Teks Juliawati, Foto I’m An Angel
Sehari itu, Sang Peri memberikan sapi, nutrisi, hingga kepedulian pada perempuan renta yang terkena lepra.
Gelapnya pagi masih menyelimuti bumi. Udara terasa dingin pada Kamis pekan lalu. Namun dingin itu tak terasa oleh tubuh ini. Semua kalah dengan semangat untuk mengunjungi desa di bawah kaki Gunung Agung, Karangasem, Bali bagian timur.
Saya melaju di sepeda motor menuju Jalan Umalas, Kerobokan, Kuta bagian utara. Saya akan berkumpul dengan teman-teman dari I’m An Angel (IAA), kelompok yang sering melakukan kegiatan berbagi kepedulian pada kelompok anak-anak dan orang miskin di Bali. Sampai di tempat tujuan, saya bertemu Asana Viebeke Lengkong, Program Director kelompok yang mempunyai moto Care and Sharing (Peduli dan Saling berbagi) ini.
Ada pula Bu Nyoman serta Pak Arinata yang sedang berkemas memasukkan barang-barang yang akan disumbangkan ke warga di bawah kaki Gunung Agung. Satu per satu barang dimasukkan ke dalam mobil putih. Sekitar lima menit kemudian selesailah sudah mereka berkemas-kemas.
Ada dua mobil yang membawa kami ke lokasi. Mobil hitam yang penuh dengan barang-barang bantuan berangkat lebih dahulu menuju ke By Pass Sanur untuk menjemput Bu Putri. Mobil putih Bali Adventure melaju ke Jalan Raya Seminyak menuju ke Restauran Kudeta untuk menjemput empat tamu bernama Marco, Carla, Jenny, dan Joseline.
Marco dan Jenny sepasang suami istri yang peduli dengan sosial. Jasoline bekerja di Kudeta. Dia bersama Viebeke, panggilan Asana Viebeke Lengkong, bekerja di program bantuan IAA ini. Adapun Carla bekerja di media harian Bali Times. Sesampainya di pintu gerbang Kudeta mobil yang kami tumpangi diperiksa petugas keamanan. Setelah selesai diperiksa mobilnya kami pun dipersilakan masuk ke area Kudeta.
Empat orang tamu tersebut sudah menunggu di ruang tunggu Kudeta. Kami pun saling memperkenalkan diri satu sama lain. Lalu, kami pun bergegas masuk ke mobil untuk memulai perjalanan. Mobil melaju menuju By Pass Sanur dan berhenti di Mc Donald. Empat tamu tersebut turun untuk beli sarapan. Ketika kami menunggu, mobil hitam pun datang bersama Bu Putri. Kami saling memperkenalkan diri satu sama lain.
Dua mobil bersiap memulai perjalanan bakti sosialnya menuju Karangasem. Perjalanan melalui Jalan Ida Bagus Mantra masih sepi karena hari masih pagi. Udara masih dingin. Di tengah perjalanan kami berhenti karena Gek sudah menunggu mobil kami dari tadi. Dia berangkat dari rumahnya di Gianyar. Gek adalah orang administrasi yang mengurus semua keperluan IAA.
Di Jalan Raya Candi Dasa menuju Karangasem, Gek ditelpon seseorang yang mengurus penerima bantuan. Penelpon bilang mereka sudah menunggu di Pasar Hewan Nurbaya, Dusun Batu Daweh Kaja, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
“Ya, Pak. Kami sudah di Candi Dasa. Tidak berapa lama lagi kami sampai,” jawab Gek.
Setengah jam kemudian orang tersebut menelpon Gek lagi. Dia menjawab, “Iya, Pak. Pilih saja dulu sapi-sapinya. Kami masih dalam perjalanan.”
Supir mempercepat laju mobil agar segera sampai meskipun medan ke sana berliku-liku. Naik gunung turun gunung. Desa yang kami kunjungi berada di bawah kaki Gunung Agung yang gagah perkasa. Gunung itu menyimpan sejuta cerita dan harapan penduduk setempat yang jauh dari keramaian serta jauh dari akses pendidikan, layanan kesehatan, dan sulitnya air.
Penduduk di sini sehari-hari makan jagung dan ketela. Mereka menghadapi sulitnya mendapatkan air. Mata air berada jauh di bawah dan tidak bisa dialirkan ke tempat tinggal mereka karena tidak ada sarana untuk mengalirkan air tersebut. Karena itu, mereka bergantung pada air hujan untuk kebutuhan air minumnya.
Sesampai di Pasar Hewan Nurbaya, Karangasem rombongan kami sudah dinanti-nanti warga setempat yang akan menerima bantuan. Asana, Gek, dan empat tamu pendonor (pemberi bantuan) tersebut langsung turun dan melihat kondisi sapi-sapi yang akan disumbangkan ke penduduk setempat.
Setelah dicek kondisinya, hewan-hewan tersebut dinaikkan ke mobil pick up. Asana membeli 12 sabit untuk 12 sapi serta 40 bibit pohon jati untuk penghijauan. Setelah selesai, 12 sapi tersebut diantar ke penerima bantuan di Desa Sukadana, Kecamatan Kubu untuk kelompok perempuan. Kelompok yang beranggotakan 40 orang dan diketuai Ni Nyoman Pulow ini berdiri sejak tahun 1999.
