Pemukiman kumuh di Kota Denpasar masih menjadi masalah.
Ada 41 titik kawasan kumuh di Kota Denpasar apabila tidak dikelola dengan baik bisa terus meningkat jumlahnya. Kota Denpasar memang menjadi daya tarik bagi pendatang dari luar kabupaten bahkan luar Bali. Sebagai Ibu kota provinsi yang menyediakan banyak peluang kerja dan kawasan perdagangan, Denpasar bagaikan gula yang direbut banyak semut.
Pemukiman kumuh tentunya menimbulkan banyak persoalan. Pertama, terkait estetika kawasan perkotaan. Tentu akan terkesan tidak enak dilihat bila ada pemukiman kumuh. Kedua, rawan bencana kebakaran, bangunan yang dibuat berdempetan seperti itu bila terjadi konrleting listrik akan sangat mudah merembet apinya.
Ketiga, sistem sanitasi lingkungan perlu mendapat perhatian terkait sarana sanitas, MCK (mandi, cuci, kakus), pencahayaan, saluran drainase. Keempat, penularan penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi dikawasan ini. Jumlah penghuni yang padat dan berdempetan tanpa sistem sanitasi yang baik rentan terkena penyakit seperti TBC, diare, kecacingan dan lainnya. Kelima, dapat menimbulkan kerawanan sosial terutama yang tidak jelas pekerjaan dan identitasnya.
Umumnya kawasan kumuh itu terbentuk karena ada pemilik lahan menyewakan lahannya kepada pihak tertentu kemudian dibangun perumahan murah. Sebagian orang yang ekonominya rendah tentu sangat berminat dengan pemukiman murah seperti ini. Terutama pendatang yang masih tidak tetap penghasilannya. Rumah darurat yang padat menjadi pilihan mereka.
Bagi pemilik lahan dia merasa diuntungkan karena lahannya dapat disewakan, bagi penyewa lahan mereka dapat untung dengan modal sedikit dapat membuat kos-kosan murah dan bagi penyewa hunian merasa membayar murah sehingga menghemat pengeluaran. Suatu transaksi mutualisme yang saling menguntungkan rupanya.
Solusi
Membangun rumah susun (rusun) adalah salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi kawasan kumuh di Kota Denpasar. Di mana saat ini lahan jumlahnya semakin terbatas. Penduduk pendatang akan semakin banyak jumlahnya seiring dengan perekonomian masyarakat mereka tentu membutuhkan rumah. Terutama dengan harga terjangkau dengan kantong mereka.
Rusun yang dibangun harus memenuhi syarat yakni pertama, rumah tertata dengan baik dan teratur. Kedua, sarana sanitasi lingkungan tersedia dan kebersihannya. Ketiga, memberi keuntungan pada pemerintah dan masyarakat. Keempat, tidak mudah terbakar karena dibuat dari bahan permanen.
Pemerintah atau pihak swasta dapat mengelola rumah susun tersebut. Masyarakat yang membutuhkan rumah sewaan dapat menggunakannya dengan biaya terjangkau. Dengan demikian maka akan berkurang keberadaan rumah kumuh serta keuntungan akan masuk ke pemerintah. Bukan seperti selama ini hanya menguntungkan pemilik lahan dan pengelolanya.
Pemerintah dapat terlibat langsung dalam menanam modal pembangunan rumah tersebut. Untuk lahan dapat dibeli ataupun disewa dalam waktu sesuai sehingga bisa kembali modal. Regulasi tentang pembangunan dan penyewaan lahan juga perlu diatur tentang penggunaanya sehingga dapat dengan tepat pemakaianya. Rusun yang bersih dan sehat akan menjadi suatu lokasi yang dapat dikontrol kondisi lingkungannya serta kesehatan penghuninya.
Pendatang bukanlah beban bagi Kota namun sumber penghasilan di mana mereka membutuhkan pangan, sandang dan papan yang bisa disediakan dari daerah setempat. Semakin banyak penghuni suatu daerah biasanya penghasilan daerah tersebut juga semakin besar hal ini berkorelasi positif. Namun upaya pengelolaan terhadap jumlah penduduk yang besar perlu didorong dengan kebijakan yang positif. [b]
Penulis adalah dosen kesehatan masyarakat, Universitas Udayana.
Dan satu lagi yang mesti dipikirkan kalau membangun rusun. Masalah ketinggian bangunan dan penerapan Asta Kosala Kosali dari rusun itu. Kadang di bagian Asta Kosala Kosali yang sering dilanggar, padahal itu yang dasar 🙂