Riset BMKG menunjukkan, Nyepi di Bali memang mampu menurunkan CO2 dan NO2.
Karena itu, pengusaha pariwisata Bali dan pemerintah diharapkan membuat kegiatan-kegiatan tindak lanjut penurunan emisi gas rumah kaca. Sebagaimana hasil penelitian Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada Hari Raya Nyepi terjadi penurunan emisi gas rumah kaca rata-rata 33 persen.
“Penelitian ini merupakan penelitian pertama kali yang menghitung dampak Nyepi dengan peralatan khusus,” kata I Wayan Suardana, Kepala BMKG Bali yang mengikuti presentasi hasil penelitian ini di Jakarta. Penelitian ini dibuat BMKG pusat dan mengambil sampel penghitungan emisi di lima daerah di Bali.
Menurut Suardana, hasil ini memberi dorongan pelestarian lingkungan dari Bali untuk lebih intensif lagi. Ia mengatakan perlu ada program lain terutama bekerja sama dengan industri pariwisata agar kampanye penyelamatan lingkungan lebih gencar lagi.
“Tak hanya melalui Nyepi yang satu-satunya dilakukan di seluruh Pulau Bali, tapi ada tindakan lain,” tambah Suardana. Jika Nyepi memang terbukti memberikan dampak pengurangan efek gas rumah kaca, menurutnya bisa menjadi brand Bali di dunia internasional.
Penelitian ini disebut bisa dilakukan karena Nyepi dilakukan di seluruh Bali. Di mana ada larangan aktivitas kendaraan di darat, laut, dan udara selama 24 jam. BMKG meneliti lima daerah di Pulau Bali, yaitu Denpasar, Bedugul (Tabanan), Karangasem, Singaraja, dan Negara (Jembrana).
Penelitian ini dilakukan di antaranya dnegan cara langsung menggunakan alat digital Wolf Pack Area Monitor dan Continous Analyzer IRIS 4600.
Alat ini mengukur konsentrasi gas rumah kaca per jam, dengan parameter untuk karbondioksida (CO2) dan nitrogendioksida (NO2).
Mistis
Walau saat Nyepi aktivitas luar ruang nyaris tidak ada, namun sejumlah aktivis lingkungan melihat perlu ada penelitian lanjutan mengenai kemungkinan emisi dari peningkatan konsumsi makanan dalam kemasan serta akses internet.
Jika Nyepi benar-benar dilaksanakan, pegiat spiritual Panji Tisna mengatakan warga bisa mendengar suara putaran bumi memutari matahari sebagai pengalaman mistis.
Hari raya Nyepi memang menjadi hari libur nasional tiap tahunnya. Namun, konsep Nyepi dengan empat pantangannya atau Catur Brata Penyepian hanya dilakukan di Bali.
Sebelumnya Menteri Lingkungan Hdup Balthasar Kambuaya mengatakan konsep Nyepi bagus jika bisa dilakukan secara nasional. Hal ini menurutnya berkontribusi pada komitmen penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen di Indonesia. Namun, menurutnya, hal ini tidak mudah karena tergantung kesadaran masyarakat dan kesanggupan pemerintah daerah.
Ketika Nyepi, warga akan mengurung diri di dalam rumah atau hotel selama 24 jam guna melaksanakan empat pantangan. Empat pantangan tersebut antara lain Amati Karya, Amati Geni, Amati Lelungan dan Amati Lelaungan.
Amati Karya atau tidak bekerja dan tidak menjalankan aktivitas lainnya. Amati Geni, yakni tidak menyalakan api maupun lampu penerang, Amati Lelungan tidak bepergian dan Amati Lelanguan tidak mengumbar hawa nafsu atau bersenang-senang.
Selain Nyepi sebagai ritual adat dan agama Hindu di Bali, sejumlah LSM di Bali juga memiliki kampanye pengurangan emisi yang dilaksanakan tiap 21 Maret sejak tahun 2008. Kampanye World Silent Day (WSD) ini mengajak warga melakukan pengurangan aktivitas penggunaan energi selama empat jam.
Penggalangan tanda tangan dilakukan agar gerakan ini bisa diajukan ke sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change(UNFCCC) sebagai gerakan global yang berakar dari tradisi Nyepi masyarakat Hindu Bali.
WSD menargetkan bisa mengumpulkan 10 juta tanda tangan hingga beberapa tahun ke depan sebagai bentuk dukungan global. [b]