Awal pertemuan Nyoman Pulow dengan Asana terjadi pada waktu adik Nyoman Pulow melihat acara di TVRI di mana Asana menjadi narasumber. Pulow kemudian menelpon untuk bertemu Asana. Mereka pun bertemu di Dusun Palek, Karangasem.
Asana dan teman-teman menuju ke SDN 5 untuk mengunjungi anak-anak sekolah di SD tersebut. Dengan ramah dan hangat, anak-anak menyambut mereka seperti kedatangan Ibu Peri yang baik hati dan siap menolong siapa saja yang memerlukan bantuannya. Anak-anak berkumpul dan bercanda bermain permainan Ular Tangga Pengetahuan yang dibawa Asana. “Kami berharap anak-anak bertambah pintar dan peduli lingkungan melalui permainan tersebut,” kata Viebeke.
Di permainan tersebut, anak-anak diajarkan tentang lingkungan bagaimana membuang sampah, memisahkan sampah organik dan non-organik, serta mencintai lingkungan. Anak-anak juga diberikan NUTRISI seperti bubur kacang hijau, susu dan telur.
Usai bermain di SDN 5, kami melanjutkan perjalanan ke SDN 4 Sukadana. Di sini kami memberikan bantuan ke anak-anak berupa perlengkapan sekolah seperti alat tulis, buku, tas, baju, nutrisi, susu, permainan Ular Tangga Pengetahuan, vitamin B, dan obat-obatan. Anak-anak di sini banyak yang korengan karena sulitnya air sehingga kebersihan kurang terjaga.
Di sini, IAA juga memberikan bantuan untuk tujuh guru honorer berupa sembako dan pakaian. Pada saat pemberian bantuan berlangsung, Camat Kubu Sutapa, datang untuk melihat kegiatan bakti sosial ini.
Usai pemberian bantuan dan ramah tamah dengan guru dan camat, kami melanjutkan kunjungan ke rumah Dadong Bante yang sebelumnya menerima bantuan rumah dari IAA. Dia terlihat begitu gembira, terharu, bahkan menangis. Dadong Bante yang kami kunjungi berkata, “Aku tidak dapat melihat rumahku tapi aku bisa merasakan begitu bagus, hangat dan nyamannya rumahku dari sebelumnya.” Dia memeluk Asana dan teman-teman lain yang mengunjunginya.
Kami pun melanjutkan perjalanan melihat Subak yang dibangun warga melalui program bantuan IAA. Gek meresmikannya dengan menyerahkan bantuan yang diterima warga setempat yang disaksikan empat pendonor. Tidak terasa waktu berlau terlalu cepat dan kami pun kembali mengunjungi Desa Sukadana yang mendapat bantuan 12 ekor sapi dan 40 pohon bibit jati.
Di Desa Sukadana ini kami ditunggu Kelompok Musyawarah Perempuan yang diketuai Nyoman Pulow. Kehangatan dan keramahan mereka menerima kedatangan kami ditandai dengan menyediakan makan siang bersama. Menunya ikan pepes, sambal, dan ikan bakar yang masih hangat sedang terpanggang di api seperti hangatnya keramahan mereka kepada kami.
Kami pun makan siang bersama warga Sukada dengan perasaan yang senang dan haru bercampur jadi satu. Camat juga ikut bergabung bersama warganya menikmati makan siang itu. Setelah selesai makan, serah terima sapi pun dilakukan melalui administrasi IAA yaitu Gek bersama Nyoman Pulow sebagai Ketua Musyawarah Perempuan.
Asana dan Camat berbincang-bincang mengenai warga setempat. Asana dan teman-temannya mengharapkan adanya kunjungan tim medis yaitu dokter dan perawat ke rumah-rumah penduduk untuk melihat kondisi warga yang sakit. Sebab, warga yang sakit tidak mungkin pergi ke Puskesmas dengan menempuh jarak yang cukup jauh ke Tianyar dalam kondisi mereka seperti itu. Memang ada Puskesmas Pembantu tapi belum beroperasi.
Akhirnya puncak acara perjalanan pun tiba. Kami mengunjungi desa Bukit yang sebagian warganya menderita lepra, 7 perempuan tua, 9 laki-laki tua. Ada satu penderita lepra seorang nenek berusia 60an. Jari tangan dan kakinya sudah tidak ada. Dia tinggal sendiri di gubuk yang terpencil jauh dari warga. Untuk keperluan sehari-harinya warga hanya bisa membantu seadanya saja dengan keterbatasan mereka juga. Sungguh sangat memilukan dan memprihatinkan. Di usia tuanya, perempuan itu seharusnya hidup di tengah keluarga yang peduli. Tapi kehidupan tidak berpihak padanya.
Sungguh tragis hidup mereka yang cacat. Tidak ada yang peduli pada mereka. Meskipun ada yang peduli, mereka juga tidak punya kemampuan lebih untuk membantu. [b]
luar biasa artikelnya…. ini dia hasil reportase kelas menulis jurnalisme warga balebengong.. Sangat menggali persoalan dan membuka mata. ayo terus menulis, mbok juli.
Dear Angel,
Salut dan respect saya terhadap apa yang sudah dilakukan buat saudara-saudara kita di sana. tetap berjuang demi kemanusiaan
Salam lestari,
Wira Sanjaya