Seberapa seringkah Anda menonton film dokumenter? Tidak pernah?
Sungguh, itu bukan salah Anda. Banyak sekali film dokumenter yang membosankan didominasi narasi dari tokoh-tokoh yang tidak Anda pahami mengapa mereka ada di situ.
Tidak jarang mereka malah menggurui penontonnya. Menonton film dokumenter sering membuat orang merasa sedang ada di dalam kelas, dan membawa pulang setumpuk PR yang harus dikerjakan.
Belum lagi kalau untuk menontonnya Anda harus datang ke acara-acara yang terkesan terbatas, hanya untuk komunitas tertentu, dan membuat Anda merasa bahwa kedatangan Anda tidak diharapkan di situ. Malas kan?
Sayangnya, ruang publik yang relatif mudah diakses seperti bioskop masih memandang film dokumenter sebelah mata. Alhasil, film dokumenter sungguh diposisikan secara berseberangan dengan film-film fiksi.
Belakangan ini media massa dan pengguna media sosial ibukota dan dunia gencar membicarakan film dokumenter yang dianggap tidak membosankan, dan berhasil menongkrongi layar bioskop selama lebih dari sebulan.
Bahkan saking menghiburnya, film ini disangsikan sebagai sebuah dokumenter.
JALANAN adalah dokumenter musikal yang bercerita tentang Jakarta dan Indonesia dari mata mereka yang dipinggirkan dari keseharian Jakarta; Boni, Titi, dan Ho. Ketiganya adalah pengamen muda berbakat, berkarisma, dan penuh kejutan.
Menggunakan karya-karya orisinil dari ketiga pengamen tersebut sebagai kemudi ceritanya, JALANAN mengajak penonton untuk menelusuri drama dan konflik yang muncul tanpa diminta dalam kehidupan mereka bertiga di tengah hiruk-pikuk Jakarta, tanpa rekayasa.
JALANAN pertama kali diputar dan langsung menyabet titel Dokumenter Terbaik di festival film terbesar di Asia Tenggara; Busan International Film Festival, pada bulan Oktober 2013. Sedangkan pemutaran perdananya di Indonesia dilangsungkan di Ubud Writers & Readers Festival 2013, dua minggu setelahnya.
Ganjaran berupa standing ovation diberikan oleh ratusan penonton yang tadinya duduk di rumput memenuhi halaman Museum Antonio Blanco, Ubud. Menggandeng Navicula yang juga tampil malam itu sebagai salah satu penyumbang soundtrack dan Dadang Pranoto (Navicula, Dialog Dini Hari) sebagai music scorernya, JALANAN makin mantap menjadi film dokumenter musikal yang layak tonton dan menghibur.
Disutradarai oleh Daniel Ziv, seorang ekspat asal Kanada yang kini memasuki tahun ke-5nya berdomisili di Ubud, JALANAN menghabiskan 5 tahun untuk syuting di Jakarta, dan 1,5 tahun proses editing oleh tangan dingin Ernest Hariyanto di Ubud. Kesabaran dan ketekunan luar biasa ini menghasilkan 107 menit film dokumenter musikal yang berhasil meyakinkan jaringan bioskop 21 untuk memutar JALANAN layaknya film fiksi populer.
Kamis, 8 Mei 2014 ini, JALANAN dengan gembira pulang kampung ke Bali. Bioskop Denpasar Cineplex (eks bioskop Wisata, di Jl. Thamrin Denpasar) menayangkan JALANAN. Kesempatan yang sungguh sayang untuk dilewatkan, dan mungkin tidak akan terbuka untuk waktu yang lama, mengingat gempuran film Hollywood yang sedang panas-panasnya (istilahnya: summer movies).
Maka, segerakanlah mengunjungi Denpasar Cineplex untuk menonton JALANAN dan bergabunglah dalam kekaguman mereka kepada sosok-sosok non fiktif yang bisa anda temui di Kopaja dan Metro Mini; Boni-Titi-Ho.
Berikut beberapa komentar selebritis tentang film JALANAN.
“Belum pernah saya menyaksikan sebuah film menggambarkan Jakarta dan Indonesia seblak-blakan JALANAN. Jujur, nihil eksploitasi, menginspirasi, memukau sekaligus puitis. Saya tertawa, saya menangis, JALANAN menggugah saya untuk menjadi manusia lebih baik.” – Joko Anwar (Sutradara Modus Anomali, Janji Joni, Onrop)
“Ho, Titi & Boni menguak Jakarta dan sama sekali tak ingin dikalahkan oleh kemiskinan dan kebodohan. Ziv menunggu begitu lama, merekam akhir dari cerita ketiga warga Jakarta ini dengan mengharukan. Film ini, meski tetap kritis, tetapi menolak untuk meratap dalam kekelaman Jakarta. Jika para penonton di halaman Museum Blanco Ubud bertepuk tangan dan berdiri menghormati tim Daniel Ziv & ketiga penyanyi, bukan hanya karena ini film yang bagus, tetapi juga karena harapan yang ditiupkan film ini adalah sesuatu yang segar.” – Leila S. Chudori (Penulis, Jurnalis)
“Hal terindah di film JALANAN adalah bagaimana berbagai drama manusia yang sejatinya menyayat, disajikan dengan implisit, lugas, dan jauh dari cengeng. JALANAN adalah sebuah dokumenter dengan kualitas, rasa, dan ketajaman diatas rata-rata film layar lebar Indonesia.” – Ernest Prakasa (Stand Up Comedian)
“Tanpa pemanis dan tanpa basa basi, JALANAN menghadirkan kehidupan tiga musisi jalanan dengan karya-karya mereka yang berhasil mengupas Jakarta dari cangkangnya. Potret Jakarta yang seringkali cenderung tertutup oleh budaya konsumerisme dan glamour, berhasil diputar-balik oleh perjalanan dan sudut pandang masing-masing ketiga seniman ini. Jangan lewatkan kisah luar biasa Titi, Ho, dan Boni, kalau anda siap menyibak sisi lain Jakarta, dan rindu musik Indonesia yang jujur, serta enak untuk dinikmati.” – Sherina Munaf (Penyanyi) [b]