• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Friday, May 23, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Opini

Street Art di Bali, Terlihat tapi Tak Terdengar

Ari Kurniawan by Ari Kurniawan
27 October 2016
in Opini, Sosial
0 0
1
Mural Wild Drawing di Bali
Mural Wild Drawing di Bali. Sumber: widewalls.ch

Masyarakat Bali sejak dahulu sudah dikenal dekat dengan seni. 

Banyak aspek dalam kehidupan kita sangat lekat dengan seni. Kesenian di Bali seakan tidak ada batasnya dari musik, tarian, pahatan hingga lukisan. Tapi, bagaimana jika suatu bentuk seni dari luar masuk Bali?

Apakah seni tersebut ditolak mentah-mentah begitu saja? Atau diterima begitu saja tanpa adanya filter? Tidak keduanya! Menurut saya, apa yang akan terjadi adalah penyerapan nilai-nilai positif dari seni tersebut.

Pada tulisan ini, saya mencoba mengangkat mengenai street art di Bali. Sesuatu yang mungkin sangat dekat dengan kita, sering kita lihat di jalan saat berkendara. Tapi, belum banyak yang mendengar tentangnya.

Street Art atau seni jalanan dipercaya berasal dari budaya hip-hop di Amerika Serikat tahun 1960-an. Tahun 1970-an, di Amerika dan Eropa, seni jalanan ini menjadi identitas para geng untuk menandai wilayahnya. Sehingga pada masa itu, street art atau dalam hal ini graffiti sering berisi hal-hal yang bernada provokasi.

Street Art dipercaya masuk ke Indonesia tahun 1990-an bersamaan dengan datangnya musik hip-hop ke tanah air. Karena pada masa itu hip-hop diidentikan dengan hal negatif, cap negatif ini juga berlaku pada street art.

Bhinneka Tunggal Ika
Lukisan jalanan Bhinneka Tunggal Ika @ Tropico Festival 2016

Memperbaiki Citra

Saat ini, 20 tahun kemudian memang masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima seni jalanan sebagai bagian dari seni. Tapi, komunitas dan para pelaku street art khususnya di Bali sudah berusaha memperbaiki citra mereka di masyarakat.

Saya mewawancarai dua orang yang saya anggap mengetahui dengan baik seperti apa iklim street art di Bali saat ini.

Pertama Julien Trax, seorang warga negara asing yang menjadi founder BaliStreetArt.com dan Eat Spray Love Bali. Kedua, seorang talenta lokal, Gennetik, Ketua Komunitas Djamur, komunitas mural yang karyanya banyak tersebar di Denpasar.

Saya bertanya kepada Trax mengenai pandangannya mengenai keadaan street art di Bali. Menurutnya street art di Bali saat ini masih muda namun berkembang dengan sangat cepat. Enam belas bulan lalu, toko perlengkapan graffiti pertama di Bali bernama ALLCAPS STORE BALI resmi dibuka di Kuta. Pada Juli 2016 lalu, telah terselenggara Tropica Festival, festival seni, mural dan graffiti yang mengundang street artist lokal dan internasional.

Masih menurut Trax, keadaan street art di Bali juga sangat beragam. Semua jenis street art seperti mural, graffiti, stensil, pasteup dan lainnya ada di Bali. Para seniman jalanan yang ada di Bali pun berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari talenta lokal, talenta dari luar Bali dan para wisatawan asing, kebanyakan dari Austrila yang datang ke Bali untuk “Painting Holiday”.

Pada Bli Gennetik saya bertanya tentang bagaimana proses pembuatan mural dan tantangan yang sering dihadapi Djamur Komunitas atau seniman jalanan pada umumnya. Menurutnya, ide pembuatan mural biasanya berasal dari isu di lingkungan sekitar seperti isu tentang alam dan sosial masyarakat. Contohnya kasus kekerasan terhadap anak yang marak terjadi di Indonesia. Djamur Komunitas pun membuat sebuah mural mengenai isu ini di Jalan Setiabudi, Denpasar.

Gennetik menyebutkan beberapa tantangan yang sering dihadapi seniman jalanan khususnya di Bali.

Pertama masih adanya masyarakat yang belum terbuka pada street art. Mereka masih menganggapnya sebagai tindakan yang merusak fasilitas umum.

Kedua, kegiatan hunting tembok harus dilakukan hati-hati. Di Bali masih banyak bangunan tradisi yang penuh dengan ukiran dan ornamen. Tentu tidak tepat untuk digambar.

Ketiga cuaca yang tidak senyaman ketika berkarya di studio. Akibatnya banyak street artist yang mulai bekerja dari sore hingga dini hari untuk menghindari teriknya matahari.

