• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Friday, May 23, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Teknologi

Pertanian Organik Meningkatkan Taraf Hidup Petani Bali

Anton Muhajir by Anton Muhajir
7 January 2008
in Teknologi, Travel
0 0
8

Ketut Wiantara terlihat sangat senang.

Wajahnya berseri-seri ketika bercerita. Bibirnya terus tersenyum. Padahal bau pesing menyengat dari ember di depannya. Ketut sedang memasukkan air kencing sapi dari ember kecil ke galon berukuran 750 liter.

Air kencing sapi itu memang berperan penting meningkatkan pendapatannya dari bertani. ”Sekarang jauh berbeda,” katanya Sabtu lalu.

Petani di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, sekitar 60 km utara Denpasar itu semula menggunakan pupuk kimia dan pestisida untuk bertani. Penggunaan bahan kimia yang terlalu banyak membuatnya rugi.

“Pendapatan lebih sedikit sementara biaya untuk beli pupuk dan pestisida juga banyak,” katanya.

Penggunaan pupuk kimia dan pestisida terus menerus juga menurunkan kesehatan tanah. Akibatnya, jumlah panen makin hari makin berkurang. Maka, sejak tiga tahun lalu dia beralih menggunakan bahan organik untuk bertani. Salah satu bahannya adalah air kencing sapi tersebut.

Air kencing sapi itu berasal dari empat ekor sapi miliknya. Dari kandang, air kencing itu disalurkan melalui selang ke bak penampungan dari semen dengan kapasitas 1 kubik. Untuk menghilangkan amoniak, zat berbahaya bagi tanaman, air kencing disalurkan ke semacam tangga kecil dari semen setinggi 2 meter.

Selama enam jam air diputar lalu dialirkan lagi ke kolam lain berkapasitas 1 kubik juga.

Setelah mengendap dan tanpa amoniak, air kencing itu dicampur air biasa dengan rasio 1 liter kencing sapi untuk 10 liter air. Air campuran itu ditampung di bak besar berkapasitas 1000 liter. Dari bak besar ini, pupuk cair organik itu mengalir melalui pipa kecil ke 25 are lahan miliknya. Bahan organik itu sebagai pupuk sekaligus pengendali hama.

Sabtu lalu, Ketut Wiantara sibuk memeriksa tanaman paprikanya. Di pohon setinggi 1 hingga 2 meter itu bergantungan buah paprika berwarna hijau ranum tanda akan segera dipanen. Tanaman paprika itu ada di lahan beratap dan berdinding plastik seluas 4 are.

Ketut menggunakan teknologi irigasi tetes (semi hidroponik). Pupuk organik cair itu dia alirkan melalui pipa kecil yang berlubang di tiap bagian di mana tanaman paprika berada. Pupuk cair itu dan abu sekam terbungkus plastik menjadi media tanam paprika. Ketut tidak perlu tanah untuk menyuburkan tanaman yang terlihat segar-segar tersebut.

Selain tanaman paprika, di kawasan berhawa sejuk itu, Ketut juga menanam wortel, ketela rambat, selada, sayur hijau, dan stroberi. Dengan semua tanaman itu, sarjana ekonomi lulusan salah satu universitas di Singaraja itu kini bergantung sepenuhnya dari bertani. Ketut mengaku perubahan itu makin terasa setelah dia beralih pada pertanian organik.

Informasi tentang pertanian organik sendiri, menurutnya, diperoleh dari internet. Ketut dan petani lain di Bedugul mendapat bantuan komputer dan internet dari Microsoft, raksasa perusahaan teknologi informasi dunia. Dari internet, Ketut dan teman-temannya mendapat informasi tentang teknologi pertanian organik tersebut.

“Kami pikir tidak susah untuk dicoba di tempat kami,” katanya.

Sebagai awalan, Ketut sendiri mencoba di 4 are lahannya. Dia pinjam modal dari bank Rp 30 juta untuk memulai praktik pertanian organik. Merasa hasilnya bagus, Ketut lalu mempraktikkannya di total 25 are lahan miliknya. Dia pinjam modal lagi Rp 70 juta.

Hasil pertanian organik itu memang lebih berlimpah. Dia mempekerjakan dua pekerja tetap dan empat pekerja harian untuk memeriksa, membersihkan, hingga memanen hasil tanaman itu.

Kini dia bisa mendapat penghasilan Rp 10 juta per bulan dari pertanian tersebut. Pesawat televisi datar 21 inchi, satu set komputer, dan DVD player menghiasi ruang tamu. Antena parabola berada persis di sebelah sanggah rumah.

