Dia disejajarkan dengan Banksy, nama populer seni jalanan dunia.
Melalui akun Facebooknya, seniman jalanan (street artist) WD ini memberikan informasi tentang Street Artist of 2013 versi The Vandallist. Dia memasukkan tautan itu di dinding akun pribadinya di media sosial tersebut.
Saya tidak terlalu mengerti urusan seni jalanan alias street art ini. Tapi, saya sangat tertarik dengan karya-karya mereka ataupun nilai-nilai di baliknya. Menurut saya, seniman jalanan ini bisa dengan indah membahasakan suara perlawanan mereka.
Karena itu, saya segera membuat tautan yang dimasukkan si WD. Ada 24 karya seni jalanan di sana. Gambar-gambar keren tersebut di jalanan kota-kota besar dunia, seperti Los Angeles (Amerika Serikat), Valensia (Spanyol), Sau Paulo (Brazil), Berlin (Jerman), Paris (Perancis), dan seterusnya.
Seperti dugaan saya, salah satu nama seniman jalanan yang ada di daftar tersebut adalah Banksy. Nama ini memang semacam legenda hidup di dunia street art. Karya-karyanya unik. Dengan batas pergaulan ala kadarnya soal street art, menurut saya, Banksy ini nama paling populer di dunia seni jalanan tersebut.
Tapi, kejutannya adalah… si WD masuk dalam daftar tersebut. Dia sejajar dengan legenda hidup Banksy itu. Tentu saja saya bilang wow.
Wow lainnya karena karya WD juga masuk dalam The Best Street Art Masterpieces of 2013. Karyanya di Atena, tempat tinggal dia sekarang, masuk bersama karya street artist lain seperti Mona Caron, Banksy, CASE, A’shop, dan lain-lain.
Karena itulah, saya tertarik mewawancarai dia.
Tapi, sebelum itu, saya kenalkan sedikit profil si WD meskipun saya yakin, sebagai street artist, dia tidak terlalu suka diperkenalkan profilnya. WD sebenarnya singkatan dari nama Balinya. WD memang kelahiran Nusa Penida, Klungkung, Bali. Untuk menghormati dia sebagai street artist, saya tidak akan tulis nama aslinya. Hehehe..
Perkenalan dan kemudian sedikit pergaulan saya dengan WD terjadi sekitar tahun 2001. Waktu itu, WD termasuk salah satu mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang terlibat dalam kegiatan provokatif Mendobrak Hegemoni. Menurut saya, kegiatan ini keren karena memang untuk mendobrak mapannya hegemoni seni rupa di Bali yang terlalu banyak mengabdi pada pasar, bukan pada seni itu sendiri.
Dengan cara khas anak muda, seniman-seniman yang sebagian besar tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (Kamasra) ISI Denpasar tersebut menyerang, mencaci maki, dan tentu saja berdiskusi tentang kuatnya hegemoni pasar dan elitisme perupa di Bali. Karena itu, Mendobrak Hegemoni kemudian jadi bahan diskusi dalam perjalanan seni rupa Bali lengkap dengan salut dan benci terhadap kelompok ini.
Bersama teman-temannya, WD kemudian membentuk Komunitas Podjok yang merintis street art di Bali. Mereka inilah yang membuat mural-mural di beberapa tempat di Denpasar dan sekitarnya. Saya lihat beberapa karya WD bahkan masih ada di beberapa tempat di Denpasar. Ada yang hanya isi inisial WD, tapi ada pula pakai nama Wild Drawing.
Tidak tahu kenapa, si WD kemudian “kabur” dari Bali. Dia pindah ke Atena, Yunani. Di sana, dia tetap berkarya di jalanan, bukan di galeri-galeri seni yang mapan seperti pada umumnya seniman dari Bali.
Toh, meskipun dia di Benua Eropa nun jauh di sana, WD masih rajin berbagi karya-karyanya lewat Facebook. Karena itu, lewat media sosial ini pula saya wawancara WD setelah dia masuk dalam daftar Street Artist of 2013 versi The Vandallist yang membuat dia sejajar dengan legenda hidup Banksy. Dia menjawab lewat Facebook pula dengan bahasa campur aduk antara “saya” dan “aku” yang saya biarkan saja. Gambar-gambar di tulisan ini adalah beberapa contoh karya si WD.
