Perlu ada evaluasi mendalam terhadap kebijakan PKM Denpasar.
Apa itu PKM? Nomenklatur PKM dalam konteks ini bukan Pekan Kreativitas Mahasiwa melainkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Jika pekan kreativitas mahasiswa sudah barang tentu tidak perlu diperdebatkan kembali, sebab tujuan kegiatan tersebut adalah sebagai ajang bergengsi mahasiswa untuk memperlihatkan taringnya dalam dunia penelitian dan kreativitas kemahasiswaan seluruh Indonesia.
Namun, berbeda halnya dengan PKM sebagai pembatasan kegiatan masyarakat, yang penuh akan pro dan kontra penerapannya. Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai PKM ini, kali pertama diterapkan di Kota Denpasar, Bali per Jumat, 15 Mei 2020 hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan Perwali mengenai PKM tersebut.
PKM ini akan diterapkan di Kota Denpasar, dengan dasar Perwali Nomor 32 Tahun 2020 yang pada dasarnya untuk mempercepat pemutusan rantai pandemi Covid-19. Terkait kebijakan PKM tersebut disiapkan 11 (sebelas) pos penjagaan di daerah perbatasan Kota Denpasar oleh satuan gabungan.
Alih-alih untuk memutus rantai penyebaran covid-19 di Denpasar, pelaksanaan PKM ini justru berpotensi besar menambah penyebaran virus pandemi ini. Pasalnya teknis di lapangan jauh lebih membahayakan dan memicu penyebaran Covid-19 di kalangan masyarakat.
Dasar hukum pelaksanaan PKM di Kota Denpasar ini beralaskan salah satunya pada Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau kata lainnya menerapkan lockdown secara parsial di beberapa daerah. Jika mengacu kepada peraturan PSBB kenapa tidak langsung saja menerapkan PSBB di kota ini? Apa modofikasi ini dilakukan dengan maksud agar Pemerintah tidak bertanggungjawab penuh kepada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat?
Walaupun jika memang tidak demikian, dengan menerapkan kebijakan PKM saja seharusnya Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat di Denpasar. Sebab dengan kebijakan PKM ini tentunya segala aktivitas masyarakat serba terbatas. Belum lagi cukup banyak pekerja yang dirumahkan, sehingga secara finansial masyarakat merosot drastis.
Sebelum lebih jauh membahas PKM di Denpasar, terlebih dahulu diurai mengenai kebijakan PSBB oleh pemerintah pusat. Pelaksanaan teknis untuk aturan PSBB tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Salah satu poinnya mengatur mengenai pengajuan PSBB dari daerah kepada pusat, yang kemudian muaranya adalah dikabulkan atau tidak? Walau sebenarnya kebijakan tersebut cukup birokratis yang memerlukan waktu cukup lama untuk proses penanganan wabah pandemi ini.
Meskipun demikian kita hormati kebijakan pemerintah tersebut. Namun, diharapkan dapat diambil kebijakan yang cepat dan tidak terjadinya tumpang tindih keputusan antar pejabat berwenang. Misalnya kebijakan mudik sebelumnya yang menuai cukup kritik lantaran inkonsistensi pernyataan pejabat publik. Akan tetapi, dengan kebijakan Kementerian Perhubungan baru-baru ini yang membuka kembali akses transportasi udara, timbul kerumunan semrawut di Bandara Soekarno Hatta.
Akibatnya, kejadian ini menuai kritik dari publik. Sebab pemerintah dirasa inkonsisten dengan kebijakan untuk penanganan corona, terlebih lagi muncul tagar yang trending di media sosial “Indonesia Terserah” dari kalangan tim medis.