Hal yang sama juga dirasakan beberapa petani lain di Bedugul. Melalui Bali Organic Association (BOA), produk hasil petani yang tergabung dalam kelompok Tani Muda Mandiri itu dikirim ke konsumen di Denpasar dan Kuta. Misalnya Aero Catering Service di kompleks Bandara Ngurah Rai Tuban yang tiap hari melayani minimal 2.000 penumpang. Manik Organic dan Bali Budha, kios di Kuta, juga pelanggan sayur organik produksi Ketut dan petani lain di Bedugul.

Menurut Ketua BOA Ni Luh Kartini, pertanian organik memang mampu meningkatkan pendapatan petani di Bali. Sebab, dengan bertani organik, petani tidak lagi perlu pupuk kimia dan pestisida. “Petani jadi tidak bergantung pada perusahaan pupuk dan pestisida untuk mengelola pertaniannya,” katanya.

Adat dan budaya Bali pun, menurut Kartini, sangat mendukung pola pertanian organik. Tumpak bubuh dan penjor adalah dua contoh budaya Bali yang mendukung agar manusia tidak merusak alam. “Seluruh bagian penjor itu kan hasil pertanian. Jadi maknanya adalah agar kita menggunakan sumber daya alam yang sudah kita miliki, bukan dengan mengambil dari tempat lain. Apalagi sampai tergantung,” tuturnya.

Karena itu, Kartini melalui BOA juga gencar mengampanyekan pertanian organik itu ke berbagai tempat di Bali. Misalnya di Kintamani, Wongaya Gede, Petang, dan Pipid (Karangasem). “Mereka tinggal menggunakan sumber daya yang sudah ada di tempat masing-masing,” kata dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali itu.

Menggunakan sumber daya lokal, seperti halnya petani di Bedugul, dilakukan pula oleh petani di Wongaya Betan, Kecamatan Penebel, Tabanan. Petani padi di kaki gunung Batukaru ini pun sudah beralih dari penggunaan bahan-bahan kimia ke bahan organik.

Kelompok petani Somya Pertiwi di Wongaya Betan bahkan lebih maju. Mereka membuat pusat pelatihan pertanian organik di tanah seluas sekitar 35 are dengan fasilitas balai pertemuan, kantor, perpustakaan, toko, hingga ruang menginap untuk tamu. Internet pun sudah ada di tempat berjarak sekitar 65 km utara Denpasar ini. Di pusat pelatihan ini pun ada tempat pengolahan padi dan produksi pupuk organik.

Bahan untuk pupuk organik di sini sedikit berbeda dengan petani di Bedugul yang hanya bersumber dari air kencing sapi. Petani di Wongaya Betan mencampur kotoran sapi dengan kotoran ayam dan pupuk kascing melalui teknik fermentasi. “Air kencing sapi hanya dipakai sebagai penambah cairan karena kandungan air di kotoran sapi tergolong kecil,” kata I Nengah Miasa, Ketua Kelompok Somya Pertiwi.

Menurut Miasa, petani di Wongaya Betan pun beralih ke pertanian organik sejak 2,5 tahun lalu. Meski demikian, mereka sudah merintisnya sejak 1997. “Waktu hanya beberapa orang yang sudah mencoba. Tapi karena tidak ada pihak yang mendukung jadi ya optimal,” kata Miasa.

Ni Luh Kartini, yang mulai mengenalkan pertanian organik di Wongaya Betan sejak 10 tahun lalu, mengakui pada saat itu pertanian organik memang termasuk hal baru bagi petani di Wongaya Betan. “Banyak petani ragu pertanian organik bisa meningkatkan jumlah panen,” ujarnya.

Melalui pendekatan intensif, termasuk bersama pemerintah setempat, petani kemudian mau beralih ke pertanian organik. Salah satu alasannya memang karena pertanian dengan bahan-bahan kimia ternyata makin menurunkan jumlah panen. “Biaya pengolahan makin tinggi karena mahalnya pupuk dan pestisida tapi pendapatan mereka makin menurun,” kata Kartini.

Petani setempat lalu mencoba pertanian organik. Mereka menggunakan pupuk sendiri dari kotoran ayam, kotoran sapi, pupuk kascing, dan air kencing sapi. Ternyata hasil mereka malah lebih bagus. Sebelumnya mereka mendapat padi 5 ton per hektar. Kini mereka bisa mendapat 6,2 hingga 7 ton per hektar.

“Sebenarnya hasil panen kami tidak berbeda jauh. Tapi karena kami tidak mengeluarkan biaya untuk beli pupuk dan pestisida, jadi pendapatan kami lebih banyak,” aku Miasa.

