Indonesia kaya budaya dari ujung barat hingga ujung timur.
Sebuah keunikan yang membuat bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa yang lain. Lantas apakah dengan adanya perbedaan budaya itu kita menjadi berbeda?
I Gede Winasa, mantan Bupati Jembrana mengatakan bahwa keragaman budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia tidak perlu dibeda-bedakan lagi. Keragaman itu satu, milik kita warga Negara Indonesia.
“Jika ngomong tentang kebangsaan, tidak perlu membicarakan tentang suku-suku lagi. Sesuai dengan sumpah pemuda yang mengatakan bahwa kita bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, maka semua budaya yang dimiliki bangsa Indonesia adalah milik kita bersama sebagai warga negaranya,” ujar Winasa.
Khususnya di Jembrana, kata Winasa, rasa persatuan bisa dikatakan telah tertanam dengan baik. Meskipun masyarakat Jembrana termasuk heterogen. Kehidupan di kabupaten ini sangat harmonis, tidak ada yang merasa berbeda.
Perbedaan itu justru memberikan warna tersendiri dalam kehidupan. Warga Jembrana saling menghargai perbedaan antar suku, ras dan agama.
Apalagi Jembrana memiliki Gilimanuk sebagai pintu masuk warga pendatang ke Bali. Tidak heran jika Kelurahan Gilimanuk menjadi sangat heterogen, bisa dikatakan Gilimanuk adalah Indonesianya Bali.
Seperti yang dikatakan mantan Lurah Gilimanuk, I Nengah Ledang, seluruh warga Gilimanuk hampir datang dari seluruh suku di Indonesia. Selama kepemimpinannya tidak pernah ada konflik yang berarti.
Menjaga kerukunan itu seperti konsep tatwam asi, menghargai orang lain berarti menghargai diri sendiri. Seperti yang diungkapkan Winasa, “Tidak hanya orang dari daerah lain yang tinggal di Jembrana, orang-orang kita pun juga banyak tinggal di daerah lain. Maka jika ingin mereka dihargai di sana, dijaga hak-haknya, kita pun harus menghargai dan menjaga hak-hak orang-orang dari suku lain yang tinggal di daerah kita,” katanya.
Begitu pula dengan potensi yang dimiliki masyarakat khususnya pemuda dalam pengembangan budaya yang ada sangatlah besar. Namun perlu ada pengendalian agar dapat menuju ke arah yang positif. Yang paling penting bukanlah program apa yang dibuat, melainkan penghayatan yang harus ditekankan kepada para generasi penerus bangsa, khususnya para pemuda. [b]