Jargon tentang pertanian organik lebih indah di kertas daripada di lahan petani.
Lebih dari setahun lalu Gubernur Bali I Wayan Koster penuh semangat merilis Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik (SPO). Meskipun baru diluncurkan pada akhir Desember 2019, Pergub sebenarnya sudah disahkan pada 18 Oktober 2019.
Salah satu poin penimbang Perda itu adalah meningkatnya penggunaan pupuk dan obat-obatan sintesis serta varietas unggul yang menyebabkan petani semakin tergantung pada bahan-bahan tersebut. Meningkatnya bahan-bahan kimia juga menyebabkan menurunnya kesuburan tanah, keanekaragaman hayati, dan kualitas lingkungan hidup.
Seperti pendahulunya, wacana Koster tentang Bali Pulau Organik juga sangat indah dan amat meyakinkan dalam kata-kata. Begitu pula Perda Nomor 8 tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik itu. Menurut Perda itu, Sistem Pertanian Organik adalah Sistem manajemen produksi yang holistik. Tujuannya untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Namun, lebih dari setahun setelah Perda Sistem Pertanian Organik disahkan, puluhan ribu pupuk anorganik masih membanjiri lahan di Bali. Mimpi Bali Pulau Organik masih mengalami perjalanan yang pelik.
Silakan simak laporan mendalam terbaru kami, Jalan Pelik Mimpi Bali Organik. [b]