Kini, 30 anggota subak Wongaya Betan seluruhnya menggunakan pupuk dan pembasmi hama organik di lahan seluas 98 hektar. “Tidak hanya pendapatan yang lebih baik, kami juga merasa lebih bahagia karena tidak lagi takut kena penyakit akibat pupuk kimia dan pestisida,” kata Miasa. [b]

Tags: PertanianPertanian BerkelanjutanTabanan
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Petani Muda Mengani tetap Bergairah di Tengah Pandemi

Petani Muda Mengani tetap Bergairah di Tengah Pandemi

7 April 2021
Kakao Lestari yang Mengubah Hidup Petani

Bali, Berhenti Mendewakan Bule, Kembalilah Bertani

6 February 2021
Jalan Pelik Bali Organik

[Laporan Mendalam]: Jalan Pelik Mimpi Bali Organik

27 January 2021
Kilas Balik Gerakan Tanam Saja Sepanjang 2020

Kilas Balik Gerakan Tanam Saja Sepanjang 2020

2 January 2021
Sekolah Lapang Kompos untuk Kesuburan Tanah

Sekolah Lapang Kompos untuk Kesuburan Tanah

7 December 2020
Cokelat Buatan Petani Perempuan di Banjar Moding

Cokelat Buatan Petani Perempuan di Banjar Moding

4 November 2020
Next Post

Perempuan Pasar Mengadvokasi Dirinya soal Kesehatan Reproduksi

Comments 8

  1. haris harum manadi says:
    17 years ago

    ppak saya punya produk pupuk organik dari kencing sapi .kami punya peternakan 125 ekor sapi .kami sudah olah limbah jd pupuk .bisakah bantu pemasaran .lokasi kami di jogja trim

    Reply
  2. edi harsono says:
    17 years ago

    buat pak haris harum manadi,
    udah dicoba ditanyakan kepada departemen perdagangan atau direktorat dibawahnya yang mengurusi tentang usaha masyarakat??

    mungkin bisa dicari jalan, saya rasa Jogjakarta merupakan tempat yang strategis untuk mengembangkan.

    untuk lebih jelasnya kunjungi situs http://www.depdag.go.id

    sudah saatnya Indonesia bangkit…

    Reply
  3. some 1 says:
    17 years ago

    pak Haris, saya berminat membantu anda memasarkan pupuk organik anda…

    tolong e-mail saya di …..toga_nursery@yahoo.co.id

    salam

    Reply
  4. IWAN says:
    17 years ago

    MGAPUNTEN, SAYA PUNYA SKITAR 500 EKOR SAPI PERAH, APA BISA BANTU MEMASARKAN PENJUALAN KENCING SAPI. SEMENTARA SY DIBELI PEDAGAMG LAIN 1000 PER LITER.
    KLU ADA YG LEBIH TINGGI SILA BP IWANHUB : 081387121000

    MATUR SUWUN

    Reply
  5. GEDE ERICK says:
    16 years ago

    DEAR,
    SAYA MEMILIKI TEMPAT STRATEGIS UNTUK PETERNAKAN SAPI TEMPATNYA DI BALI BARAT, SELUAS 4 HEKTAR.
    SAAT INI SUDAH ADA 10 EKOR SAPI, DAN BARU BELAJAR MEMBUAT PUPUL ORGANIK DARI KENCING SAPI,
    KARENA SAYA BARU MULAI BELAJAR MOHON BAPAK-BAPAK BERIKAN INFO DAN SYARAN KE SAYA.
    ATAS ATENSINYA SAYA UCAPKAN TERIMA KASIH

    SALAM
    GEDE ERICK

    Reply
  6. aan says:
    11 years ago

    mau tanya berapa luas lahan petani paprika di bali?
    berapa orang yang menanam paprika di bali?

    Reply
  7. Tika says:
    8 years ago

    Pak, saya tika mahasiswa magister ekonomi pertanian. Saya boleh minta kontak bapak? Kebetulan penelitian thesis saya mengenai pertanian berkelanjutan dan rencananya mengambil tempat penelitian di bali. Teriakasih

    Reply
    • Anton Muhajir says:
      8 years ago

      silakan kontak ke email antonemus@gmail.com.

      Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Percepatan Pemanfaatan PLTS Atap

Percepatan Pemanfaatan PLTS Atap

23 May 2025
Mendorong Tata Krama Berwisata di Bali

Mendorong Tata Krama Berwisata di Bali

22 May 2025
Ruang Publik jadi Kanvas Terbuka di Tangi Street Art Festival

Ruang Publik jadi Kanvas Terbuka di Tangi Street Art Festival

21 May 2025
Menghidupkan Jaje Sengait, Melestarikan Pohon Aren Pedawa

Menghidupkan Jaje Sengait, Melestarikan Pohon Aren Pedawa

21 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia