Teks dan Ilustrasi Foto Anton Muhajir
Petugas berbaju batik putih biru itu menghalangi jalan keluar dari gerbang Bandara Ngurah Rai, Tuban Rabu pukul 9.30 Wita pagi ini. Dia berhenti dengan sepeda motornya di tengah satu-satunya jalur untuk keluar bandara tersebut.
Saya tekan bel sepeda motor. Dia lalu mundur dengan tatapan tak bersalah, apalagi minta maaf. Tidak apa-apa. Bukan masalah besar.
Saya majukan motor lalu berhenti di tempat biasa pengunjung bandara harus membayar biaya parkir di bandara. Pagi itu saya sebenarnya tidak parkir. Ibaratnya hanya lewat masuk bandara. Menurunkan teman yang hendak ke Flores di depan terminal keberangkatan tanpa turun dari sepeda motor. Saya lalu ngebut kembali ke Denpasar karena sudah lewat jam masuk kantor.
Tapi toh saya tetap harus bayar.
Saya lihat tiga petugas berbaju batik di pintu keluar itu, selain petugas yang tadi menghalangi di pintu keluar. Mereka sedang ngobrol satu sama lain. Tidak ada satu pun yang memajukan tangan meminta pembayaran parkir. Saya agak bingung.
“Mungkin mereka bukan petugas parkir,” pikir saya. Apalagi mereka tidak duduk di loket pembayaran seperti biasa. Mereka berdiri di luar.
Saya menoleh ke loket lain di sebelah kanan dari posisi saya. Barangkali petugas penarik biaya parkir itu ada di sana. Tapi ternyata loket itu tutup. Saya menyimpulkan pagi itu memang belum ada petugas penarik biaya parkir.
Karena merasa tidak ada petugas, saya berniat melanjutkan perjalanan. Saya tarik gas motor. Eh, tiba-tiba tiga petugas yang berdiri itu teriak-teriak membentak. “Woi-woi. Jangan main kabur saja! Bayar dulu!” teriak mereka.
Saya langsung berhenti. “Sini atret dulu!” kata salah satu dari mereka dengan tampang sama sekali tidak bersahabat. Mereka kelihatan marah.
“Soale bingung, Bli. Kirain tidak ada petugas,” kata saya.
Mereka masih ngomel marah-marah. Saya menahan diri. Males ngotot-ngototan di pagi hari. Lagian mereka bertiga sedangkan saya sendiri. Pasti tetap saja saya akan salah dan kalah.
Saya membayar keWAJIBanku sebagai pengguna fasilitas publik. Saya dengan senang hati melakukan itu. Membayar Rp 2000 untuk melewati pintu gerbang, meski saya tidak parkir sama sekali.
Tapi kali ini saya membayarnya dengan rasa dongkol pada pelayanan petugas itu. Mereka sudah saya bayar. Seharusnya mereka memberikan pelayanan yang lebih bersahabat. Bukan dengan menyalahkan dan membentak-bentak orang..
sabar sodaraku, orang sabar disayang Tuhan Allah. Karma berjalan otomatis.