. Bedanya, Robinson terpaksa tinggal di pulau itu untuk waktu yang lama karena tak bisa pulang, sementara saya, bisa datang dan pergi ke pulau ini kapan saja.
Jika Robinson menamai pulau asing tempatnya terdampar dengan nama Pulau Speranza, maka akan saya namai pulau saya dengan Pulau Mancawarna. Saya suka dengan nama ini, karena terdengar begitu nyaring di telinga, gampang dikenal dan terkenal.
Di pulau ini, tentu saja saya akan mengangkat diri menjadi raja—sementara Robinson mengangkat diri sebagai gubernur—dengan istana yang bernama Pancawara dan berhak atas segala yang ada di dalamnya. Semuanya akan saya atur sendiri. Dan jika ada yang ingin ikut menumpang, maka ia harus tunduk dengan aturan saya termasuk menjadi babu saya.
Sebagai seorang raja di Pulau Mancawarna, tentu saja hal pertama yang akan saya lakukan yakni memantau semua area pulau dengan sebuah boat. Mungkin saya perlu seorang asisten yang kemudian saya sebut panjak untuk menjadi sopir boat saya mengelilingi pulau.
Selanjutnya hal yang akan saya lakukan adalah membuat Undang-undang yang mengatur semua tata kehidupan di pulau dengan banyak bab dan pasal-pasal tentunya, yang mengatur semuanya termasuk tingkah polah binatang kecil yang mendiami pulau. Jika ada yang melakukan perbuatan tidak terpuji kepada saya, apalagi berani nampel kepala saya sebagai seorang raja, maka mudah saja bagi saya mengambil tindakan: saya raja di sini dan dilindungi oleh Undang-undang Pulau Mancawarna, kamu telah menghina raja, maka kamu saya hukum!
Tentu akan ada pasal khusus yang mengatur penghinaan yang dilakukan kepada raja Pulau Mancawarna ini dengan memperhatikan betul segala celah sehingga tak akan ada yang berani melawan. Karena bagi saya, kekuasaan raja itu mutlak, dan ia tak pernah salah alias kebal hukum. Jika ada yang melaporkan saya, akan saya laporkan balik karena menghina martabat saya sebagai raja.
Sebagai seorang yang berkuasa mutlak atas Pulau Mancawarna, semua akan saya atur sendiri dan tak mau ada campur tangan orang luar pulau. Saya akan membuat penanggalan sendiri dengan tanggal 1 bulan 1 dan tahun 1. Begitupun waktunya, di mana saat pertama kali kaki saya menginjak daratan di Pulau Mancawarna adalah pukul 01.00 WPM (Waktu Pulau Mancawarna).
Di sekeliling pulau, sebagaimana yang dilakukan Robinson, saya akan membangun sebuah benteng dengan banyak ranjau yang saya kendalikan dari dalam istana. Juga dilengkapi parit lebar dan dalam yang juga menjadi benteng istana. Di atas parit akan saya bangun jembatan bongkar pasang, sehingga jika ada penyusup masuk ia tak akan bisa menjangkau istana.
Dan saya juga berharap ada kambing liar yang dikepalai oleh seekor bandot.
Beberapa kambing akan saya jinakkan dan yang lainnya termasuk si bandot tetap diliarkan. Agar ada sedikit intrik dalam pulau, saya akan menantang bandot itu berkelahi. Ketika bandot itu terprovokasi, saya akan memanggil kambing yang sudah saya jinakkan untuk menghadapi bandot itu. Tentu saja saya tak mau mengotori tangan saya menghadapi si bandot. “Pasukan pro Raja Pulau Mancawarna, majuuuu!”
Setelah mereka beradu, saya akan masuk ke dalam istana, membongkar jembatan agar kambing itu tak masuk ke dalam istana, dan dari dalam istana saya akan mencari tempat strategis agar dapat melihat pertarungan si bandot dengan kambing yang saya jinakkan.
Seandainya si bandot mati, maka saya akan mengulitinya, lalu membuat kulitnya menjadi layang-layang sebagaimana yang dilakukan oleh Vendreli kepada bandot yang dikalahkannya dalam sebuah pergulatan. Jika ternyata kambing saya kalah, tentu saya tak akan berpikir panjang untuk menenteng seekor bangkainya ke dalam istana, menyalakan api lalu membuat kambing guling.
Seru bukan? Bacalah bukunya dan mulailah membuat cita-cita baru. [b]