Hari-hari ini beredar informasi tentang laser dan kemarau panjang.
Informasi yang menyebar lewat Facebook dan Twitter itu menyatakan bahwa panjangnya kemarau di Bali saat ini juga akibat penggunaan sinar laser. Informasi ini salah dan menyesatkan.
Berikut penjelasan Kepala Balai Besar MKG Wilayah III I Wayan Suardana, SE, MM mengenai kesalahpahaman warga terkait fenomena laser tersebut.
Musim kemarau tahun 2015 diperkirakan akan lebih panjang. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai pertanyaan dari masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa penggunaan laser merupakan penyebab bertambah panjangnya
musim kemarau tahun ini.
Laser dianggap mampu memecah awan-awan sehingga hujan tidak kunjung turun-turun. Hal ini terkait dengan begitu banyaknya pengguaan laser dalam beberapa pertunjukkan atau kegiatan sehingga dianggap berdampak terhadap musim kemarau panjang tahun ini.
Tulisan ini untuk menjawab pertanyaan dari masyarakat terkait penggunaan laser tersebut.
Berikut penjelasannya.
LASER merupakan singkatan bahasa asing yang terdiri dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation. Bahasa sederhananya, laser adalah alat yang mengemisikan cahaya melalui proses amplifikasi optik. Laser memancarkan foton dalam pancaran yang koheren.
Banyak manfaat Laser. Di bidang industri, sinar laser bermanfaat untuk pengelasan, pemotongan lempeng baja, serta untuk pengeboran. Di bidang astronomi, sinar laser berdaya tinggi dapat digunakan untuk mengukur jarak Bumi dan Bulan dengan teliti. Di bidang elektronika, laser solid state berukuran kecil digunakan dalam sistem penyimpanan memori optik dalam komputer dan dalam bidang komunikasi. Laser juga berfungsi untuk memperkuat cahaya sehingga dapat menyalurkan suara dan sinyal gambar melalui serat optik.
Mengacu pada pengertian di atas, maka yang digunakan masyarakat pada umumnya bukanlah laser. Itu hanya lampu sorot di areal terbuka. Lampu sorot yang dianggap sebagai laser sebenarnya berguna untuk menginformasikan kepada khalayak bahwa di lokasi tersebut sedang dilaksanakan suatu kegiatan atau even.
Jika lampu sorot dianggap mampu memecah awan-awan hujan, jelas bahwa hal ini sangat tidak mungkin terjadi.
Mengapa demikian? Berdasarkan hasil penelitian I Made Kris Adi, S.Si (Staff Stasiun Geofisika Sanglah), jika diasumsikan lampu sorot yang digunakan memiliki derajat panas 100? C, suhu radiasi yang dipancarkan akan mendekati 0? C pada jarak 2,8 meter. Jika lampu sorot yang digunakan memiliki derajat panas 200? C, suhu radiasi yang dipancarkan akan mencapai 0? C pada jarak 4,5 meter. Adapun lampu sorot yang digunakan memiliki derajat panas 300? C, suhu radiasi yang dipancarkan akan mendekati 0? C pada jarak 6,6 meter.
Dengan demikian, membutuhkan lampu sorot dengan derajat panas sangat tinggi untuk memecahkan dasar awan. Karena, ketinggian rata-rata dasar awan di wilayah Indonesia khusu pulau Bali berada pada ketinggian 400 – 600 meter.
Begitu tinggi derajat panas yang dibutuhkan untuk memecahkan awan-awan hujan tersebut. Bahkan, sebelum mencapai dasar awan, masyarakat di sekitar lokasi pertunjukkan pasti tidak mampu menahan udara panas yang dipancarkan lampu sorot tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, penggunaan LASER atau Lampu sorot sama sekali tidak berhubungan dengan panjangnya musim kemarau tahun ini.
Panjangnya musim kemarau tahun ini di Bali sangat berkaitan dengan dinamika cuaca atau iklim yang terjadi di sekitar wilayah Indonesia. Adanya aktifitas El Nino di perairan Samudera Pasifik di bagian timur Indonesia berdampak terhadap penarikan uap air dari wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik.
Dampaknya, wilayah Indonesia di selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengalami kekurangan pasokan hujan. Fenomena El Nino tahun ini intensitasnya diprediksi akan terus meningkat hingga Desember 2015. El Nino yang diprakirakan akan terjadi dengan intensitas kuat akan mempanjang musim kemarau dan akan menurunkan jumlah curah hujan yang terjadi hingga jauh dibawah normal.
Dengan panjangnya musim kemarau maka musim hujan mengalami kemunduran hampir terjadi di seluruh wilayah Bali. Mundurnya musim hujan akan terjadi dalam waktu yang berbeda untuk masing-masing daerah zona musim yang ada di Provinsi Bali. Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi topografi setempat.
Beberapa dampak yang ditimbulkan akibat kemarau panjang antara lain; kekeringan yang panjang, masa paceklik, kebakaran hutan, ketersediaan air bersih dan meningkatnya penyakit demam berdarah.
Untuk menghadapi dampak yang ditimbulkan perlu dilakukan antisipasi antara lain:
Pertama, efisiensi penggunaan air karena ketersediaan air semakin berkurang sebagai dampak kemungkinan terjadinya kekeringan yang panjang.
Kedua, antisipasi terjadinya kebakaran hutan dengan mengurangi penggunakan bahanbahan yang mudah memercikkan api di kawasan hutan atau pada lahan yang mudah terbakar.
Ketiga, antisipasi terhadap perkembangbiakan nyamuk demam berdarah dengan cara membersihkan saluran atau selokan dan bak-bak penampungan air yang bergenang di kawasan perumahan.
Keempat, antisipasi terhadap kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penggunaan air. [b]