Ketika ditanya mengenai pendapat masyarakat Bali terhadap street art saat ini, baik Trax maupun Gennetik menjawab bahwa tanggapan masyarakat Bali pada umumnya sangatlah positif.

Menurut Trax, masyarakat Bali yang sangat dekat dengan seni menyebabkan kita lebih mudah menerima street art. Masyarakat sering datang ketika seorang street artist berkarya dan anak-anak biasanya yang paling antusias.

Gennetik juga mengungkapkan bahwa masyarakat lebih senang melihat tembok mereka digambari dengan seni mural yang beretika dan berestetika dibanding corat-coret tangan jahil.

Hal mendasar yang paling berbeda dari street art di Bali saat ini adalah permintaan izin. Gennetik mengungkapkan bahwa sebelum berkarya, Djamur Komunitas biasanya meminta izin pada pemilik tembok dan kepala lingkungan. Namun dia juga mengaku pernah diminta untuk membayar tembok yang ingin digambar karena dianggap akan menggambar iklan promosi produk.

Sementara Trax bersama BaliStreetArt.com berusaha mendorong para street artist untuk berkarya secara legal dan bertanggungjawab sehingga bisa dinikmati sebanyak mungkin orang.

Mural Djamur Komunitas
Salah satu karya seni jalanan di Denpasar. Sumber : Creamove.net

Masa Depan

Pertanyaan terakhir saya pada keduanya adalah pendapat mereka mengenai masa depan street art di Bali.

Trax percaya bahwa Bali memiliki potensi sebagai salah satu destinasi terbaik di Asia Tenggara untuk seniman jalanan dan penikmat seni jalanan, dengan banyaknya talenta lokal berbakat dan atraksi wisata yang bisa dinikmati seniman asing.

Sementara Gennetik mengatakan bahwa masa depan street art di Bali sangat tergantung pada para seniman dan pemerintah. Dia berharap bisa terus berkarya dan berkreativitas di masa mendatang.

Kesimpulan yang bisa diambil adalah seni jalanan kini sudah menjelma sebagai bagian dari seni yang mulai bisa diterima masyarakat. Bukan hanya di Bali tapi juga kota-kota lain di Indonesia. Bentuk seni ini jika difilter dengan baik dan meninggalkan hal-hal negatif dari bentuk seni aslinya, maka memiliki potensi yang besar untuk memperindah kota. Dia bisa mengemukakan pendapat di ruang publik sebagai bentuk dari demokrasi hingga destinasi wisata di masa mendatang.

Dari Julien Trax saya juga mendapat sebuah nama yaitu Wild Drawing street artist Bali yang kini tinggal dan berkarir di Eropa, teptnya Athena, Yunani. Karya-karyanya juga bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, kebanyakan dari karyanya memuat hal-hal seputar keadaan sosial, ekonomi hingga politik. [b]

Tags: Citizen Journalism AwardCJAward 2016SeniStreet Art
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Ari Kurniawan

Ari Kurniawan

Related Posts

Melestarikan Tapel Ngandong, Kesenian Unik dari Desa Les Lewat Akses Digital

Kesenian yang Terancam Hilang di Desa Wisata Les

3 January 2025
Memanen Air Hujan dan Biogas, Teknologi Tepat Guna bagi Petani Bali yang Terabaikan

Memanen Air Hujan dan Biogas, Teknologi Tepat Guna bagi Petani Bali yang Terabaikan

16 June 2024
Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

22 August 2023
Jalan Terjal Kedaulatan Benih bagi Petani

Jalan Terjal Kedaulatan Benih bagi Petani

18 March 2021
Pandora Paradise, Cermin Hidup Kita yang Tanpa Rahasia

Pandora Paradise, Cermin Hidup Kita yang Tanpa Rahasia

18 December 2020
Menggunakan Kesenian untuk Mengatasi Krisis Lingkungan

Menggunakan Kesenian untuk Mengatasi Krisis Lingkungan

1 December 2020
Next Post
UWRF 2016: Pesan Damai dari Ubud untuk Dunia

UWRF 2016: Pesan Damai dari Ubud untuk Dunia

Comments 1

  1. Maya says:
    8 years ago

    Hi balebengong.id
    Bisa minta link komunitas mural atau grafittinya?
    Terimaksih

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Benarkah Gelombang PHK Tak Menyentuh Media Massa Bali?

23 May 2025
Percepatan Pemanfaatan PLTS Atap

Percepatan Pemanfaatan PLTS Atap

23 May 2025
Mendorong Tata Krama Berwisata di Bali

Mendorong Tata Krama Berwisata di Bali

22 May 2025
Ruang Publik jadi Kanvas Terbuka di Tangi Street Art Festival

Ruang Publik jadi Kanvas Terbuka di Tangi Street Art Festival

21 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia