Apa benar over population adalah pemicu kerusakan lingkungan dan krisis sosial?
Apa benar dunia ini sudah kelebihan populasi (overpopulated)? I doubt it, I don’t think this world is overpopulated. Bahwa greed adalah satu satunya penyebab kerusakan lingkungan, itu benar.
Alih fungsi profesi dari petani menjadi buruh, membuat banyak orang mengandalkan urusan perut pada petani yang jumlahnya menurun tajam. Konsentrasi penduduk di kota kota besar juga memberi kesan dunia ini penuh sesak. Dunia ini kekurangan petani, jarang yang mau bertani, padahal doyan makan, dan dengan terpaksa harus senang berkumpul di satu tempat.
Jarak antara produksi makanan dan konsumen makin jauh. Hingga muncul istilah rantai distribusi, yang makin panjang dan membuat harga meningkat terus seiring memanjangnya rantai distribusi.
Perkotaan yang dipadati penduduk tercipta karena adanya sentralisasi perindustrian yang mematikan penghidupan para petani Indonesia lewat banyak kebijakannya, justru tidak mengayomi petani yang harusnya merupakan tulang punggung satu wilayah. Alih alih dimakmurkan, justru dimiskinkan. Inilah syarat terciptanya buruh murah untuk industri.
Jika saja penduduk tersebar merata dan jarak antara produsen dan konsumen tidak jauh, maka tidak akan ada masalah masalah khas kota besar, seperti kepadatan penduduk, macet, meningkatnya harga perumahan dan kebutuhan pokok lain.
Sistem perekonomian yang didasarkan pada pola seperti ini tidak akan menciptakan kesejahteraan yang merata. Bahkan perekonomian yang mendukung praktik ini adalah salah satu biang kerok segala krisis sosial dan ekologi. Jika ingin dibenahi, pola pemukiman, alur produksi dan konsumsinya yang dikaji ulang.
Sistem “closed loop” adalah sistem yang memungkinkan terbentuknya pemukiman yang mandiri, mendapatkan semua sumber kebutuhannya dari lingkungan sekitarnya.
Pertukaran barang dan jasa serta lalu lintas manusia yang sekarang ada benar benar hal yang sia-sia. Begitu banyak menguras energi, waktu serta ruang. Sistem seperti ini jika dipertahankan, hanya akan menguras lebih banyak uang, energi dan ruang.
Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dengan pola yang seperti ini? Alih alih menciptakan penghidupan di ruang ruang lain yang masih luas, justru berjejal di titik-titik tertentu.
Inilah yang membuat saya yakin, reklamasi sangat tidak efektif dari berbagai macam sudut pandang jika itu dilakukan di Indonesia. Ini sudah jelas tujuannya hanya mencari keuntungan dari menciptakan kelangkaan ruang dan menaikkan nilai ruang (tanah, bangunan). [b]