Polemik di Dalamnya
Kembali pada konteks PKM di Denpasar, Bali. Alih-alih untuk menekan penyebaran virus corona, PKM ini lebih berpotensi penyebaran virus corona tersebut. Evaluasi hari pertama saja semenjak diterapkannya Kebijakan PKM ini telah menimbulkan adanya kemacetan dan kerumunan di setiap pos penjagaan oleh satuan gabungan. Kebijakan physical distancing pun nyaris menjadi teori semata yang tidak sesuai pada praktiknya. Sebab pengendara yang hendak menuju Denpasar wajib menjalani pemeriksaan surat-surat dan sebagainya di titik-titik pos penjagaan perbatasan kota Denpasar. Sehingga kebijakan yang maksudnya untuk menekan penyebaran virus corona, justru akan menjadi bumerang tersendiri bagi Denpasar dan Bali pada umumnya.
Merujuk pada Perwali tersebut berisikan kurang lebih 9 (Sembilan) Bab dan 20 (dua puluh) Pasal yang terdapat beberapa poin penting seperti pendataan penduduk termasuk WNA, sosialisasi gerakan disiplin, jujur, dan solidaritas masyarakat dalam percepatan penanganan Covid-19, serta memastikan pola PHBS di masyarakat.
Sebenarnya masyarakat Bali sendiri telah melaksanakan anjuran-anjuran tersebut di desa adatnya masing-masing. Justru penanganan corona di Bali yang paling berperan penting adalah masyarakat adat itu sendiri dengan satgas-satgas yang dimiliki dan kemampuan yang ada. Kekuatan hukum adat di Bali menjadi senjata ampuh untuk menangani virus corona terutama menekan penyebaran virus corona.
Karena itu kebijakan PKM ini sebenarnya tidak terlalu mendesak untuk diterapkan di Denpasar. Terlebih per 18 Mei 2020 71,59 persen atau 257 pasien positif di Bali sembuh. Hal tersebut diungkapkan oleh Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra selaku Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam keterangan resminya di Denpasar. Data itu menunjukkan terjadinya peningkatan kesembuhan yang signifikan.
Pun, jika memang harus menerapkan kebijakan PKM di Denpasar seharusnya diterapkan juga secara terintegrasi di kawasan Sarbagita atau Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Sebab kawasan ini menjadi kawasan strategis yang bertumpu pada Denpasar, jika hanya di Denpasar saja diterapkan kebijakan PKM ini tidak akan memberikan manfaat yang signifikan.
PKM ini diharapkan dapat dijalankan secara efektif efisien dan secara signifikan dapat mengatasi wabah corona ini. Perlu disosialikan lebih lanjut dan menyeluruh kepada masyarakat agar tidak terjadi perbedaan persepsi di kalangan masyarakat. Hal ini terutama untuk mengatasi hilir mudik masyarakat yang hendak ke Denpasar yang mewajibkan penggunaan surat keterangan.
Begitupula mengenai bantuan sosial, agar betul-betul tepat guna pemberian bansos dari pemerintah. Walaupun sebenarnya tidak menggunakan nomenklatur PSBB, PKM ini tetap saja secara praktik mengarah pada kebijakan PSBB tersebut. Oleh karenanya upaya-upaya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat agar diperhatikan, terutama bagi masyarakat yang memiliki garis ekonomi menengah ke bawah. Terlebih lagi masyarakat di kota yang notabene segalanya memerlukan uang, berbeda halnya tinggal di desa.
Perhatian
Ada beberapa hal-hal yang perlu menjadi perhatian.
Pertama, kita berikan apresiasi kepada segenap tim medis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan COVID-19 ini. Pun demikian, apresiasi juga kita berikan kepada satgas-satgas desa adat yang secara sukarela gotong royong untuk membantu penanganan corona di masing-masing desa adat.
Sehingga alangkah lebih arif lagi, Pemda Bali memerhatikan kondisi kesehatan para tenaga medis maupun satgas desa adat tersebut dan masyarakat Bali pada umumya. Diharapkan pemerintah dapat terjun langsung dan konsisten dalam memberikan bantuan pokok, agar tidak terkesan masyarakat kenyang memakan “himbaun-himbauan pemerintah”.
Kedua, kebijakan PKM di Denpasar ini menjadi pertanda kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten kota. Sebab semestinya jika PKM diterapkan di Denpasar sudah sepatutnya diterapkan di kawasan Sarbagita. Sebab Sarbagita ini satu kesatuan yang saling terkait, layaknya Jabodetabek yang menerapkan PSBB secara bersama-sama.
