
Empat petani Taman Wisata Alam (TWA) Batur yang tergabung dalam Kelompok Tani Sari Merta (KTSM) dengan diwakili oleh LBH Bali, YLBHI, dan LBH Jakarta mengirimkan surat banding administrasi kepada Menteri Kehutanan dan Presiden Republik Indonesia selaku atasan langsung dari Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia pada 20 Desember 2025.
Banding administrasi ini dikirimkan setelah tiga pejabat tinggi negara di atas merespons keberatan administrasi yang dilayangkan oleh Petani TWA Batur, atas permintaan pembatalan Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Wisata Alam (PB-PSWA) PT Tanaya Pesona Batur, dan dokumen pendukung izin lainnya. Petani TWA Batur juga meminta agar Pemerintah menghentikan pelaksanaan proyek untuk mencegah timbulnya kerugian dan pelanggaran hak warga masyarakat, kerusakan lingkungan hidup, dan konflik sosial.
Terlebih, PB-PSWA PT Tanaya Pesona Batur diperoleh secara nir-partisipatif dan menggunakan cara-cara yang tidak patut, seperti perusakan kepada barang dan lahan pertanian petani, hingga melakukan kriminalisasi kepada petani yang menolak rencana proyek.
Namun, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) melalui tanggapan yang dikirimkan justru mengabaikan dan menegaskan tidak dapat mempertimbangkan permintaan yang diajukan oleh petani TWA Batur. Penolakan terhadap permintaan para petani TWA Batur semakin menegaskan bahwa Pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan pemodal, alih-alih kepada para petani sebagai warga negara yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-hak konstitusionalnya, yakni hak atas tanah, dan hak untuk mendapatkan manfaat atas kekayaan yang terkandung diatas tanah garapannya.
Penolakan ini juga menunjukan bahwa Pemerintah mengabaikan sederet dampak yang berpotensi besar dirasakan oleh masyarakat sebagai akibat dari alih fungsi kawasan dan pelaksanaan pembangunan proyek pariwisata Leisure Park di lahan seluas 85.6 hektar, seperti permasalahan ekologis/degradasi lingkungan, ekonomi, sosial, adat, hingga turut berdampak pula pada generasi yang akan datang.
Para petani TWA Batur menilai bahwa penerbitan PB-PSWA PT Tanaya Pesona Batur, serta dokumen persetujuan lingkungan, dan dokumen pengecualian wajib AMDAL oleh Pemerintah Pusat telah melanggar UUD Negara Republik Indonesia, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan karena mengabaikan hak asasi manusia dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Selain itu, tindakan pemerintah pusat juga telah melanggar prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Rio 1992, yang melanggar prinsip kehati-hatian, partisipasi bermakna, tanggung jawab terhadap pelestarian ekosistem sumber daya alam, serta prinsip keadilan antar generasi.
Oleh karena itu, petani TWA Batur meminta kepada Presiden dan Menteri Kehutanan Republik Indonesia melalui banding administrasi yang telah dikirimkan untuk meninjau kembali rencana proyek Leisure Park PT Tanaya Pesona Batur, dan segera mencabut Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Wisata Alam (PB-PSWA) PT Tanaya Pesona Batur dan dokumen pendukung izin lainnya. Petani TWA Batur juga meminta agar Pemerintah menghentikan pelaksanaan proyek untuk mencegah timbulnya kerugian dan pelanggaran hak warga masyarakat, kerusakan lingkungan hidup, dan konflik sosial.