Kenapa sih memilih street art?
Mungkin karena saya suka tantangan dan street art adalah tantangan, jauh dari suasana aman dan nyamannya berkarya dalam studio. Sederhananya saya merasa berkarya di tengah-tengah kenyataan. Dalam proses eksekusi karya di jalan saya tidak dapat seutuhnya tenggelam dalam indahnya ruang fantasi “keseniman”. Ada dunia nyata di seputarku,a da ketakutan, dan tekanan karena banyak pihak masih menganggap bahwa street art adalah tindakan vandal. Jadi setiap waktu bisa saja pihak yang berwajib datang dan memborgolku.
Tapi street art juga menyediakan ruang dialog secara langsung antara si seniman dengan apresiator. Orang-orang bisa berhenti, menyimak, memberikan kritik dan masukan atau kadang ada yang datang membawakan kopi dan makanan kecil. Seperti ketika saya mengerjakan sebuah mural di Berlin. Waktu karya hampir usai seorang gadis dari apotek seberang datang menghampiriku, berterima kasih telah memperindah areal mereka dan meletakkan beberapa puluhan Euro di dalam kantong jaketku.
Di jalanan kita sama sekali tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi.
Apa itu street art bagimu?
Street art untuk saya adalah kebebasan, kebebasan berekspresi, mengutarakan ide dan pendapat di public space. Bahwa ada suara-suara lain yang terabaikan dan tertutupi oleh gaung kaum dominan. Street art adalah sebuah gerakan untuk merebut kembali ruang-ruang publik yang telah dikuasai oleh kapitalisme dalam bentuk advertisementnya, atau street art adalah sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan yang memposisikan masyarakatnya dalam ruang control yang disebut “keteraturan” dan kebersihan.
Bagaimana dulu kamu mulai?
Saya pikir semuanya bermula ketika saya kuliah di ISI Denpasar. Bersama kawan-kawan Komunitas Pojok yang awalnya sangat intens membuat poster dan baliho yang menentang kebijakan-kebijakan kampus, sering bekerja sama dengan para aktivis untuk visualisasi kritik terhadap sistem, kemudian mulai menggarap projek-projek mural dalam skala besar.
Saya masih ingat sebuah gurauan kala itu, “Kalau kita bisa memamerkan karya di tempat umum kepada ribuan orang kenapa harus susah susah bikin proposal untuk masuk ke dalam galeri?!”.
Ngapain pindah ke Yunani?
Untuk pertanyaan ini sebaiknya ditiadakan saja. Hahaha. Aku lebih suka bicara tentang karya atau proses kreatif dan hal-hal yang bersifat pribadi sebaiknya tidak usah dipublikasikan.
Lalu, apa bedanya berkarya di Bali dan di Yunani?
Di Bali saya berkarya dalam sebuah tim. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara kawan-kawan yang tergabung dalam Komunitas Pojok untuk saya sangat penting dalam pembangunan karakter, pengasahan ide dan terjadi proses saling mengisi. Sedangkan di Yunani saya harus bekerja sendiri dan mandiri.
Awal-awal tahun di Athens saya sama sekali buta akan peta street art di kota ini. Itu sebabnya karya-karya street art saya kala itu lebih banyak dalam bentuk “paste up”. Teknik ini saya pakai untuk menghemat waktu di jalanan jadi kemungkinan tertangkap petugas keamanan lebih kecil. Kemudian setelah itu pelan-pelan saya mulai kenal dengan graffiti dan street artist lainnya dan mulai berkolaborasi dalam menggarap karya karya di jalanan.
Yunani khususnya kota Athens telah menjadi titik penting bagi para writer dan street artist dari kota-kota Eropa yang mengelilinginya. Para seniman datang dan berkarya sambil menghabiskan liburan musim panasnya. Itu sebabnya setiap sudut kota dipenuhi oleh karya-karya graffiti dan street art. Hal ini sangat penting dalam memacu kemampuan diri saya untuk bertarung dan bersaing dalam menciptakan karya karya yang berkualitas baik dari segi ide maupun teknik penggarapan.
Bagaimana kamu melihat street art di Bali?