Ketiga, semestinya fokus pemerintah provinsi Bali saat ini dalam penanganan corona di Bali adalah dengan membatasi alur keluar- masuk di perbatasan-perbatasan Bali seperti Pelabuhan Gilimanuk, Pelabuhan Ketapang, Bandara I Gusti Ngurah Rai. Sebab sampai saat ini masih adanya hilir mudik yang mudak terjadi di beberapa tempat perbatasan Bali.
Perketat jalur masuk menuju Bali, sebab berdasarkan data dari Kadis Perhubungan Bali bahwa kendaraan keluar lebih sedikit jika dibandingkan dengan kendaraan masuk ke Bali. Hal itu sebagaimana hal ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi bersama dengan Dewan perwakilan Daerah Bali Dr. I Made Mangku Pastika, M.M. melalui media daring. Pada dialog interaktif tersebut saya turut serta menyimak paparan Kadishub, sehingga masalah itu harus serius ditangani. Jangan sampai terkesan “krama sendiri diperketat, tapi masyarakat pendatang justru bebas masuk Bali”.
Keempat, mengenai kebijakan PKM ini yang salah satunya adalah penegasan dalam penggunaan masker bagi masyarakat. Sebaiknya satgas yang bertugas juga sekaligus menyiapkan masker, jadi tidak hanya memberikan teguran semata, akan tetapi secara langsung memberikan edukasi dan praktik dilapangan terutama kepada masyarakat yang notabene kurang mampu.
Kelima, dalam rangka penanggulangan corona ini sebaiknya Pemerintah Provinsi Bali dan daerah kota memperketat kembali imbauan untuk tidak menyelenggarakan upacara adat yang semestinya dapat dijadwalkan ulang setelah corona. Upacara seperti piodalan, pawiwahan, maupun ngaben sebaiknya ditundak dulu hingga situasi sudah benar-benar pulih dan aman. Sehingga dapat meminimalisir penyebaran covid-19 ini.
Keenam, mengenai pengenaan sanksi kepada pelanggar dari kebijakan PKM ini disesuaikan dengan sanksi adat masing-masing adat yang kemudian diseragamkan. Hal ini patut menjadi perhatian masyarakat agar penerapan sanksi adat tersebut tepat dan tidak melanggar asas-asas hukum umum dan diharapkan terlebih dahulu dilakukan upaya-upaya bersifat persuasif dan humanis, salah satu sanksinya misalnya push up atau sejenisnya, yang pada prinsipnya mengurangi pengenaan sanksi denda.
Ketujuh, COVID-19 atau corona telah memberikan dampak serius bagi sosial ekonomi masyarakat. Virus ini tidak mengenal status sosial, ekonomi dan politik seseorang. Oleh karenanya diharapkan masyarakat khususnya masing-masing individu untuk selalu menjaga pola hidup bersih dan sehat. Selain itu agar menyadari bahwa pentingnya untuk bahu membahu saling mengingatkan satu sama lain, juga memberikan dukungan kepada tim medis ataupun garda terdepan penanganan covid-19 agar dapat segera berakhir.
Terakhir, semoga upaya kebijakan PKM ini dapat menjadi upaya bersama gotong-royong segenap pihak, refleksi bersama “mulat sarira” dalam mengatasi dan memutus rantai penyebaran Covid-19, yang tidak hanya fokus dalam edukasi masyarakat tetapi juga turut urun tangan dalam membantu masyarakat yang kesusahan dan terdampak akibat Covid-19, baik pemenuhan kebutuhan pangan maupun medis, sosial ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan masyarakat. Perlu adanya evaluasi mendalam terhadap kebijakan PKM ini dari pelaksanaan di lapangan, agar PKM rasa PSBB Cap Ambyar ini tidak menimbulkan kegaduhan apalagi peningkatan kasus di Denpasar Bali. [b]