Bali darurat perdagangan penyu.
Betapa tidak? Dalam waktu 1,5 bulan terakhir setidaknya terdapat empat kasus penggagalan penyelundupan 124 ekor penyu hijau ke Bali oleh penegak hukum. Karena itulah perlu upaya untuk memperkuat para aktor dalam melestarikan penyu di Bali.
Pada 6 April 2016, Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Polda Bali berhasil menggagalkan penyelundupan 45 penyu hijau di perairan Kubu, Karangasem. Penyu diselundupkan untuk
tujuan perdagangan dan konsumsi.
Kemudian pada 16 April 2016, Tim gabungan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kendari dan Bitung bersama Satuan Polisi Air Polda Sulawesi Tenggara mengagalkan upaya penyelundupan 70 ekor penyu hijau. Puluhan satwa langka yang dilindungi itu ditemukan dalam sebuah kapal di Desa Padei, Pulau Menui, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah yang rencananya akan diselundupkan ke Bali.
Baru-baru ini, setidaknya ada delapan penyu disita Ditpolair Bali dari masyarakat. Penyu itu dipelihara tanpa izin dengan alasan ekowisata. Selain itu, Ditpolair Bali juga menemukan satu ekor penyu Hijau diselundupkan disebuah kapal kosong di Pelabuhan Benoa 19 Mei 2016 lalu.
Tiga dari empat kasus tersebut telah dilakukan penitipan barang bukti berupa penyu Hijau di Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan guna mendapatkan perawatan medis sebelum kembali dilepaskan ke laut dan beberapa ekor masih dititipkan di TCEC Serangan sebagai barang bukti persidangan.
Dari sederetan kasus eksploitasi dan perdagangan penyu itu menggerakkan TCEC Serangan dan sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kelautan Universitas Udayana Bali yang peduli akan konservasi penyu dengan melakukan kampanye dijalan yang dipusatkan di daerah Renon, untuk penyadartahuan publik.
Memanfaatkan momentum “World Turtle Day 2016” yang diperingati setiap tanggal 23 Mei maka sebagai bentuk aksi nyata bagi Konservasi Penyu di Bali, TCEC Serangan dan Mahasiswa Universitas Udayana juga turut menyelenggarakan kegiatan edukasi siswa untuk cinta dan peduli terhadap penyu melalui kegiatan lomba menggambar dan mewarnai, lomba fotografi, aksi bersih pantai peneluran penyu di Desa Serangan yang diikuti oleh pelajar SD, SMP, SMA dan panti asuhan binaan Bali Surf Project.
Kegiatan ini diharapkan dapat mengedukasi siswa sejak dini agar peduli terhadap kelestarian Penyu dan tidak membeli produk-produk yang berasal dari penyu.
Selain itu serangkaian aksi lain untuk memperkuat TCEC Serangan dalam mendukung penegak hukum, manajeman authorithy, akademisi dan budaya/ adat di Bali maka dilakukan pula mini-workshop di TCEC Serangan yang dihadiri berbagai instansi, seperti BKSDA Bali, Ditpolair Bali, BPSPL Denpasar, Dinas Kelautan Perikanan, Dinas Pariwisata, Polsek, Babinkamtibmas, tokoh masyarakat, nelayan, pemuda desa Serangan dan Fakultas Kelautan dan Perikanan serta Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali.
“Mini-workshop ini bertujuan membangun jejaring mitra TCEC Serangan dan memperkuat komitmen parapihak dalam upaya menghentikan perdagangan penyu di Bali,” ujar drh. Maulid Dio Suhendro salah satu panitia penyelenggara.
I Made Sukanta, Direktur TCEC Serangan menambahkan dalam workshop ini hadir berbagai lembaga yang konsen terhadap konservasi penyu. “Dalam workshop ini, selain untuk saling menyatukan konsep antar lembaga dan instansi tentang konservasi penyu, juga untuk membangun networking yang kuat dan sekaligus memperkuat TCEC Serangan sebagai lembaga konservasi penyu,” katanya.
Menurutnya, awal didirikan TCEC Serangan bertujuan untuk menyediakan penyu dari keperluan ritual keagamaan di Bali, sekaligus sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi perdagangan penyu.
Namun seiring perjalanan waktu, TCEC Serangan mampu berkembang, bahkan berperan mendukung aspek pendidikan, ekonomi serta ekologi yang berupa penanganan terhadap sarang-sarang yang terancam, rehabilitasi penyu yang terdampar, tertangkap tidak sengaja oleh nelayan maupun hasil tangkapan kepolisian dari perdagangan illegal.
“Untuk menjalankan semua fungsi tersebut TCEC Serangan tidak dapat jalan sendiri, perlu dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak,” terangnya.
Diakui I Made Sukanta, selama ini bentuk kerja sama yang dilakukan antar-lembaga masih bersifat informal, karena kesepakatan yang ada sebelumnya sudah kedaluarsa dan perlu diperbaharui. Maka dalam pada momentum ini perlu dilakukan penandatangan perjanjian kerjasama (PKS) antara masing-masing pihak, terutama BKSDA Bali dan BPSPL Denpasar sebagai manajemen authorithy terhadap spesies penyu, sehingga keberadaan TCEC Serangan menjadi lebih kuat dalam menjalankan fungsinya baik dalam mendukung adat, pendidikan, konservasi maupun penegakan hukum.
“PR kami tinggal membangun PKS berikutnya dengan PHDI Bali, Ditpolair Polda Bali serta Universitas Udayana, semoga dalam waktu dekat dapat terlaksana,” ungkap Sukanta.
Kepala BPSPL Denpasar, Suko Wardono mendukung langkah TCEC Serangan sebagai lembaga konservasi penyu yang memiliki legalitas, SDM dan fasilitas yang memadai. Untuk itu BPSPL Denpasar telah memberikan dukungan berupa legalitas MoU, bantuan tenaga enumerator dan rencana pembangunan klinik penyu sebagai media bagi Dokter Hewan TCEC Serangan dan Volunteer untuk dapat melakukan perawatan medis terhadap penyu yang sakit. Dengan demikian peranan TCEC akan semakin kuat dalam mendukung upaya konservasi penyu sesuai tujuan pemerintah dalam mendirikan TCEC sejak tahun 2006 lalu.
Sebagai unit pelaksana teknis, BPSPL Denpasar berkomitmen melaksanakan UU Perikanan, UU Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan UU Kelautan dalam konservasi jenis ikan termasuk penyu. Konservasi penyu sangat strategi bagi pemerintah Indonesia karena sebagai ikan yang bermigrasi melintasi banyak negara, wilayah perairan kita merupakan habitat utama peneluran penyu, dan lokasi pencarian makan.
“Komitmen dan dukungan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, kelompok masyarakat pelestari penyu dan masyarakat dalam menjaga fungsi penting penyu sangat penting. Kami berharap dukungan dan peran serta seluruh pihak bersama-sama KKP dalam mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan termasuk penyu agar tetap lestari,” kata Suko Wardono. [b]