Sama halnya seperti yang terjadi di era 1970-an di negara-negara Barat, street art di Bali saya lihat berada dalam fase” baru tumbuh”. Orang-orang masih melihatnya sebagai perilaku “kurang kerjaan” atau sebatas kenakalan remaja dan para pelakunya pun masih menganggap street art atau graffiti ini hanyalah kegiatan selingan untuk mengisi waktu kosong mereka.
Dibutuhkan seniman seniman yang serius dan beberapa intelektual untuk membawa street art di Bali ke level yang setara dengan seni-seni lainnya.
Apa sih yang ingin kamu sampaikan lewat karya-karyamu?
Karya-karya saya didominasi oleh tema-tema sosial politik. Fenomena social seperti konsumerisme, ketimpangan kelas sosial, kesemena-menaan sistem dan ketidak adilan sering menginspirasi saya dalam berkarya. Jadi, sederhananya saya ingin menyampaikan pesan pesan social tersebut lewat karya-karya street art.
Hebat sekali kamu disejajarkan dengan Banksy?
Hahahaa…. Kedengarannya sama sekali tidak hebat… Banksy itu lain kasus. Oke, dia jenius, dia tahu persis bagaimana memainkan media, dan jangan lupa ada orang-orang hebat di belakangnya.
Untuk saya itu bukan target awal berkesenian saya, untuk bisa di sejajarkan dengan orang-orang besar, atau berusaha dengan segala cara masuk ke relasi-kelas atas. Untuk saya yang paling penting adalah bagaimana orang-orang dapat dengan mudah mengapresiasi karya-karya saya.
Lebih hebat rasanya ketika saya berkarya di jalan, orang-orang datang dan berkata, ”Terima kasih, kamu telah merperindah wajah kota kami!” It’s enough for me. [b]
Tambahan: untuk menikmati karya WD secara online, silakan cek di website atau akun Facebooknya.
wuiihhh..Coba pemkot Denpasar tarik bli WD ini dan beberapa seniman buat bikin mural di kota Denpasar yang jemu ini. Suksma beritanya mas Anton 🙂
wah, street art itu tidak sesuai dg budaya bali, mang. jadi ga boleh ada di denpasar apalagi sampe difasilitasi pemkot. hihihi..
Saya bangga menjadi Bagian dari NUSA PENIDA, BALI – seni memang tidak terlepas dari bumi ini. WD kamu sungguh keren “WD umah ne dajan bajar e”
salut buat WD seniman Bali kita, sebenarnya Street art sangat bagus klo bisa di berikan ruang di areal public seperti beberapa titik di Kota Denpasar klo perlu di jalan tol yang baru, hanya saja bukan pemerintah kota denpasar saja yang sebel, saya pribadi juga sebel dengan oknum2 yang ‘MARE MURUK’ buat mural, cuman bisa buat tanda tangan seluruh pertokoan, jalan tembok di isi tanda tangan, saya sempat di telpon pemilik toko hanya karena saya kebetulan nongkrong disana dikira saya coret2 tokonya yang baru di bangun, klo memang BISA buat karya seni jalanan, MAKE IT SERIOUS, buat yang INDAH, muntahkan isi kepala dan hati LEWAT KESENIAN, jangan seperti SENIMAN ALAY yang mondar mandir pengin terkenal tapi jarang buat karya seni, cuman bisa coret2 tanda tangan dan kritik orang, orang2 inilah yang MEMBUNUH seniman jalanan ASLI, mahluk2 yang gentayangan tiap malam bawa PILOX CUMAN 1 WARNA, tanpa perencanaan dan eksekusi matang, buat tanda tangan dengan kata terbaca ‘ISOUL’ yang more like ‘ARSEHOLE’, LARI2AN sok tertindas dan dikejar2 APARAT dan BANGGA dengan tanda tangan kecilmu di sudut tong sampah, WAKE UP BASTARD ! Liat itu WD, itu baru namanya BALINESE ARTIST, street Art performance, ato klo di denpasar KOMUNITAS DJAMUR bisa jadi contoh, buatlah karya seni yang dihargai oleh penikmat karena KALIAN membuatnya di RUANG PUBLIK, dimana interaksi antara penikmat dan pencipta seni terjadi secara langsung … untuk tukang TULIS TANDA TANGAN yang mengaku STREET ART, I have two words for you FUCK YOU ! stupid asshole … if you read this, wash your face and see the mirror and say ‘I will NOT doing mural again, I will listen to Justine bieber ajah’ …